Pertamina Bergolak, Serikat Pekerja Tolak Holding dan Subholding
Sabtu, 20 Juni 2020 - 10:20 WIB
CILACAP - Rencana pembentukan holding dan subholding PT. Pertamina oleh Kementrian BUMN, mendapat penolakan pekerja Pertamina Refinery Unit IV Cilacap, yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijaya Kusuma (SPPWK).
(Baca juga: Pasa Ateh Bukittinggi, Semangat Bangkit di Tengah Pandemi )
Pembentukan holding dan subholding melalui Initial Public Offering (IPO) tersebut, dinilai oleh para pekerja yang tergabung dalam SPPWK sebagai upaya privatisasi perusahaan milik negara.
Aksi damai ini, digelar ratusan anggota SPPPWK di halaman Gedung Patra Graha, Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah. Dalam aksi damai ini, para pekerja membacakan pernyataan sikap yang menyatakan menolak rencana IPO berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina tanggal 12 Juni 2020 lalu.
Selain membacakan pernyataan sikap, aksi damai pekerja Pertamina tersebut juga diisi dengan doa bersama memohon kepada Tuhan YME agar rencana pembentukan holding dan subholding dibatalkan.
(Baca juga: Banjir Tasikmalaya: 500 Keluarga Terisolir, 70 Hektar Sawah Terendam )
Ketua Umum SPPPWK, Titok Dalimunthe mengatakan, pembentukan holding dan subholding ini, akan memecah sektor hulu, pengolahan dan juga hilir. Padahal sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3, seluruh aset Pertamina harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Adanya upaya privatisasi holding dan subholding melalui IPO, juga dinilainya tidak sesuai dengan pasal 77 UU No. 19/2003 tentang BUMN, dan Bab III pasal 4 UU Migas No. 22/2001.
Selain itu, menurutnya pembentukan holding dan subholding akan mengancam kedaulatan energi nasional. Seharusnya Pertamina tidak diberlakukan seperti perusahaan swasta, untuk melindungi Pertamina dari mafia migas yang semakin masif.
(Baca juga: Gerhana Matahari, Kemenag Imbau Daerah Aman Covid-19 Gelar Salat Kusuf )
"Kami tidak akan diam, karena Pertamina ini tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi untuk masa yang akan datang. Aksi ini akan terus berlanjut dengan intensitas lebih tinggi sesuai dengan peraturan perundangan. Sudah ada 19 Serikat Pekerja di bawah naungan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, telah melakukan aksi secara bergelombang dengan harapan dapat mengubah kebijakan Menteri BUMN," kata Titol Dalimunthe
Jika tuntutan pekerja tidak dikabulkan, aksi tersebut akan terus dilakukan di seluruh sentra bisnis Pertamina, mulai dari Sabang sampai Merauke. Bahkan serikat pekerja sedang melakukan upaya hukum untuk menggugurkan keputusan Menteri BUMN dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara maupun Mahkamah Kontitusi.
(Baca juga: Pasa Ateh Bukittinggi, Semangat Bangkit di Tengah Pandemi )
Pembentukan holding dan subholding melalui Initial Public Offering (IPO) tersebut, dinilai oleh para pekerja yang tergabung dalam SPPWK sebagai upaya privatisasi perusahaan milik negara.
Aksi damai ini, digelar ratusan anggota SPPPWK di halaman Gedung Patra Graha, Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah. Dalam aksi damai ini, para pekerja membacakan pernyataan sikap yang menyatakan menolak rencana IPO berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina tanggal 12 Juni 2020 lalu.
Selain membacakan pernyataan sikap, aksi damai pekerja Pertamina tersebut juga diisi dengan doa bersama memohon kepada Tuhan YME agar rencana pembentukan holding dan subholding dibatalkan.
(Baca juga: Banjir Tasikmalaya: 500 Keluarga Terisolir, 70 Hektar Sawah Terendam )
Ketua Umum SPPPWK, Titok Dalimunthe mengatakan, pembentukan holding dan subholding ini, akan memecah sektor hulu, pengolahan dan juga hilir. Padahal sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3, seluruh aset Pertamina harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Adanya upaya privatisasi holding dan subholding melalui IPO, juga dinilainya tidak sesuai dengan pasal 77 UU No. 19/2003 tentang BUMN, dan Bab III pasal 4 UU Migas No. 22/2001.
Selain itu, menurutnya pembentukan holding dan subholding akan mengancam kedaulatan energi nasional. Seharusnya Pertamina tidak diberlakukan seperti perusahaan swasta, untuk melindungi Pertamina dari mafia migas yang semakin masif.
(Baca juga: Gerhana Matahari, Kemenag Imbau Daerah Aman Covid-19 Gelar Salat Kusuf )
"Kami tidak akan diam, karena Pertamina ini tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi untuk masa yang akan datang. Aksi ini akan terus berlanjut dengan intensitas lebih tinggi sesuai dengan peraturan perundangan. Sudah ada 19 Serikat Pekerja di bawah naungan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, telah melakukan aksi secara bergelombang dengan harapan dapat mengubah kebijakan Menteri BUMN," kata Titol Dalimunthe
Jika tuntutan pekerja tidak dikabulkan, aksi tersebut akan terus dilakukan di seluruh sentra bisnis Pertamina, mulai dari Sabang sampai Merauke. Bahkan serikat pekerja sedang melakukan upaya hukum untuk menggugurkan keputusan Menteri BUMN dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara maupun Mahkamah Kontitusi.
(eyt)
tulis komentar anda