Keunikan Pesantren La-Royba Bali, Hampir Separuh Guru Beragama Hindu
Jum'at, 02 Desember 2022 - 16:59 WIB
KH Ketut Djamal mengajar dengan bahasa pengantar bahasa Bali. Hal ini sudah berjalan dan menjadi mata pelajaran sekolah yang akan terus dipertahankan lokal wisdom, yakni bahasa Bali. Selain Kitab Kuning juga santri diwajibkan belajar bahasa Inggri dan Arab dan ekstra kurikuler, yakni jam mulai 14.00 hingga 22.00 Wita.
"Jumlah santri saat ini total ada 239 orang, di mana 70 persen berasal dari Kota Denpasar. Namun ada juga yang berasal dari Pulau Nias, Medan, hingga Sumba," paparnya.
Sementara itu, Made Sudiyawan salah seorang guru pesantren La-Royba beragama Hindu mengaku toleransi beragama sangat dijunjung tinggi di sekolah tempatnya mengajar.
Made Sudiyawan yang mengajar mata pelajaran pendidikan dan jasmani (Penjaskes) ini bahkan kini dipercaya menjadi Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Madrasah Aliyah bidang Sarana dan Prasarana.
Dia menuturkan, semenjak bergabung pada 2014 merasa nyaman mengajar di Pesantren La-Royba.
"Kalau Hari Raya atau ada upacara agama Hindu, saya diminta libur. Pernah saya di awal dulu masuk karena enggak tahu, tapi malah disuruh pulang untuk menjalankan upacara dan merayakan Hari Raya," sebutnya.
Hidup rukun dan penuh toleransi serta saling menghargai inilah yang membuat Made Sudiyawan dan 17 guru beragama Hindu bisa nyawan bekerja di pesantren La-Royba hingga kini.
Sementara itu, salah seorang santriwati, Maulidona mengaku sengaja memilih bersekolah di pesantren ini. Hingga sekarang, siswi Madrasah Aliyah kelas XII itu mengaku merasa nyawan.
"Selain belajar di sekolah dan pesantren, banyak kegiatan di sini yang bisa diikuti. Kalau tinggalnya kami di asrama sekolah. Pulang ke rumah hanya saat libur saja," ujarnya.
"Jumlah santri saat ini total ada 239 orang, di mana 70 persen berasal dari Kota Denpasar. Namun ada juga yang berasal dari Pulau Nias, Medan, hingga Sumba," paparnya.
Sementara itu, Made Sudiyawan salah seorang guru pesantren La-Royba beragama Hindu mengaku toleransi beragama sangat dijunjung tinggi di sekolah tempatnya mengajar.
Made Sudiyawan yang mengajar mata pelajaran pendidikan dan jasmani (Penjaskes) ini bahkan kini dipercaya menjadi Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Madrasah Aliyah bidang Sarana dan Prasarana.
Dia menuturkan, semenjak bergabung pada 2014 merasa nyaman mengajar di Pesantren La-Royba.
"Kalau Hari Raya atau ada upacara agama Hindu, saya diminta libur. Pernah saya di awal dulu masuk karena enggak tahu, tapi malah disuruh pulang untuk menjalankan upacara dan merayakan Hari Raya," sebutnya.
Hidup rukun dan penuh toleransi serta saling menghargai inilah yang membuat Made Sudiyawan dan 17 guru beragama Hindu bisa nyawan bekerja di pesantren La-Royba hingga kini.
Sementara itu, salah seorang santriwati, Maulidona mengaku sengaja memilih bersekolah di pesantren ini. Hingga sekarang, siswi Madrasah Aliyah kelas XII itu mengaku merasa nyawan.
"Selain belajar di sekolah dan pesantren, banyak kegiatan di sini yang bisa diikuti. Kalau tinggalnya kami di asrama sekolah. Pulang ke rumah hanya saat libur saja," ujarnya.
(shf)
tulis komentar anda