Kisah Rakai Pikatan dan Pemindahan Pusat Kerajaan Mataram Kuno Dari Medang
Senin, 14 Februari 2022 - 06:52 WIB
Pemindahan pusat kerajaan Mataram Kuno, bukan hanya sekali terjadi. Kerajaan besar yang ada di Pulau Jawa, pada abad ke tujuh tersebut, pernah mengalami pemindahan pusat kerajaan dari Medang, ke Mamrati di era kepemimpinan Raja Rakai Pikatan.
Pendiri Kerajaan Mataram Kuno, Raja Sanjaya yang dipercaya menghasilkan raja-raja turunan Dinasti Sanjaya. Awalnya membuka kerajaan dengan ibu kota istana berada di Medang, Jawa Tengah. Hal inilah yang menyebabkan nama Kerajaan Mataram Kuno juga terkenal dengan Kerajaan Medang, karena dari nama ibu kota yang ditempati saat itu.
Namun pasca pemerintahan Raja Sanjaya, ibu kota Mataram Kuno dipindahkan oleh Raja Rakai Pikatan. Sebagaimana dikutip dari buku "Babad Tanah Jawi" tulisan Soedjipto Abimanyu, pemindahan istana kerajaan dari Medang ke Mamrati, dikisahkan melalui Prasasti Wantil yang disebut juga Prasasti Siwagreha, yang dikeluarkan pada 12 November 856 Masehi.
Saat Rakai Pikatan menjadi raja pengaruh besar agama Hindu mulai mendominasi di Mataram, menggantikan agama Buddha. Hal inilah yang juga dimuat di Prasasti Wantil mengenai pendirian bangunan suci Siwagreha, yang diterjemahkan sebagai Candi Siwa.
Menariknya, selain pembuatan Candi Siwa, raja Rakai Pikatan memerintahkan pemindahan istana Mataram. Konon saat Rakai Pikatan turun tahta dan berganti ke raja berikutnya Rakai Kayuwangi, istana Kerajaan Mataram Kuno tak lagi di Medang.
Istana sudah berpindah dari ibu kota Medang ke daerah Mamrati, dengan istananya yang diberi nama Mamratipura. Namun tak disebutkan alasan pasti mengapa istana kerajaan ini berpindah dari Medang ke Mamrati. Tetapi yang jelas pemindahan istana kerajaan ini telah dilakukan sejak raja kedua Mataram Kuno bertahta, Rakai Pikatan.
Rakai Pikatan sendiri mempunyai putra bungsu bernama Rakai Kayuwangi, yang lahir dari permaisuri Pramodawardhani. Nama aslinya adalah Dyah Lokapala sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Wantil atau Prasasti Siwagreha. Dyah Lokapala naik tahta menggantikan ayahnya pada 12 November 856.
Ia naik tahta jadi raja dengan gelar Sang Jatiningrat. Pengangkatan putra bungsu Rakai Pikatan sebagai raja ini tak lepas dari kepahlawanannya dalam menumpas musuh ayahnya yang bermarkas di timbunan batu di atas bukit Ratu Baka.
Pendiri Kerajaan Mataram Kuno, Raja Sanjaya yang dipercaya menghasilkan raja-raja turunan Dinasti Sanjaya. Awalnya membuka kerajaan dengan ibu kota istana berada di Medang, Jawa Tengah. Hal inilah yang menyebabkan nama Kerajaan Mataram Kuno juga terkenal dengan Kerajaan Medang, karena dari nama ibu kota yang ditempati saat itu.
Namun pasca pemerintahan Raja Sanjaya, ibu kota Mataram Kuno dipindahkan oleh Raja Rakai Pikatan. Sebagaimana dikutip dari buku "Babad Tanah Jawi" tulisan Soedjipto Abimanyu, pemindahan istana kerajaan dari Medang ke Mamrati, dikisahkan melalui Prasasti Wantil yang disebut juga Prasasti Siwagreha, yang dikeluarkan pada 12 November 856 Masehi.
Baca Juga
Saat Rakai Pikatan menjadi raja pengaruh besar agama Hindu mulai mendominasi di Mataram, menggantikan agama Buddha. Hal inilah yang juga dimuat di Prasasti Wantil mengenai pendirian bangunan suci Siwagreha, yang diterjemahkan sebagai Candi Siwa.
Menariknya, selain pembuatan Candi Siwa, raja Rakai Pikatan memerintahkan pemindahan istana Mataram. Konon saat Rakai Pikatan turun tahta dan berganti ke raja berikutnya Rakai Kayuwangi, istana Kerajaan Mataram Kuno tak lagi di Medang.
Istana sudah berpindah dari ibu kota Medang ke daerah Mamrati, dengan istananya yang diberi nama Mamratipura. Namun tak disebutkan alasan pasti mengapa istana kerajaan ini berpindah dari Medang ke Mamrati. Tetapi yang jelas pemindahan istana kerajaan ini telah dilakukan sejak raja kedua Mataram Kuno bertahta, Rakai Pikatan.
Rakai Pikatan sendiri mempunyai putra bungsu bernama Rakai Kayuwangi, yang lahir dari permaisuri Pramodawardhani. Nama aslinya adalah Dyah Lokapala sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Wantil atau Prasasti Siwagreha. Dyah Lokapala naik tahta menggantikan ayahnya pada 12 November 856.
Ia naik tahta jadi raja dengan gelar Sang Jatiningrat. Pengangkatan putra bungsu Rakai Pikatan sebagai raja ini tak lepas dari kepahlawanannya dalam menumpas musuh ayahnya yang bermarkas di timbunan batu di atas bukit Ratu Baka.
tulis komentar anda