8 Remaja Purwakarta Dicabuli, Kementerian PPPA Desak Polisi Ambil Tindakan Hukum
Rabu, 23 Maret 2022 - 14:43 WIB
BANDUNG - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) pelecehanmendesak kepolisian mengambil langkah hukum terhadap kasus dugaan pencabulan yang menimpa delapan remaja di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar menyatakan, pihaknya mendesak aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan sesuai dengan undang-undang (UU) yang berlaku.
Pasalnya, lanjut Nahar, berdasarkan hasil koordinasi dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Purwakarta, diperoleh informasi bahwa kasus ini telah dimediasi untuk mencapai kesepakatan damai.
"Kasus percabulan ini harus diselesaikan secara hukum karena ini adalah delik biasa, bukan delik aduan. Kementerian PPPA mendorong keluarga korban dan pihak aparat penegak hukum dapat menuntaskan sesuai dengan UU Perlindungan Anak," tegas Nahar dalam keterangan resminya, Rabu (23/3/2022).
Menurut Nahar, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepolisian, agar menyelidiki kasus ini dan memproses sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dia menegaskan, kepentingan terbaik bagi para korban perlu jadi prioritas, termasuk dampak psikis anak di kemudian hari.
Diketahui, delapan remaja laki-laki berusia 9-13 tahun itu menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang pria berusia 45 tahun yang merupakan tetangga satu kampung para korban. Nahar menekankan, kasus kekerasan seksual seharusnya tidak diselesaikan secara kekeluargaan atau damai karena bisa menjadi preseden buruk.
Penyelesaian secara hukum dinilainya sangat diperlukan, agar kasus serupa tidak terulang dan memberikan efek jera pada pelaku sekaligus perlindungan terhadap anak. Pihaknya juga mendorong, agar dapat dilakukan visum terhadap para korban, agar kasus ini bisa terang benderang.
Apabila terbukti memenuhi unsur percabulan dan pelaku memenuhi unsur Pasal 76E UU 35 Tahun 2014, maka pelaku dapat diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 UU 17 tahun 2016.
Lebih lanjut Nahar mengatakan, Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 pun terus berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jabar dan Dinsos P3A Kabupaten Purwakarta terkait kondisi korban dan rencana pendampingan korban.
"Kami akan terus memantau kondisi korban agar mendapat pendampingan dan pemulihan secara psikis," katanya.
Nahar menambahkan, Kementerian PPPA mendorong masyarakat, terutama anak-anak untuk berani melapor jika menjadi korban kekerasan. Pemerintah pun telah menginisasi Layanan Telepon Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk memudahkan masyarakat melaporkan kekerasan yang ditemui maupun dialami.
"Pemerintah juga telah menyediakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di 34 provinsi dan 204 kabupaten/kota yang siap memberikan pendampingan kepada seluruh masyarakat, terutama perempuan dan anak Indonesia," katanya.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar menyatakan, pihaknya mendesak aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan sesuai dengan undang-undang (UU) yang berlaku.
Pasalnya, lanjut Nahar, berdasarkan hasil koordinasi dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Purwakarta, diperoleh informasi bahwa kasus ini telah dimediasi untuk mencapai kesepakatan damai.
"Kasus percabulan ini harus diselesaikan secara hukum karena ini adalah delik biasa, bukan delik aduan. Kementerian PPPA mendorong keluarga korban dan pihak aparat penegak hukum dapat menuntaskan sesuai dengan UU Perlindungan Anak," tegas Nahar dalam keterangan resminya, Rabu (23/3/2022).
Menurut Nahar, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepolisian, agar menyelidiki kasus ini dan memproses sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dia menegaskan, kepentingan terbaik bagi para korban perlu jadi prioritas, termasuk dampak psikis anak di kemudian hari.
Diketahui, delapan remaja laki-laki berusia 9-13 tahun itu menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang pria berusia 45 tahun yang merupakan tetangga satu kampung para korban. Nahar menekankan, kasus kekerasan seksual seharusnya tidak diselesaikan secara kekeluargaan atau damai karena bisa menjadi preseden buruk.
Penyelesaian secara hukum dinilainya sangat diperlukan, agar kasus serupa tidak terulang dan memberikan efek jera pada pelaku sekaligus perlindungan terhadap anak. Pihaknya juga mendorong, agar dapat dilakukan visum terhadap para korban, agar kasus ini bisa terang benderang.
Apabila terbukti memenuhi unsur percabulan dan pelaku memenuhi unsur Pasal 76E UU 35 Tahun 2014, maka pelaku dapat diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 UU 17 tahun 2016.
Lebih lanjut Nahar mengatakan, Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 pun terus berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jabar dan Dinsos P3A Kabupaten Purwakarta terkait kondisi korban dan rencana pendampingan korban.
"Kami akan terus memantau kondisi korban agar mendapat pendampingan dan pemulihan secara psikis," katanya.
Nahar menambahkan, Kementerian PPPA mendorong masyarakat, terutama anak-anak untuk berani melapor jika menjadi korban kekerasan. Pemerintah pun telah menginisasi Layanan Telepon Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk memudahkan masyarakat melaporkan kekerasan yang ditemui maupun dialami.
"Pemerintah juga telah menyediakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di 34 provinsi dan 204 kabupaten/kota yang siap memberikan pendampingan kepada seluruh masyarakat, terutama perempuan dan anak Indonesia," katanya.
(don)
tulis komentar anda