Antisipasi Ancaman Pandemi Lanjutan, Kemenkes Dorong Industri Farmasi Produksi Vaksin
Sabtu, 26 Maret 2022 - 00:00 WIB
DENPASAR - Kementerian Kesehatan mendorong industri farmasi memproduksi vaksin yang dibutuhkan dalam menghadapi ancaman pandemi di masa mendatang.
"Kita berharap 14 vaksin imunisasi dasar lengkap ini bisa diproduksi di dalam negeri dengan teknologi yang terdepan," kata Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalusia dalam diskusi di sela Munas Gabungan Pengusaha Industri Farmasi (GPFI) ke XVI di Nusa Dua, Bali, Jumat (25/3/2022).
Baca juga: Kapolresta Denpasar Bilang Stok dan Harga Minyak Curah Aman, Pedagang dan Warga: Mak Nyes Rasanya
Menurutnya, pandemi COVID-19 menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya bangsa ini memiliki kemandirian kesehatan dengan memproduksi obat dalam negeri. Hal itu sekaligus untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat.
Tentunya hal itu tidak bisa dikerjakan oleh industri farmasi saja. Harus ada ekosistem yang disebut Pentahelix mulai akademisi, industri dan pemerintah. Ekosistem ini nantinya akan bekerja mulai dari riset, bahan baku sampai formulasi berupa produk obat.
Untuk mendukung itu, Kementerian Kesehatan akan memberikan fasilitas non fiskal berupa pembiayaan uji klinik untuk industri farmasi inovator. "Seperti vaksin merah putih saat ini, kita biayai," paparnya.
Menanggapi itu, Ketua Umum GPFI Tirto Kusnadi mengatakan, 89% obat yang beredar di Indonesia telah diproduksi industri farmasi dalam negeri.
Di Indonesia saat ini terdapat empat industri farmasi BUMN, 199 industri farmasi swasta dan 24 perusahaan farmasi multinasional. Kemudian pedagang besar farmasi ada 800 distributor dan apotek mencapai 14 ribu unit.
Yang membanggakan, sudah ada enam industri farmasi dalam negeri yang mampu memproduksi bahan baku obat. "Kita ingin bahan baku bisa diproduksi di sini agar tidak lagi bergantung impor. Dengan begitu harga juga akan jauh lebih murah," kata Tirto.
"Kita berharap 14 vaksin imunisasi dasar lengkap ini bisa diproduksi di dalam negeri dengan teknologi yang terdepan," kata Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalusia dalam diskusi di sela Munas Gabungan Pengusaha Industri Farmasi (GPFI) ke XVI di Nusa Dua, Bali, Jumat (25/3/2022).
Baca juga: Kapolresta Denpasar Bilang Stok dan Harga Minyak Curah Aman, Pedagang dan Warga: Mak Nyes Rasanya
Menurutnya, pandemi COVID-19 menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya bangsa ini memiliki kemandirian kesehatan dengan memproduksi obat dalam negeri. Hal itu sekaligus untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat.
Tentunya hal itu tidak bisa dikerjakan oleh industri farmasi saja. Harus ada ekosistem yang disebut Pentahelix mulai akademisi, industri dan pemerintah. Ekosistem ini nantinya akan bekerja mulai dari riset, bahan baku sampai formulasi berupa produk obat.
Untuk mendukung itu, Kementerian Kesehatan akan memberikan fasilitas non fiskal berupa pembiayaan uji klinik untuk industri farmasi inovator. "Seperti vaksin merah putih saat ini, kita biayai," paparnya.
Menanggapi itu, Ketua Umum GPFI Tirto Kusnadi mengatakan, 89% obat yang beredar di Indonesia telah diproduksi industri farmasi dalam negeri.
Di Indonesia saat ini terdapat empat industri farmasi BUMN, 199 industri farmasi swasta dan 24 perusahaan farmasi multinasional. Kemudian pedagang besar farmasi ada 800 distributor dan apotek mencapai 14 ribu unit.
Yang membanggakan, sudah ada enam industri farmasi dalam negeri yang mampu memproduksi bahan baku obat. "Kita ingin bahan baku bisa diproduksi di sini agar tidak lagi bergantung impor. Dengan begitu harga juga akan jauh lebih murah," kata Tirto.
(msd)
tulis komentar anda