Tradisi Halalbihalal Eratkan Kohesi Sosial dan Memperkuat Moderasi
Sabtu, 14 Mei 2022 - 16:57 WIB
"Secara historis, istilah halalbihalal dimunculkan muassis jami'iyyah NU KH Wahab Chasbullah, sebagai pengganti kata silaturahim yang dianggap biasa, untuk mengatasi konflik antara tokoh politik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno," jelasnya.
Konteks ini, sebutnya, semakin menekankan substansi moderasi beragama dalam halalbihalal, baik dalam aspek komitmen kebangsaan, anti-kekerasan, maupun toleransi.
"Bahwa potensi konflik perlu dikelola dengan baik agar tidak melunturkan komitmen kebangsaan, tidak berujung pada tindak kekerasan, dan justru bisa diubah menjadi energi positif untuk terus merajut toleransi," tegas Wibowo.
"Pendiri bangsa kita menemukan salah satu caranya yang kemudian mentradisi sebagai halalbihalal," lanjutnya.
Dia menjelaskan, ada keterkaitan yang erat antara kata halalbihalal dengan esensi silaturahim. Kata halal berasal dari kata halla atau halala mempunyai makna yang berkisar pada menyelesaikan kesulitan, mencairkan yang beku, melepaskan yang membelenggu.
Melalui halal bihalal, kata dia, di saat Lebaran ini diharapkan terjadi perubahan suasana dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Dari beku menjadi cair, dari sulit menjadi mudah, dan dari terikat menjadi terlepas. Makna ini bisa dicapai, di antaranya, dengan cara saling maaf-memaafkan.
"Halal bihalal sangat relevan menjadi momentum penguatan moderasi beragama yang menjadi salah satu program prioritas Gus Menteri Agama, Gus Yaqut Cholil Qoumas. Halalbihalal menjadi momentum merajut persaudaraan sekaligus menjadi modal dalam menyongsong tahun politik yang sudah mulai terasa hiruk pikuknya di tengah keragaman Indonesia," pesannya.
"Perbedaan adalah sunnatullah dan tidak bisa ditolak. Namun, seberapa pun perbedaan yang ada, hal itu tidak boleh berujung pada tindak kekerasan, intoleransi, apalagi sampai menghilangkan komitmen kebangsaan. Menjadi tugas kita bersama untuk terus menguatkan moderasi beragama," tegasnya. (khusnul huda)
Konteks ini, sebutnya, semakin menekankan substansi moderasi beragama dalam halalbihalal, baik dalam aspek komitmen kebangsaan, anti-kekerasan, maupun toleransi.
"Bahwa potensi konflik perlu dikelola dengan baik agar tidak melunturkan komitmen kebangsaan, tidak berujung pada tindak kekerasan, dan justru bisa diubah menjadi energi positif untuk terus merajut toleransi," tegas Wibowo.
"Pendiri bangsa kita menemukan salah satu caranya yang kemudian mentradisi sebagai halalbihalal," lanjutnya.
Dia menjelaskan, ada keterkaitan yang erat antara kata halalbihalal dengan esensi silaturahim. Kata halal berasal dari kata halla atau halala mempunyai makna yang berkisar pada menyelesaikan kesulitan, mencairkan yang beku, melepaskan yang membelenggu.
Melalui halal bihalal, kata dia, di saat Lebaran ini diharapkan terjadi perubahan suasana dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Dari beku menjadi cair, dari sulit menjadi mudah, dan dari terikat menjadi terlepas. Makna ini bisa dicapai, di antaranya, dengan cara saling maaf-memaafkan.
"Halal bihalal sangat relevan menjadi momentum penguatan moderasi beragama yang menjadi salah satu program prioritas Gus Menteri Agama, Gus Yaqut Cholil Qoumas. Halalbihalal menjadi momentum merajut persaudaraan sekaligus menjadi modal dalam menyongsong tahun politik yang sudah mulai terasa hiruk pikuknya di tengah keragaman Indonesia," pesannya.
"Perbedaan adalah sunnatullah dan tidak bisa ditolak. Namun, seberapa pun perbedaan yang ada, hal itu tidak boleh berujung pada tindak kekerasan, intoleransi, apalagi sampai menghilangkan komitmen kebangsaan. Menjadi tugas kita bersama untuk terus menguatkan moderasi beragama," tegasnya. (khusnul huda)
(shf)
tulis komentar anda