Sempat Terpuruk karena Covid-19 hingga Dapat Rapor Merah, Pendidikan di Batanghari Bangkit
Kamis, 20 Oktober 2022 - 02:29 WIB
"Ketika pemerintah pusat melakukan pembatasan sekolah, kami bingung, baru setelah mengikuti pelatihan TF, kami tahu menghadapi pengajaran saat pandemi," katanya, kepada SINDOnews.
Namun, fakta di lapangan yang sangat kompleks membuat para guru harus lebih kreatif dalam mengajar para siswa.
"Ternyata banyak kendalanya, banyak guru kita yang tidak terbiasa dengan zoom. Kendala lain muncul, banyak siswa kita yang daerahnya sulit sinyal. Akhirnya, kami juga menyiapkan pelajaran luring," paparnya.
Upaya ini cukup berhasil. Para siswa yang kesulitan mendapatkan perangkat elektronik, bisa tetap belajar dengan cara para orang tua menjemput tugas di sekolah.
"Selama 2 tahun, itu kami lakukan. Kami juga mengalami learningless. Banyak siswa kami yang lebih memilih ke kebun, ada yang menikah dan pergi merantau. Setelah pandemi, kami coba bangkit," ungkapnya.
Semua cara untuk bangkit pun ditempuh. Mulai dengan memanfaatkan medsos sebagai sarana pembelajaran, seperti TikTok, hingga membuat Grup Facebook.
Di sekolah, para siswa juga digembleng untuk bisa menulis indah, baik dengan cara membuat puisi, hingga cerpen dan komik. Termasuk, meningkatkan minat baca para siswa, termasuk juga para orangtuanya.
"Yang merah di rapor itu menulisnya, jadi itu PR besar kita di pelajaran Bahasa Indonesia. Makanya kegiatan menulisnya yang harus digiatkan lagi, salah satunya dengan cara menulis puisi," sambungnya.
Namun, fakta di lapangan yang sangat kompleks membuat para guru harus lebih kreatif dalam mengajar para siswa.
"Ternyata banyak kendalanya, banyak guru kita yang tidak terbiasa dengan zoom. Kendala lain muncul, banyak siswa kita yang daerahnya sulit sinyal. Akhirnya, kami juga menyiapkan pelajaran luring," paparnya.
Upaya ini cukup berhasil. Para siswa yang kesulitan mendapatkan perangkat elektronik, bisa tetap belajar dengan cara para orang tua menjemput tugas di sekolah.
"Selama 2 tahun, itu kami lakukan. Kami juga mengalami learningless. Banyak siswa kami yang lebih memilih ke kebun, ada yang menikah dan pergi merantau. Setelah pandemi, kami coba bangkit," ungkapnya.
Semua cara untuk bangkit pun ditempuh. Mulai dengan memanfaatkan medsos sebagai sarana pembelajaran, seperti TikTok, hingga membuat Grup Facebook.
Di sekolah, para siswa juga digembleng untuk bisa menulis indah, baik dengan cara membuat puisi, hingga cerpen dan komik. Termasuk, meningkatkan minat baca para siswa, termasuk juga para orangtuanya.
"Yang merah di rapor itu menulisnya, jadi itu PR besar kita di pelajaran Bahasa Indonesia. Makanya kegiatan menulisnya yang harus digiatkan lagi, salah satunya dengan cara menulis puisi," sambungnya.
tulis komentar anda