Tokoh Masyarakat Sosiri Sebut Kegagalan Otsus adalah Kegagalan Pemimpin Papua
Senin, 05 Desember 2022 - 13:35 WIB
JAYAPURA - Tokoh masyarakat dari Distrik Waibu Kabupaten Jayapura, Lazarus Dike mengatakan, Otonomi Khusus (Otsus) Papua jilid satu yang banyak dikeluhkan masyarakat lantaran mereka kurang merasakan dampak positifnya, mengindikasikan kegagalan para pemimpin di Papua mengimplementasikan kebijakan Otsus.
Kepala Suku Dike Kampung Sosiri ini menilai, para pemimpin Papua yang mengelola dana Otsus kurang memiliki empati terhadap kesulitan hidup masyarakat kecil. Penyelewengan anggaran Otsus yang terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari pejabat provinsi, kabupaten, hingga pengelola dana Kampung adalah cermin dari ketiadaan empati para pejabat daerah tersebut.
“Dalam diskusi-diskusi kami dengan masyarakat, kami melihat seperti itu. Dulu kami berteriak supaya ada Otsus, supaya ada orang asli Papua yang jadi pemimpin. Tapi setelah anak-anak Papua sendiri jadi pemimpin, malah banyak penyalahgunaan wewenang. Jadi apa yang terjadi ini sebenarnya karena penyelewengan, penyalahgunaan (anggaran) oleh para pemimpin-pemimin ini, orang asli Papua sendiri, di tingkat gubernur, bupati dan lain-lain,” Kata Lazarus di Jayapura, Minggu (4/12/2022).
Lazarus yang semasa muda pernah bekerja pada NGO bernama Oikonomos Foundation Papua ini menyebut, jika para pengelola dana Otsus bekerja penuh dedikasi, maka dana Otsus yang begitu besar mengalir ke tanah Papua selama 20 tahun ini tentu sudah berhasil mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat Papua.
“Kalau seandainya mereka jujur bekerja, dananya digunakan dengan baik, diatur dengan baik, pasti akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Karena uang itu besar sekali, kalau kami dengar nilainya triliunan itu. Masa, untuk mensejahterakan orang Papua yang sedikit jumlahnya ini, susahnya setengah mati. Sampai sekarang Papua masih di bawah garis kemiskinan, seharusnya tidak seperti itu kalau uang itu digunakan dengan baik,” kata Lazarus.
Lazarus membandingkan apa yang pernah dilakukan NGO tempat ia bekerja, yaitu Oikonomos Foundation Papua di Wamena sebelum ada Otsus. Masyarakat lokal (Wamena), sebut Lazarus, dengan modal bergulir tanpa bunga yang dikucurkan NGO tersebut serta pendampingan intensif dari para volunteer NGO.
Mereka bisa mengembangkan potensi UMKM yang mereka kelola, seperti membuka kios, kerajinan, usaha tanaman sayuran, buah, dan peternakan. Hasilnya bisa dijual ke Jayapura dan Sentani menggunakan transportasi pesawat terbang.
Karena itu, Lazarus meminta, pada era Otsus jilid dua, pengembangan potensi masyarakat lokal harus menjadi prioritas. Supaya kalau suatu saat Otsus dihentikan, masyarakat Papua sudah bisa mandiri dalam berbagai aspek.
“Sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur ekonomi yang diamanatkan oleh undang-undang Otsus hanyalah prasyarat menuju kemandirian masyarakat, khususnya masyarakat asli Papua. Karena Papua tidak bisa terus-menerus bergantung pada dana Otsus,” tegas Lazarus.
Kepala Suku Dike Kampung Sosiri ini menilai, para pemimpin Papua yang mengelola dana Otsus kurang memiliki empati terhadap kesulitan hidup masyarakat kecil. Penyelewengan anggaran Otsus yang terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari pejabat provinsi, kabupaten, hingga pengelola dana Kampung adalah cermin dari ketiadaan empati para pejabat daerah tersebut.
“Dalam diskusi-diskusi kami dengan masyarakat, kami melihat seperti itu. Dulu kami berteriak supaya ada Otsus, supaya ada orang asli Papua yang jadi pemimpin. Tapi setelah anak-anak Papua sendiri jadi pemimpin, malah banyak penyalahgunaan wewenang. Jadi apa yang terjadi ini sebenarnya karena penyelewengan, penyalahgunaan (anggaran) oleh para pemimpin-pemimin ini, orang asli Papua sendiri, di tingkat gubernur, bupati dan lain-lain,” Kata Lazarus di Jayapura, Minggu (4/12/2022).
Lazarus yang semasa muda pernah bekerja pada NGO bernama Oikonomos Foundation Papua ini menyebut, jika para pengelola dana Otsus bekerja penuh dedikasi, maka dana Otsus yang begitu besar mengalir ke tanah Papua selama 20 tahun ini tentu sudah berhasil mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat Papua.
“Kalau seandainya mereka jujur bekerja, dananya digunakan dengan baik, diatur dengan baik, pasti akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Karena uang itu besar sekali, kalau kami dengar nilainya triliunan itu. Masa, untuk mensejahterakan orang Papua yang sedikit jumlahnya ini, susahnya setengah mati. Sampai sekarang Papua masih di bawah garis kemiskinan, seharusnya tidak seperti itu kalau uang itu digunakan dengan baik,” kata Lazarus.
Lazarus membandingkan apa yang pernah dilakukan NGO tempat ia bekerja, yaitu Oikonomos Foundation Papua di Wamena sebelum ada Otsus. Masyarakat lokal (Wamena), sebut Lazarus, dengan modal bergulir tanpa bunga yang dikucurkan NGO tersebut serta pendampingan intensif dari para volunteer NGO.
Mereka bisa mengembangkan potensi UMKM yang mereka kelola, seperti membuka kios, kerajinan, usaha tanaman sayuran, buah, dan peternakan. Hasilnya bisa dijual ke Jayapura dan Sentani menggunakan transportasi pesawat terbang.
Karena itu, Lazarus meminta, pada era Otsus jilid dua, pengembangan potensi masyarakat lokal harus menjadi prioritas. Supaya kalau suatu saat Otsus dihentikan, masyarakat Papua sudah bisa mandiri dalam berbagai aspek.
“Sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur ekonomi yang diamanatkan oleh undang-undang Otsus hanyalah prasyarat menuju kemandirian masyarakat, khususnya masyarakat asli Papua. Karena Papua tidak bisa terus-menerus bergantung pada dana Otsus,” tegas Lazarus.
tulis komentar anda