Kisah Sayuti Melik Ketik Naskah Proklamasi Kemerdekaan di Rumah Laksamana Maeda
Selasa, 16 Agustus 2022 - 14:15 WIB
Karenanya selama 1927-1933, ia termasuk dari banyak aktivis pergerakan yang dibuang ke Boven Digul. Hidup Sayuti Melik selanjutnya banyak dihabiskan keluar masuk penjara kolonial.
Pada masa pemerintahan militer Jepang (1942-1945), Sayuti Melik mendekam di dalam penjara Ambarawa, Jawa Tengah. Ia dibebaskan setelah tulisannya berjudul “Kebudayaan dan Kemerdekaan” diam-diam diikutsertakan sayembara mengarang yang digelar Jepang.
“Ternyata tulisan tersebut memenangkan hadiah nomor satu. Tetapi kiranya bukan karena karangannya cukup baik, melainkan karena kepala jurinya ialah Mr. Mohamad Yamin. Beliau mengenal gaya bahasa tulisan saya dan mengerti pada waktu itu saya berada di penjara Ambarawa,” kata Sayuti Melik dalam artikel Perkenalan Saya dengan Bung Karno.
Tak lama menghirup udara bebas, Sayuti Melik menerima surat dari PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin Bung Karno dan Bung Hatta. Ia diminta segera datang ke Jakarta.
Selama di Jakarta Sayuti Melik berjejaring dengan para pemuda pejuang yang bermarkas di Menteng 31. Juga berinteraksi dengan kelompok Kebon Sirih 82 yang bekerja sama dengan orang-orang Kaigun (Angkatan Laut Jepang) yang diam-diam bersimpati dengan kemerdekaan Indonesia.
Pada 16 Agustus 1945 malam, setelah dilepaskan dari penculikan Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta langsung menuju rumah Laksamana Muda Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta Pusat.
Disaksikan Lakmasana Maeda selaku perwira tinggi Angkatan Laut Jepang, Nishijima, Yoshizumi dan Miyoshi dari Angkatan Darat, teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sayuti Melik ikut serta. Begitu juga pemuda Sukarni dan Chaerul Saleh.
Begitu usai diketik Sayuti Melik, Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan di depan para peserta rapat. Sesudah semua menyatakan setuju, teks ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta.
“Menurut Hatta teks disambut dengan tepuk tangan yang riuh,” tulis Lambert Giebels dalam Soekarno Biografi 1901-1950.
Sejumlah petinggi Jepang yang hadir, terutama Laksamana Maeda selaku tuan rumah, tidak mengambil reaksi apapun. Sayuti Melik yang pernah merasakan kejamnya penjara militer Jepang, penasaran dengan hal itu.
Pada masa pemerintahan militer Jepang (1942-1945), Sayuti Melik mendekam di dalam penjara Ambarawa, Jawa Tengah. Ia dibebaskan setelah tulisannya berjudul “Kebudayaan dan Kemerdekaan” diam-diam diikutsertakan sayembara mengarang yang digelar Jepang.
“Ternyata tulisan tersebut memenangkan hadiah nomor satu. Tetapi kiranya bukan karena karangannya cukup baik, melainkan karena kepala jurinya ialah Mr. Mohamad Yamin. Beliau mengenal gaya bahasa tulisan saya dan mengerti pada waktu itu saya berada di penjara Ambarawa,” kata Sayuti Melik dalam artikel Perkenalan Saya dengan Bung Karno.
Tak lama menghirup udara bebas, Sayuti Melik menerima surat dari PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin Bung Karno dan Bung Hatta. Ia diminta segera datang ke Jakarta.
Selama di Jakarta Sayuti Melik berjejaring dengan para pemuda pejuang yang bermarkas di Menteng 31. Juga berinteraksi dengan kelompok Kebon Sirih 82 yang bekerja sama dengan orang-orang Kaigun (Angkatan Laut Jepang) yang diam-diam bersimpati dengan kemerdekaan Indonesia.
Pada 16 Agustus 1945 malam, setelah dilepaskan dari penculikan Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta langsung menuju rumah Laksamana Muda Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta Pusat.
Disaksikan Lakmasana Maeda selaku perwira tinggi Angkatan Laut Jepang, Nishijima, Yoshizumi dan Miyoshi dari Angkatan Darat, teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sayuti Melik ikut serta. Begitu juga pemuda Sukarni dan Chaerul Saleh.
Begitu usai diketik Sayuti Melik, Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan di depan para peserta rapat. Sesudah semua menyatakan setuju, teks ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta.
“Menurut Hatta teks disambut dengan tepuk tangan yang riuh,” tulis Lambert Giebels dalam Soekarno Biografi 1901-1950.
Sejumlah petinggi Jepang yang hadir, terutama Laksamana Maeda selaku tuan rumah, tidak mengambil reaksi apapun. Sayuti Melik yang pernah merasakan kejamnya penjara militer Jepang, penasaran dengan hal itu.
Lihat Juga :
tulis komentar anda