Anak TKI Dinilai Rentan Jadi Korban Kekerasan, Mengapa?
Jum'at, 03 Juli 2020 - 08:28 WIB
LOMBOK - Anak tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ditinggal bekerja ke luar negeri dinilai rentan menjadi korban kekerasan. Di Lombok Timur, dari rata rata 10 kasus kekerasan terhadap anak, ada 3 sampai 4 anak Pekerja Buruh Migran (PMI).
"Mereka tak hanya sebagai korban, bahkan sayangnya di antara mereka juga menjadi pelaku kekerasan," ungkap Ketua Lembaga Perlindungan Anak Lombok Timur, Judan Putrabaya, Saat Lokakarya Perlindungan Pekerja Migran Yang digelar ADBMI, Kamis (02/07/2020).
Anak-anak tersebut rentan karna selama ditinggal, mereka diasuh hanya seorang ibu atau ayah. Bhakan sering ditemukan dititipkan ke neneknya selama bertahun-tahun ini. Nah, pola asuh seperti ini, tambahnya, membuat anak anak semakin bebas dan sulit dikendalikan.
(Baca juga: Rekor, 204 Karyawan Perusahaan Tambang di Halmahera Positif COVID-19 )
Dia menyayangkan, belum hadirnya negara dalam memberikan perlindungan terhadap mereka. Misalnya soal kesejahteraan dan penyiapan pengasuhan ramah atau layak anak di Lombok Timur. "Bentuk intervensi ini belum ada dari negara sebagai upaya untuk melindungi mereka," tandas Judan.
Data Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI), dari 9.000 TKI di 5 desa binaannya di Lombok Timur, ada 4.700 anak yang ditinggalkan bertahun-tahun bekerja ke luar negeri. "Ini baru 5 desa binaan yang kita bina. Datanya by name by adress ya," jelas Direktur ADBMI, Roma Hidayat.
(Baca juga: Langkah Tak Seiring Dua Ibu Dalam Kendalikan Pandemi Covid-19 )
Selama ini, sambungnya, selain pengasuhan dititipkan ke salah satu keluarga, anak-anak TKI ini dibesarkan dengan media sosial. Mereka dengan bebas mengakses karna memang tidak ada yang mengawasi.
"Sekarang pun berkembangnya modus pelecehan seksual melalui media sosial. Ini yang dialami oleh anak PMI kita," pungkasnya.
"Mereka tak hanya sebagai korban, bahkan sayangnya di antara mereka juga menjadi pelaku kekerasan," ungkap Ketua Lembaga Perlindungan Anak Lombok Timur, Judan Putrabaya, Saat Lokakarya Perlindungan Pekerja Migran Yang digelar ADBMI, Kamis (02/07/2020).
Anak-anak tersebut rentan karna selama ditinggal, mereka diasuh hanya seorang ibu atau ayah. Bhakan sering ditemukan dititipkan ke neneknya selama bertahun-tahun ini. Nah, pola asuh seperti ini, tambahnya, membuat anak anak semakin bebas dan sulit dikendalikan.
(Baca juga: Rekor, 204 Karyawan Perusahaan Tambang di Halmahera Positif COVID-19 )
Dia menyayangkan, belum hadirnya negara dalam memberikan perlindungan terhadap mereka. Misalnya soal kesejahteraan dan penyiapan pengasuhan ramah atau layak anak di Lombok Timur. "Bentuk intervensi ini belum ada dari negara sebagai upaya untuk melindungi mereka," tandas Judan.
Data Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI), dari 9.000 TKI di 5 desa binaannya di Lombok Timur, ada 4.700 anak yang ditinggalkan bertahun-tahun bekerja ke luar negeri. "Ini baru 5 desa binaan yang kita bina. Datanya by name by adress ya," jelas Direktur ADBMI, Roma Hidayat.
(Baca juga: Langkah Tak Seiring Dua Ibu Dalam Kendalikan Pandemi Covid-19 )
Selama ini, sambungnya, selain pengasuhan dititipkan ke salah satu keluarga, anak-anak TKI ini dibesarkan dengan media sosial. Mereka dengan bebas mengakses karna memang tidak ada yang mengawasi.
"Sekarang pun berkembangnya modus pelecehan seksual melalui media sosial. Ini yang dialami oleh anak PMI kita," pungkasnya.
(msd)
tulis komentar anda