Minta Difasilitasi Bertemu Mendikbud, Mahasiswa Adang Ketua Komisi X DPR
Kamis, 04 Juni 2020 - 17:38 WIB
PURWAKARTA - Aksi mahasiswa menuntut pertemuan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim terus berlanjut. Setelah beraksi di media sosial dengan mengunggah tagar #MendikbudDicariMahasiswa yang sempat menjadi trending topic, kini mahasiswa nekat turun ke jalan.
Tak tanggung-tanggung, para mahasiswa menghadang Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda yang sedang melakukan kegiatan reses di Daerah Pemilihan (Dapil) Purwakarta. Para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Purwarkarta Bersatu (AMPB) itu mendesak agar Syaiful Huda memfasilitasi mereka untuk berdialog dengan Mendikbud Nadiem Makarim.
Peristiwa penghadangan Syaiful Huda ini terjadi di halaman RSUD Bayu Asih Purwakarta. Saat itu, Syaiful Huda bersama sejumlah anggota DPRD Jawa Barat dan DPRD Purwakarta baru saja selesai menyerahkan bantuan Alat Pelindung Diri (APD) untuk para tenaga medis. Rombongan ini kemudian dihadang para mahasiswa sesaat sebelum menaiki mobil.( )
"Kami mendesak kepada Mas Syaiful Huda sebagai Ketua Komisi X untuk memfasilitasi pertemuan kami dengan Mas Menteri Dikbud. Kami ingin mendesak agar jajaran Kemendikbud benar-benar mengawal tuntutan kami untuk menurunkan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang cukup memberatkan di masa pandemik COVID-19 ini," ujar Koordinator Aksi Ahmad Syarifudin.
Syarifudin kemudian membacakan beberapa tuntutan AMPB di hadapan Syaiful Huda dan rombongan. Beberapa tuntutan para mahasiswa Purwakarta antara lain: pertama, menuntut Komisi X DPR untuk memfasilitasi pertemuan mahasiswa dengan Mendikbud Nadiem Makarim, kedua relaksasi UKT juga diberlakukan untuk mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Selanjutnya, penentuan pola relaksasi UKT di masing-masing kampus harus melibatkan mahasiswa. Keempat menuntut pemerintah menambah kuota Kartua Indonesia Pintar (KIP) mahasiswa. Kelima, meminta Kemendibud melakukan evaluasi terhadap sistem pembelajaran online. Dan keenam, meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan para guru honorer. "Kami ingin tuntutan kami benar-benar diperhatikan oleh para pengambil kebijakan di tingkat pusat," katanya.
Menanggapi tuntutan mahasiswa ini, Syaiful Huda menegaskan memahami apa yang dirasakan oleh para mahasiswa ini. Menurutnya, di tengah pandemi COVID-19, sektor pendidikan memang mendapatkan ujian berat. Turunnya kualitas pembelajaran, belum siapnya kurikulum pembelajaran jarak jauh, hingga kesulitan biaya pendidikan merupakan masalah-masalah besar yang muncul selama pandemi COVID-19.
"Kami merasakan apa yang saudara-saudara rasakan dan kami akan menyampaikan aspirasi saudara-saudara ini kepada Mas Menteri Nadiem Makarim di Jakarta," ujarnya.
Huda mengatakan, persoalan relaksasi UKT telah mendapatkan lampu hijau dari Kemendikbud. Hanya, dia meminta agar Mendikbud benar-benar turun ke lapangan untuk mengawasi relaksasi UKT mahasiswa yang saat ini diserahkan ke masing-masing rektorat Perguruan Tinggi Negeri atau Perguruan Tinggi Swasta di Tanah Air.
"Banyak kasus di mana janji rektorat untuk membantu mahasiswa di masa pandemi ini yang tidak terealisasi di lapangan. Kami tidak ingin kasus serupa terjadi untuk persoalan relaksasi UKT. Relaksasi UKT apakah itu berupa penurunan jumlah, penundaan pembayaran, hingga pola pembayaran yang diangsur harus benar-benar dirasakan mahasiswa di lapangan," katanya.
Tak tanggung-tanggung, para mahasiswa menghadang Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda yang sedang melakukan kegiatan reses di Daerah Pemilihan (Dapil) Purwakarta. Para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Purwarkarta Bersatu (AMPB) itu mendesak agar Syaiful Huda memfasilitasi mereka untuk berdialog dengan Mendikbud Nadiem Makarim.
Peristiwa penghadangan Syaiful Huda ini terjadi di halaman RSUD Bayu Asih Purwakarta. Saat itu, Syaiful Huda bersama sejumlah anggota DPRD Jawa Barat dan DPRD Purwakarta baru saja selesai menyerahkan bantuan Alat Pelindung Diri (APD) untuk para tenaga medis. Rombongan ini kemudian dihadang para mahasiswa sesaat sebelum menaiki mobil.( )
"Kami mendesak kepada Mas Syaiful Huda sebagai Ketua Komisi X untuk memfasilitasi pertemuan kami dengan Mas Menteri Dikbud. Kami ingin mendesak agar jajaran Kemendikbud benar-benar mengawal tuntutan kami untuk menurunkan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang cukup memberatkan di masa pandemik COVID-19 ini," ujar Koordinator Aksi Ahmad Syarifudin.
Syarifudin kemudian membacakan beberapa tuntutan AMPB di hadapan Syaiful Huda dan rombongan. Beberapa tuntutan para mahasiswa Purwakarta antara lain: pertama, menuntut Komisi X DPR untuk memfasilitasi pertemuan mahasiswa dengan Mendikbud Nadiem Makarim, kedua relaksasi UKT juga diberlakukan untuk mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Selanjutnya, penentuan pola relaksasi UKT di masing-masing kampus harus melibatkan mahasiswa. Keempat menuntut pemerintah menambah kuota Kartua Indonesia Pintar (KIP) mahasiswa. Kelima, meminta Kemendibud melakukan evaluasi terhadap sistem pembelajaran online. Dan keenam, meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan para guru honorer. "Kami ingin tuntutan kami benar-benar diperhatikan oleh para pengambil kebijakan di tingkat pusat," katanya.
Menanggapi tuntutan mahasiswa ini, Syaiful Huda menegaskan memahami apa yang dirasakan oleh para mahasiswa ini. Menurutnya, di tengah pandemi COVID-19, sektor pendidikan memang mendapatkan ujian berat. Turunnya kualitas pembelajaran, belum siapnya kurikulum pembelajaran jarak jauh, hingga kesulitan biaya pendidikan merupakan masalah-masalah besar yang muncul selama pandemi COVID-19.
"Kami merasakan apa yang saudara-saudara rasakan dan kami akan menyampaikan aspirasi saudara-saudara ini kepada Mas Menteri Nadiem Makarim di Jakarta," ujarnya.
Huda mengatakan, persoalan relaksasi UKT telah mendapatkan lampu hijau dari Kemendikbud. Hanya, dia meminta agar Mendikbud benar-benar turun ke lapangan untuk mengawasi relaksasi UKT mahasiswa yang saat ini diserahkan ke masing-masing rektorat Perguruan Tinggi Negeri atau Perguruan Tinggi Swasta di Tanah Air.
"Banyak kasus di mana janji rektorat untuk membantu mahasiswa di masa pandemi ini yang tidak terealisasi di lapangan. Kami tidak ingin kasus serupa terjadi untuk persoalan relaksasi UKT. Relaksasi UKT apakah itu berupa penurunan jumlah, penundaan pembayaran, hingga pola pembayaran yang diangsur harus benar-benar dirasakan mahasiswa di lapangan," katanya.
(abd)
tulis komentar anda