Sudah 15 Tahun Batubara Dimekarkan, Limapuluh Masih Gelap Gulita, Drainase Tak Berfungsi
Minggu, 08 Mei 2022 - 09:48 WIB
BATUBARA - Sudah 15 tahun Kabupaten Batubara dimekarkan dari kabupaten induk Asahan. Namun sayang, Ibu Kota Limapuluh masih gelap gulita. Bahkan sejumlah drainase tak berfungsi sehingga mengakibatkan warga kebanjiran di musim penghujan.
Pemandangan tak sedap ini kerap dirasakan warga maupun para pengguna jalan. Perempatan Limapuluh yang digadang-gadang sebagai Ibu Kota Batubara, setiap malam tampak gelap karena kurangnya lampu penerangan jalan.
Hal ini dirasakan warga maupun pendatang ketika tingginya arus mudik lebaran suasana jalan tampak gelap sehingga mengundang kecelakaan. "Sudah 15 tahun Batubara dimekarkan, tapi wajah Limapuluh tak pernah berubah. Masih saja gelap dan gersang," ungkap Fendy, setibanya di kampung halaman.
Mirsinya, sambung Fendy, sejumlah drainasei di Lingkungan V, Kelurahan Limapuluh, Kecamatan Limapuluh, sebagian besar tak berfungsi. Bahkan, jika curah hujan tinggi, tak sedikit yang kebanjiran karena air tak mengalir sebagaimana mesitinya.
Seperti drainase di depan pertokoan belakang Pos Lantas Limapuluh. Drainase ini sudah dibangun warga secara swadaya, dan sekarang sudah alami pendangkalan bahkan tersumbat. Tak jarang, sejumlah pejabat melintasi kawasan ini karena menjadi akses utama Jalinsum, bahkan menuju Mapolres Batubara maupun Kantor Bupati.
Nasib yang sama juga dirasakan warga di lintasan menuju Jalan Perdagangan maupun Kisaran. Sejumlah drainase yang sudah dibangun sejak pemerinahan Asahan kini tertutup tanah dan tak berfungsi.
Nasib yang sama juga dirasakan Sutrisno, pemilik warung di Jalan Perintis Kemerdekaan. Buruknya kualitas drainase bahkan mengakibatkankan rumah dan warungnya kebanjiran. Padahal, warung ini hanya berjarak beberapa meter dari kantor pemerintahan maupun gedung dewan.
"Lurah maupun camat, jangan-jangan bupati juga tak tau kalau di simpang Limapuluh ini gelap dan tak ada drainase," celetuk warga Limapuluh.
Tak sedikit warga protes dan mempertanyakan peranan kepala lingkungan (Kepling) setempat yang dinilai hanya makan gaji buta.
"Seharusnya Kepling peduli dan jemput bola untuk menanggulangi masalah ini. Masak lingkungan banjir tak peduli. Harusnya ini sudah dibahas dalam musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) untuk pembangunan drainase," kata warga.
Pemandangan tak sedap ini kerap dirasakan warga maupun para pengguna jalan. Perempatan Limapuluh yang digadang-gadang sebagai Ibu Kota Batubara, setiap malam tampak gelap karena kurangnya lampu penerangan jalan.
Hal ini dirasakan warga maupun pendatang ketika tingginya arus mudik lebaran suasana jalan tampak gelap sehingga mengundang kecelakaan. "Sudah 15 tahun Batubara dimekarkan, tapi wajah Limapuluh tak pernah berubah. Masih saja gelap dan gersang," ungkap Fendy, setibanya di kampung halaman.
Mirsinya, sambung Fendy, sejumlah drainasei di Lingkungan V, Kelurahan Limapuluh, Kecamatan Limapuluh, sebagian besar tak berfungsi. Bahkan, jika curah hujan tinggi, tak sedikit yang kebanjiran karena air tak mengalir sebagaimana mesitinya.
Seperti drainase di depan pertokoan belakang Pos Lantas Limapuluh. Drainase ini sudah dibangun warga secara swadaya, dan sekarang sudah alami pendangkalan bahkan tersumbat. Tak jarang, sejumlah pejabat melintasi kawasan ini karena menjadi akses utama Jalinsum, bahkan menuju Mapolres Batubara maupun Kantor Bupati.
Nasib yang sama juga dirasakan warga di lintasan menuju Jalan Perdagangan maupun Kisaran. Sejumlah drainase yang sudah dibangun sejak pemerinahan Asahan kini tertutup tanah dan tak berfungsi.
Nasib yang sama juga dirasakan Sutrisno, pemilik warung di Jalan Perintis Kemerdekaan. Buruknya kualitas drainase bahkan mengakibatkankan rumah dan warungnya kebanjiran. Padahal, warung ini hanya berjarak beberapa meter dari kantor pemerintahan maupun gedung dewan.
"Lurah maupun camat, jangan-jangan bupati juga tak tau kalau di simpang Limapuluh ini gelap dan tak ada drainase," celetuk warga Limapuluh.
Tak sedikit warga protes dan mempertanyakan peranan kepala lingkungan (Kepling) setempat yang dinilai hanya makan gaji buta.
"Seharusnya Kepling peduli dan jemput bola untuk menanggulangi masalah ini. Masak lingkungan banjir tak peduli. Harusnya ini sudah dibahas dalam musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) untuk pembangunan drainase," kata warga.
(don)
tulis komentar anda