LBH : Aksi May Day Tidak Boleh Dilarang Karena Dilindungi Undang-undang
Senin, 27 April 2020 - 09:09 WIB
MAKASSAR - Sejumlah pihak beraksi terkait belum keluarnya izin perayaan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Kata Wakil Direktur LBH Makassar, Haedir, jika tidak ada alasan bagi pihak Kepolisian dan Pemerintah untuk melarang buruh untuk menggelar May Day tersebut. Sebab merupakan unjuk rasa yang dilindungi undang-undang terlebih dalam aturan PSBB juga tidak ada satupun poin yang melarang unjuk rasa.
"Kalau secara aturan, tentu namanya unjuk rasa tidak bisa dilarang apalagi dalam aturan PSBB juga tidak ada poin itu. Makanya tidak berdasar jika may day tidak bisa digelar oleh buruh," tukasnya kepada SINDOnews.
Meski demikian, Haedir tak menampik risiko tertular dan menularkan virus memang sangat penting untuk dihindari, hanya saja, jika memang buruh menganggap harus berunjuk rasa, tentu saja mereka harus bisa memastikan keselamatan diri dengan menggunakan alat pelindung diri.
"Hal hal itu yang harus dipastikan dulu oleh para pimpinan serikat atau pihak-pihak yang bertanggung jawab lainnya, misalnya semua orang harus memiliki masker, pastikan tetap jaga jarak, minta agar tak membuka masker dalam kondisi apapun, kalau perlu pakai jas hujan agar benar-benar terlindungi," jelasnya.
Pria yang aktif dan mengambil konsentrasi pada masalah hukum perburuhan itu mengatakan May Day tahun ini begitu penting bagi buruh dan serikat buruh, sebab saat ini mereka sedang memperjuangkan hak haknya, memperjuangkan sikapnya untuk menolak Omnimbus Law RUU Cipta Kerja, terlebih kondisi saat ini tujuh ribu lebih buruh di Sulsel yang terkena PHK dan pemotongan upah.
"Situasi sekarang memang sangat merugikan buruh, selain mereka mengkhawatirkan RUU Cilaka, gelombang PHK dan pemotongan upah akan menjadi motivasi May Day tahun ini, makanya saya kira mereka akan mencari alternatif agar momentum bersejarah bagi mereka ini tetap dilangsungkan, apalagi saya kira dalam aturan PSBB, unjuk rasa itu tidak dilarang dan tidak ada aturan yang melarang itu," tambah Dia.
Lebih lanjut, Haedir mengaku sangat menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung menguntungkan perusahaan, alih-alih melindungi buruh yang merupakan tulang punggung produksi, pemerintah malah memberi banyak sekali keuntungan pada perusahaan, termasuk pembebasan pajak, pemberian insentif dan wacana pemberian hibah.
"Dalihnya menyelamatkan roda ekonomi, tapi dasarnya dari mana kalau perusahaan terancam bangkrut, kalau rugi iya memang, sudah konsekuensi pengusaha kondisi seperti ini akan merugi, tapi yang jadi soal kenapa situasi seperti ini bukannya buruh yang diprioritaskan. Saya kemarin sempat baca diberita, ada kritik itu, katanya dengan membiarkan PHK dan Pemotongan upah pada kaum buruh, itu justru berimbas pada daya beli. Tapi kejadiannya Pemerintah juga abai," ujarnya.
Kata Wakil Direktur LBH Makassar, Haedir, jika tidak ada alasan bagi pihak Kepolisian dan Pemerintah untuk melarang buruh untuk menggelar May Day tersebut. Sebab merupakan unjuk rasa yang dilindungi undang-undang terlebih dalam aturan PSBB juga tidak ada satupun poin yang melarang unjuk rasa.
"Kalau secara aturan, tentu namanya unjuk rasa tidak bisa dilarang apalagi dalam aturan PSBB juga tidak ada poin itu. Makanya tidak berdasar jika may day tidak bisa digelar oleh buruh," tukasnya kepada SINDOnews.
Meski demikian, Haedir tak menampik risiko tertular dan menularkan virus memang sangat penting untuk dihindari, hanya saja, jika memang buruh menganggap harus berunjuk rasa, tentu saja mereka harus bisa memastikan keselamatan diri dengan menggunakan alat pelindung diri.
"Hal hal itu yang harus dipastikan dulu oleh para pimpinan serikat atau pihak-pihak yang bertanggung jawab lainnya, misalnya semua orang harus memiliki masker, pastikan tetap jaga jarak, minta agar tak membuka masker dalam kondisi apapun, kalau perlu pakai jas hujan agar benar-benar terlindungi," jelasnya.
Pria yang aktif dan mengambil konsentrasi pada masalah hukum perburuhan itu mengatakan May Day tahun ini begitu penting bagi buruh dan serikat buruh, sebab saat ini mereka sedang memperjuangkan hak haknya, memperjuangkan sikapnya untuk menolak Omnimbus Law RUU Cipta Kerja, terlebih kondisi saat ini tujuh ribu lebih buruh di Sulsel yang terkena PHK dan pemotongan upah.
"Situasi sekarang memang sangat merugikan buruh, selain mereka mengkhawatirkan RUU Cilaka, gelombang PHK dan pemotongan upah akan menjadi motivasi May Day tahun ini, makanya saya kira mereka akan mencari alternatif agar momentum bersejarah bagi mereka ini tetap dilangsungkan, apalagi saya kira dalam aturan PSBB, unjuk rasa itu tidak dilarang dan tidak ada aturan yang melarang itu," tambah Dia.
Lebih lanjut, Haedir mengaku sangat menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung menguntungkan perusahaan, alih-alih melindungi buruh yang merupakan tulang punggung produksi, pemerintah malah memberi banyak sekali keuntungan pada perusahaan, termasuk pembebasan pajak, pemberian insentif dan wacana pemberian hibah.
"Dalihnya menyelamatkan roda ekonomi, tapi dasarnya dari mana kalau perusahaan terancam bangkrut, kalau rugi iya memang, sudah konsekuensi pengusaha kondisi seperti ini akan merugi, tapi yang jadi soal kenapa situasi seperti ini bukannya buruh yang diprioritaskan. Saya kemarin sempat baca diberita, ada kritik itu, katanya dengan membiarkan PHK dan Pemotongan upah pada kaum buruh, itu justru berimbas pada daya beli. Tapi kejadiannya Pemerintah juga abai," ujarnya.
tulis komentar anda