Kasus Mafia Tanah di Makassar, Beli Lahan Malah Berujung Vonis 2 Tahun Bui
Kamis, 17 Maret 2022 - 21:58 WIB
Ia malah mempertanyakan bagaimana bisa pelapor yang sudah tidak punya legal standing atas lahan tersebut malah diberikan ruang. Bahkan, pelapor yakni Basri sudah pernah dipidana atas kasus penyerobotan pada lahan tersebut. Pihaknya menyayangkan dikesampingkannya segala fakta hukum atas bukti yang dimiliki kliennya.
Atas kondisi itu, kubu Panca menduga ada permainan mafia tanah di balik perkara tersebut. Toh, nilai lahan yang disengketakan cukup besar yakni mencapai puluhan miliar rupiah. Pihaknya juga menyoroti sia-sianya putusan pengadilan hingga MA perihal kasus perdata atas lahan tersebut, lantaran saat digugat pidana, pihak pelapor yang sudah dinyatakan kalah terkesan dianggap sebagai pemilik dan korban.
"Kami sayangkan ada penegakan hukum seperti ini. Seseorang yg harusnya diberikan perlindungan hukum, karena pelapor tidak punya legalitas, legal standing. Lalu, kasus yang diangkat tahun 1979, yang konon katanya adanya pemalsuan di situ. Tapi, dikesampingkan yang kita punya (fakta hukum, termasuk dokumen), sementara pelapor hanya bermodal peristiwa lama tahun 1979, dimana terlapor saat itu masih di Jakarta, masih anak-anak," jelasnya.
Kuasa Hukum Basir, Krisna Murti, sebelumnya menyampaikan pihaknya sempat mengajukan somasi terhadap perusahaan agar tidak membeli lahan sengketa. Namun, somasi itu dihiraukan. Sang klien mulanya sama sekali tidak tahu bahwa lahan miliknya telah dijual, sehingga saat tahu langsung melapor ke penegak hukum.
“Muhamad Basir selaku ahli waris pada mulanya justru tak mengetahui lahannya telah dijual. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan adanya tindak pidana pemalsuan sertifikat, hingga akhirnya, lahan yang dimaksud mulai dipasangi police line oleh polisi pada Rabu, 7 Februari 2018 silam,” sebutnya.
Atas kondisi itu, kubu Panca menduga ada permainan mafia tanah di balik perkara tersebut. Toh, nilai lahan yang disengketakan cukup besar yakni mencapai puluhan miliar rupiah. Pihaknya juga menyoroti sia-sianya putusan pengadilan hingga MA perihal kasus perdata atas lahan tersebut, lantaran saat digugat pidana, pihak pelapor yang sudah dinyatakan kalah terkesan dianggap sebagai pemilik dan korban.
"Kami sayangkan ada penegakan hukum seperti ini. Seseorang yg harusnya diberikan perlindungan hukum, karena pelapor tidak punya legalitas, legal standing. Lalu, kasus yang diangkat tahun 1979, yang konon katanya adanya pemalsuan di situ. Tapi, dikesampingkan yang kita punya (fakta hukum, termasuk dokumen), sementara pelapor hanya bermodal peristiwa lama tahun 1979, dimana terlapor saat itu masih di Jakarta, masih anak-anak," jelasnya.
Kuasa Hukum Basir, Krisna Murti, sebelumnya menyampaikan pihaknya sempat mengajukan somasi terhadap perusahaan agar tidak membeli lahan sengketa. Namun, somasi itu dihiraukan. Sang klien mulanya sama sekali tidak tahu bahwa lahan miliknya telah dijual, sehingga saat tahu langsung melapor ke penegak hukum.
“Muhamad Basir selaku ahli waris pada mulanya justru tak mengetahui lahannya telah dijual. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan adanya tindak pidana pemalsuan sertifikat, hingga akhirnya, lahan yang dimaksud mulai dipasangi police line oleh polisi pada Rabu, 7 Februari 2018 silam,” sebutnya.
(tri)
tulis komentar anda