Asal Usul Nama dan Sejarah Sragen, Wilayah yang Terbentuk dari Daerah Keamanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sragen merupakan sebuah kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah . Luas wilayahnya mencapai 941,55 km2 yang terbagi menjadi 20 kecamatan, 12 kelurahan dan 196 Desa.
Daerah ini memiliki asal usul nama yang unik yakni, berasal dari kata pasrah dan legen. Kata tersebut terbentuk dari sebuah makanan yang disukai oleh Pangeran Mangkubumen atau dikenal dengan Pangeran Sukowati.
Dikutip dari laman pemerintahannya, terbentuknya Kabupaten Sragen tersebut bermula ketika meletusnya perang Mangkubumen pada tahun 1746-1757. Pada saat itu Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II sangat membenci kolonial Belanda, sehingga ingin menyatakan perang.
Baca juga : Mengenal Asal Usul Nganjuk dan Sejarahnya
Dalam perjalanannya Pangeran Mangkubumi dan pasukannya bergerak melewati Desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh, Guyang. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Pandak, Karangnongko masuk wilayah Sukowati.
Sejak saat itu Pandak, Karangnongko dijadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati dan sejak itu namanya berubah menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat Pemerintahan.
Namun beberapa waktu kemudian wilayah tersebut dianggap kurang aman karena dilintasi oleh tentara kompeni. Sehingga pada tahun 1746 pusat pemerintahannya dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak.
Sejak berganti pusat pemerintahan, Pangeran Sukowati memperluas wilayah kekuasaannya yang meliputi, Desa Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng,Krikilan, Pakis, Jati, dan Prampalan.
Setelah memiliki daerah kekuasaan yang luas tentu diimbangi pula dengan pasukan yang semakin besar. Sehingga Pangeran Sukowati terus melakukan perlawanan kepada Belanda yang berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang berisi tentang pembagian wilayah Mataram Islam.
Perjanjian tersebut berisi tentang Pangeran Sukowati mendapatkan bagian wilayah Kesultanan Yogyakarta yang kemudian bergelar Hamengkubuwono I.
Perkembangan selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1840 dengan adanya Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII yaitu serat Angger – angger Gunung. Wilayah Sragen telah dijadikan sebagai Pos Tundan yakni, tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Lalu Lintas Barang.
Baca juga : Asal-usul Kota Pontianak, Benarkah Dulu Tempatnya Kuntilanak?
Dalam perkembangannya pada tanggal 5 Juni 1847, Sragen disebut sebagai Kabupaten Gunung pulisi. Hal ini dilakukan oleh Sunan Pakubuwono VIII atas persetujuan dari Residen Surakarta.
Berdasarkan Staatsblad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.
Pada tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki empat distrik yakni Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang. Selanjutnya wilayahnya disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja.
Perubahan tersebut diteruskan oleh PakuBuwono X, Wijkblad No. 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.
Hingga pada akhirnya memasuki zaman kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia, Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi pemerintah daerah Kabupaten Sragen.
Daerah ini memiliki asal usul nama yang unik yakni, berasal dari kata pasrah dan legen. Kata tersebut terbentuk dari sebuah makanan yang disukai oleh Pangeran Mangkubumen atau dikenal dengan Pangeran Sukowati.
Dikutip dari laman pemerintahannya, terbentuknya Kabupaten Sragen tersebut bermula ketika meletusnya perang Mangkubumen pada tahun 1746-1757. Pada saat itu Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II sangat membenci kolonial Belanda, sehingga ingin menyatakan perang.
Baca juga : Mengenal Asal Usul Nganjuk dan Sejarahnya
Dalam perjalanannya Pangeran Mangkubumi dan pasukannya bergerak melewati Desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh, Guyang. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Pandak, Karangnongko masuk wilayah Sukowati.
Sejak saat itu Pandak, Karangnongko dijadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati dan sejak itu namanya berubah menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat Pemerintahan.
Namun beberapa waktu kemudian wilayah tersebut dianggap kurang aman karena dilintasi oleh tentara kompeni. Sehingga pada tahun 1746 pusat pemerintahannya dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak.
Sejak berganti pusat pemerintahan, Pangeran Sukowati memperluas wilayah kekuasaannya yang meliputi, Desa Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng,Krikilan, Pakis, Jati, dan Prampalan.
Setelah memiliki daerah kekuasaan yang luas tentu diimbangi pula dengan pasukan yang semakin besar. Sehingga Pangeran Sukowati terus melakukan perlawanan kepada Belanda yang berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang berisi tentang pembagian wilayah Mataram Islam.
Perjanjian tersebut berisi tentang Pangeran Sukowati mendapatkan bagian wilayah Kesultanan Yogyakarta yang kemudian bergelar Hamengkubuwono I.
Perkembangan selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1840 dengan adanya Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII yaitu serat Angger – angger Gunung. Wilayah Sragen telah dijadikan sebagai Pos Tundan yakni, tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Lalu Lintas Barang.
Baca juga : Asal-usul Kota Pontianak, Benarkah Dulu Tempatnya Kuntilanak?
Dalam perkembangannya pada tanggal 5 Juni 1847, Sragen disebut sebagai Kabupaten Gunung pulisi. Hal ini dilakukan oleh Sunan Pakubuwono VIII atas persetujuan dari Residen Surakarta.
Berdasarkan Staatsblad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.
Pada tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki empat distrik yakni Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang. Selanjutnya wilayahnya disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja.
Perubahan tersebut diteruskan oleh PakuBuwono X, Wijkblad No. 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.
Hingga pada akhirnya memasuki zaman kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia, Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi pemerintah daerah Kabupaten Sragen.
(bim)