Pembangunan Candi Borobudur Dimulai Rakai Panangkaran Diselesaikan Samaratungga
Sabtu, 22 Oktober 2022 - 08:15 WIB
Kerajaan Mataram Kuno menjadi salah satu kerajaan tertua di Pulau Jawa. Kerajaan besar yang awalnya lahir dan berkedudukan di Jawa Tengah ini pada akhirnya memindahkan pemerintahannya ke Jawa Timur, akibat bencana alam gunung meletus dan adanya peperangan.
Selama kurun waktu dari periode Jawa Tengah hingga Jawa Timur inilah terdapat sebanyak 16 raja yang berkuasa. Buku "Babad Tanah Jawi" dari tulisan Soedjipto Abimanyu mengisahkan runtutan raja-raja yang memerintah di Kerajaan Mataram. Hal ini didasari pada Prasasti Mantyasih yang kemudian terlihat 16 raja yang berkuasa di Mataram.
Diawali dari Sanjaya, yang merupakan pendiri Kerajaan Mataram kuno atau yang dikenal dengan Kerajaan Medang. Dilanjutkan dengan Rakai Panangkaran yang menandai awal berkuasanya Wangsa Sailendra yang mengawali pembangunan Candi Borobudur . Dilanjutkan dengan Rakai Panunggalan alias Dharanindra, yang menjadi raja ketiga Mataram kuno, di masa Rakai Panunggalan inilah Kerajaan Sriwijaya ditaklukkan, bahkan perluasan wilayah kekuasaan sampai ke Kamboja dan Campa.
Raja keempat Mataram kuno yang berkuasa yakni Rakai Warak alias Samaragrawira, ayah dari Balaputradewa, raja Sriwijaya Wirawairimathana. Berlanjut ke Rakai Garung atau Samaratungga Sri Maharaja Samaratungga. Di masa Samaratungga yang memerintah pada 792-835 inilah candi megah kebanggaan Indonesia diselesaikan pembangunannya.
Candi Borobudur ini diselesaikan pada 825, dan kini menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Untuk memperkuat aliansi Dinasti Sailendra dengan penguasa Sriwijaya, Samaratungga menikahi Dewi Tara, putri Dharmasetu. Dari pernikahan itu memiliki seorang putra pewaris tahta Balaputradewa, dan Pramodawardhani yang menikahi dengan Rakai Pikatan, putra Sri Maharaja Rakai Garung, raja kelima Kerajaan Medang.
Rakai Pikatan suami Pramodawardhani menjadi raja keenam yang menjadi awal kebangkitan Dinasti Sanjaya yang ditandai dengan Candi Prambanan. Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para raja Mataram versi Prasasti Mantyasih. Namun nama aslinya menurut Prasasti Argapura adalah Mpu Manuku.
Raja ketujuh dari Kerajaan Medang yakni Rakai Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Menurut Prasasti Wantil atau Prasasti Siwagerha tanggal 12 November 856, Dyah Lokapala naik tahta jadi raja menggantikan ayahnya sang Jatiningrat, gelar Rakai Pikatan sebagai brahmana. Rakai Watuhumalang menjadi raja kedelapan Mataram kuno, ia naik tahta setelah terjadi perebutan kekuasaan antara Rakai Gurunwangi dan Rakai Kayuwangi, yang notabene merupakan anak dari Rakai Pikatan.
Rakai Watukura Dyah Balitung, menjadi raja ke-9 di Medang. Ia naik tahta sepeninggal Rakai Watukura, usia berhasil menaklukkan Rakai Gurunwangi dan Rakai Limus. Pada akhir pemerintahan Dyah Balitung, terjadi persekutuan antara Mpu Daksa denhan Rakai Gurunwangi, sesuai dengan sumber di Prasasti Taji Gunung. Di masa Dyah Balitung pula pusat kerajaan telah berpindah dari Mamratipura ke Poh Pitu, sekitar Kedu.
Raja ke-10 Mataram Kuno yakni Mpu Daksa. Ia naik tahta menggantikan Dyah Balitung yang merupakan saudara iparnya. Hubungan kekerabatan ini didasari pada bukti bahwa Daksa sering disebut namanya bersamaan dengan istri Balitung pada beberapa prasasti.
Selama kurun waktu dari periode Jawa Tengah hingga Jawa Timur inilah terdapat sebanyak 16 raja yang berkuasa. Buku "Babad Tanah Jawi" dari tulisan Soedjipto Abimanyu mengisahkan runtutan raja-raja yang memerintah di Kerajaan Mataram. Hal ini didasari pada Prasasti Mantyasih yang kemudian terlihat 16 raja yang berkuasa di Mataram.
Baca Juga
Diawali dari Sanjaya, yang merupakan pendiri Kerajaan Mataram kuno atau yang dikenal dengan Kerajaan Medang. Dilanjutkan dengan Rakai Panangkaran yang menandai awal berkuasanya Wangsa Sailendra yang mengawali pembangunan Candi Borobudur . Dilanjutkan dengan Rakai Panunggalan alias Dharanindra, yang menjadi raja ketiga Mataram kuno, di masa Rakai Panunggalan inilah Kerajaan Sriwijaya ditaklukkan, bahkan perluasan wilayah kekuasaan sampai ke Kamboja dan Campa.
Raja keempat Mataram kuno yang berkuasa yakni Rakai Warak alias Samaragrawira, ayah dari Balaputradewa, raja Sriwijaya Wirawairimathana. Berlanjut ke Rakai Garung atau Samaratungga Sri Maharaja Samaratungga. Di masa Samaratungga yang memerintah pada 792-835 inilah candi megah kebanggaan Indonesia diselesaikan pembangunannya.
Candi Borobudur ini diselesaikan pada 825, dan kini menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Untuk memperkuat aliansi Dinasti Sailendra dengan penguasa Sriwijaya, Samaratungga menikahi Dewi Tara, putri Dharmasetu. Dari pernikahan itu memiliki seorang putra pewaris tahta Balaputradewa, dan Pramodawardhani yang menikahi dengan Rakai Pikatan, putra Sri Maharaja Rakai Garung, raja kelima Kerajaan Medang.
Rakai Pikatan suami Pramodawardhani menjadi raja keenam yang menjadi awal kebangkitan Dinasti Sanjaya yang ditandai dengan Candi Prambanan. Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para raja Mataram versi Prasasti Mantyasih. Namun nama aslinya menurut Prasasti Argapura adalah Mpu Manuku.
Baca Juga
Raja ketujuh dari Kerajaan Medang yakni Rakai Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Menurut Prasasti Wantil atau Prasasti Siwagerha tanggal 12 November 856, Dyah Lokapala naik tahta jadi raja menggantikan ayahnya sang Jatiningrat, gelar Rakai Pikatan sebagai brahmana. Rakai Watuhumalang menjadi raja kedelapan Mataram kuno, ia naik tahta setelah terjadi perebutan kekuasaan antara Rakai Gurunwangi dan Rakai Kayuwangi, yang notabene merupakan anak dari Rakai Pikatan.
Rakai Watukura Dyah Balitung, menjadi raja ke-9 di Medang. Ia naik tahta sepeninggal Rakai Watukura, usia berhasil menaklukkan Rakai Gurunwangi dan Rakai Limus. Pada akhir pemerintahan Dyah Balitung, terjadi persekutuan antara Mpu Daksa denhan Rakai Gurunwangi, sesuai dengan sumber di Prasasti Taji Gunung. Di masa Dyah Balitung pula pusat kerajaan telah berpindah dari Mamratipura ke Poh Pitu, sekitar Kedu.
Raja ke-10 Mataram Kuno yakni Mpu Daksa. Ia naik tahta menggantikan Dyah Balitung yang merupakan saudara iparnya. Hubungan kekerabatan ini didasari pada bukti bahwa Daksa sering disebut namanya bersamaan dengan istri Balitung pada beberapa prasasti.
tulis komentar anda