Bambang Haryo Sebut Banyak Pengusaha Penyeberangan Terancam Bangkrut
Jum'at, 06 Januari 2023 - 16:45 WIB
BANTEN - Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Bambang Haryo Soekartono mempertanyakan alasan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang menyebut kenaikan tarif kapal ferry 11% sangat membebani masyarakat.
"Bila kita mengacu pada perhitungan tarif yang sebenarnya yang sudah melibatkan stakeholders tarif yakni, YLKI, PT. ASDP, operator pelayaran, asuransi, dan pemerintah bahkan Kemenko Marvest pada 2019. Di mana ditetapkan tarif sudah tertinggal 45,5% dari HPP, dan Kemenhub menjanjikan akan menaikkan secara bertahap dengan kenaikan di 2020 hanya sebesar 10,1 %,” kata Bambang, Jumat (6/1/2023).
Kondisi ini membuat banyak pengusaha pelayaran yang mengalami kesulitan bahkan beberapa di antaranya bangkrut. Menurut Bambang, semuanya terjadi di lintas komersial akibat tarif yang tertinggal sangat jauh dari perhitungan break event point yang dilakukan oleh pemerintah.
Kalau melihat runtutan kronologi tarif di Gapasdap pada 2021 Gapasdap mengajukan kenaikan tarif sebelum adanya kenaikan BBM.
”Mengacu kepada janji Kemenhub untuk melakukan kenaikan tarif secara bertahap setiap 6 bulan dan disetujui pada saat itu sesuai dengan KM 172 Tahun 2022 yang prosesnya sudah melibatkan stakeholders yang akan dilakukan bertahap dengan besaran saat itu adalah sebesar 20%, dan Menhub sudah menyetujui serta menandatangani surat keputusan tersebut dan bahkan menyosialisasikannya kepada masyarakat,” sebutnya.
Tetapi tanpa melibatkan stakeholders tariff, kata mantan angota Komisi V DPR periode 2014-2019 ini, Menhub membatalkan tarif yang sudah disosialisasikan ke publik dengan besaran 11%.
Bersamaan satu minggu sebelumnya terjadinya kenaikan BBM sebesar 32%, sehingga kesulitan dari pengusaha menjadi bertambah berat sebelum kenaikan BBM.
Padahal Kemenhub seharusnya tahu bahwa banyak sekali operator yang tidak bisa memenuhi standardisasi pelayanan minimum bahkan keselamatan minimum di transportasi penyeberangan yang tentunya akan menjadi benih-benih kecelakaan.
“Bukti dari kesulitan pengusaha untuk memenuhi standar keselamatan dan pelayanan minimum pernah disurvei langsung oleh Tim Gapasdap, di mana dari 2 kapal di masing-masing lintasan rata-rata terdapat sekitar 20-30 item kekurangan keselamatan dan pelayanan minimum," ujarnya.
"Bila kita mengacu pada perhitungan tarif yang sebenarnya yang sudah melibatkan stakeholders tarif yakni, YLKI, PT. ASDP, operator pelayaran, asuransi, dan pemerintah bahkan Kemenko Marvest pada 2019. Di mana ditetapkan tarif sudah tertinggal 45,5% dari HPP, dan Kemenhub menjanjikan akan menaikkan secara bertahap dengan kenaikan di 2020 hanya sebesar 10,1 %,” kata Bambang, Jumat (6/1/2023).
Kondisi ini membuat banyak pengusaha pelayaran yang mengalami kesulitan bahkan beberapa di antaranya bangkrut. Menurut Bambang, semuanya terjadi di lintas komersial akibat tarif yang tertinggal sangat jauh dari perhitungan break event point yang dilakukan oleh pemerintah.
Kalau melihat runtutan kronologi tarif di Gapasdap pada 2021 Gapasdap mengajukan kenaikan tarif sebelum adanya kenaikan BBM.
”Mengacu kepada janji Kemenhub untuk melakukan kenaikan tarif secara bertahap setiap 6 bulan dan disetujui pada saat itu sesuai dengan KM 172 Tahun 2022 yang prosesnya sudah melibatkan stakeholders yang akan dilakukan bertahap dengan besaran saat itu adalah sebesar 20%, dan Menhub sudah menyetujui serta menandatangani surat keputusan tersebut dan bahkan menyosialisasikannya kepada masyarakat,” sebutnya.
Tetapi tanpa melibatkan stakeholders tariff, kata mantan angota Komisi V DPR periode 2014-2019 ini, Menhub membatalkan tarif yang sudah disosialisasikan ke publik dengan besaran 11%.
Bersamaan satu minggu sebelumnya terjadinya kenaikan BBM sebesar 32%, sehingga kesulitan dari pengusaha menjadi bertambah berat sebelum kenaikan BBM.
Padahal Kemenhub seharusnya tahu bahwa banyak sekali operator yang tidak bisa memenuhi standardisasi pelayanan minimum bahkan keselamatan minimum di transportasi penyeberangan yang tentunya akan menjadi benih-benih kecelakaan.
“Bukti dari kesulitan pengusaha untuk memenuhi standar keselamatan dan pelayanan minimum pernah disurvei langsung oleh Tim Gapasdap, di mana dari 2 kapal di masing-masing lintasan rata-rata terdapat sekitar 20-30 item kekurangan keselamatan dan pelayanan minimum," ujarnya.
tulis komentar anda