Pemerintah Kucurkan Rp2,36 Triliun untuk New Normal di Pesantren
Kamis, 11 Juni 2020 - 11:25 WIB
JAKARTA - Pemerintah mengucurkan dana Rp2,36 triliun untuk pesantren guna menunjang kegiatan saat pemberlakuan kebijakan new normal. Pemberian dana tersebut sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada sektor pendidikan keagamaan yang turut terdampak pandemi virus corona (Covid-19).
Namun, angka tersebut dinilai belum sebanding dengan jumlah pesantren di Indonesia yang mencapai 28.000. (baca juga: Inilah Persiapan Pesantren Tangguh di Jatim Hadapi New Normal )
Ketua Rabitah Ma'ahid Islamiyah (RMI) PBNU Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, angka tersebut sebenarnya tidak hanya dialokasikan untuk kebutuhan pesantren saja, namun untuk semua lembaga keagamaan Islam. "Tidak hanya untuk pesantren. Ada namanya madrasah, TPQ, dan lembaga-lembaga pendidikan Islam ini masuk semua, termasuk pesantren," katanya, kemarin.
Karena itu, menurut Ghaffar, angka tersebut sebetulnya masih jauh dari kebutuhan minimal pesantren dalam menghadapi new normal. Sebab, dari konsep yang disajikan Kementerian Agama, dari 28.000 pesantren dihidupkan sekitar 75% sehingga terdapat sekitar 21.000 pesantren.
"Itu kemudian dibantu rata-rata Rp25 juta per pesantren plus ditambah biaya komunikasi selama enam bulan. Tapi tidak jelas pesantren yang jumlah santrinya 25.000 dengan santri 25 orang apakah sama atau tidak," paparnya. (baca juga: Industri Kreatif Motor Custom Tak Terpengaruh Covid-19, Pesanan Tetap Ngegas )
Ghaffar mengatakan, kehadiran negara atau pemerintah yang diharapkan oleh kalangan pesantren tidak melulu pada aspek bantuan keuangan seperti itu. "Sebetulnya lebih diharapkan pada bagaimana pemerintah pusat itu mengorkestrasi pemerintah daerah. Bagaimana mereka punya tone yang sama. Kalaupun kebijakan tak bisa sama, tapi mempunyai pemahaman yang sama soal pesantren," katanya.
Dia mencontohkan bagaimana para santri juga bisa mendapatkan akses rapid test gratis, entah itu dari pusat atau pemda. Apalagi sekarang banyak kegiatan rapid test yang juga dilakukan Pemda.
"Ini butuh dikoordinasikan oleh pemerintah pusat sehingga yang diharapkan oleh pesantren-pesantren bagaimana pemerintah itu juga bisa menginisiasi ruang isolasi dan ruang karantina, misalnya. Itukan sangat penting. Kalaupun tidak bisa full, paling tidak menyiapkan setengahnya sehingga pesantren-pesantren yang mampu ini bisa menyiapkan ruang karantina yang sesuai standar," katanya.
Selain itu, pemerintah juga diminta memfasilitasi santri-santri yang belum bisa balik ke pesantren karena adanya aturan pembatasan jarak sehingga pesantren mengaktifkan santrinya bertahap. "Masih ada banyak santri yang belum bisa balik ke pondok, ini kan gak boleh nganggur. Juga harus ada pembelajaran jarak jauh. Nah, negara harus hadir," katanya.
Namun, angka tersebut dinilai belum sebanding dengan jumlah pesantren di Indonesia yang mencapai 28.000. (baca juga: Inilah Persiapan Pesantren Tangguh di Jatim Hadapi New Normal )
Ketua Rabitah Ma'ahid Islamiyah (RMI) PBNU Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, angka tersebut sebenarnya tidak hanya dialokasikan untuk kebutuhan pesantren saja, namun untuk semua lembaga keagamaan Islam. "Tidak hanya untuk pesantren. Ada namanya madrasah, TPQ, dan lembaga-lembaga pendidikan Islam ini masuk semua, termasuk pesantren," katanya, kemarin.
Karena itu, menurut Ghaffar, angka tersebut sebetulnya masih jauh dari kebutuhan minimal pesantren dalam menghadapi new normal. Sebab, dari konsep yang disajikan Kementerian Agama, dari 28.000 pesantren dihidupkan sekitar 75% sehingga terdapat sekitar 21.000 pesantren.
"Itu kemudian dibantu rata-rata Rp25 juta per pesantren plus ditambah biaya komunikasi selama enam bulan. Tapi tidak jelas pesantren yang jumlah santrinya 25.000 dengan santri 25 orang apakah sama atau tidak," paparnya. (baca juga: Industri Kreatif Motor Custom Tak Terpengaruh Covid-19, Pesanan Tetap Ngegas )
Ghaffar mengatakan, kehadiran negara atau pemerintah yang diharapkan oleh kalangan pesantren tidak melulu pada aspek bantuan keuangan seperti itu. "Sebetulnya lebih diharapkan pada bagaimana pemerintah pusat itu mengorkestrasi pemerintah daerah. Bagaimana mereka punya tone yang sama. Kalaupun kebijakan tak bisa sama, tapi mempunyai pemahaman yang sama soal pesantren," katanya.
Dia mencontohkan bagaimana para santri juga bisa mendapatkan akses rapid test gratis, entah itu dari pusat atau pemda. Apalagi sekarang banyak kegiatan rapid test yang juga dilakukan Pemda.
"Ini butuh dikoordinasikan oleh pemerintah pusat sehingga yang diharapkan oleh pesantren-pesantren bagaimana pemerintah itu juga bisa menginisiasi ruang isolasi dan ruang karantina, misalnya. Itukan sangat penting. Kalaupun tidak bisa full, paling tidak menyiapkan setengahnya sehingga pesantren-pesantren yang mampu ini bisa menyiapkan ruang karantina yang sesuai standar," katanya.
Selain itu, pemerintah juga diminta memfasilitasi santri-santri yang belum bisa balik ke pesantren karena adanya aturan pembatasan jarak sehingga pesantren mengaktifkan santrinya bertahap. "Masih ada banyak santri yang belum bisa balik ke pondok, ini kan gak boleh nganggur. Juga harus ada pembelajaran jarak jauh. Nah, negara harus hadir," katanya.
tulis komentar anda