Kisah Sanjoto, Kapten Polisi Militer Pemburu Gembong PKI DN Aidit di Semarang
Kamis, 30 September 2021 - 18:59 WIB
Ketika DN Aidit singgah di rumah Jalan Belimbing, dia telah mempersenjatai diri menjaga segala kemungkinan jika ada perlawanan dari komplotan PKI.
“Waktu Aidit transit, saya dengan senjata lengkap, bawa 2 senjata salah satunya pistol. Saat perburuan waktu itu, saya bersama dengan 2 anggota kodim dan 3 anggota CPM,” ujarnya.
Dia mengatakan, ketika itu dirinya secara kebetulan telah membaca keadaan di dalam ruangan. Ternyata rombongan DNA (DN Aidit) pergi ke timur (Solo).
“Lantas saya telepon sama komandan, saya laporan bahwa dua jam yang lalu sudah tak ada, lari ke timur. Di Solo komandan saya telepon Dandenpom Solo dijawab sudah diberondong (tertangkap di Solo),” ungkap kakek yang lahir 17 November 1930 ini.
Pernah Ikut BKR
Sanjoto pun mengisahkan perjalanannya hingga jadi perwira Polisi Militer. Setelah Kemerdekan dirinya masuk dalam barisan Badan Keamanan Rakyat (BKR) cikal bakal TNI. Dia mendapat pangkat Letnan Muda, meski tak pernah menyandang pangkatnya di pundak maupun lengan bajunya.
Bertugas sebagai pasukan pengawal, Sanjoto pernah mendapatkan perintah mengawal dan menyeberangkan Panglima Besar Jenderal Soedirman saat bergerilya di wilayah Wonogiri hingga masuk Jawa Timur.
Gerilya dengan keluar-masuk hutan dilakukan bertahun-tahun saat pendudukan Belanda. Dia memimpin pasukan hingga pernah melakukan peledakan bom yang di jalan yang dilintasi konvoi panser Belanda.
Sanjoto kemudian masuk dalam barisan Corps Polisi Militer dengan pangkat Sersan Satu. “Berulang kali saya juga melakukan pengawalan sampai pada Jenderal Ahmad Yani. Saat membentuk Batalyon Banteng Raiders di Bulakamba Tegal pun saya juga ikut terlibat pengawalan. Sampai kedatangan Bung Karno saya juga yang mengawalnya,” ceritanya.
Sementara itu, terkait kondisi rumah saat itu, ungkap Sanjoto, memang rusak parah. Di dinding terdapat peta yang ditujukan bagi pengikut petinggi PKI DN Aidit untuk kabur.
“Waktu Aidit transit, saya dengan senjata lengkap, bawa 2 senjata salah satunya pistol. Saat perburuan waktu itu, saya bersama dengan 2 anggota kodim dan 3 anggota CPM,” ujarnya.
Dia mengatakan, ketika itu dirinya secara kebetulan telah membaca keadaan di dalam ruangan. Ternyata rombongan DNA (DN Aidit) pergi ke timur (Solo).
“Lantas saya telepon sama komandan, saya laporan bahwa dua jam yang lalu sudah tak ada, lari ke timur. Di Solo komandan saya telepon Dandenpom Solo dijawab sudah diberondong (tertangkap di Solo),” ungkap kakek yang lahir 17 November 1930 ini.
Pernah Ikut BKR
Sanjoto pun mengisahkan perjalanannya hingga jadi perwira Polisi Militer. Setelah Kemerdekan dirinya masuk dalam barisan Badan Keamanan Rakyat (BKR) cikal bakal TNI. Dia mendapat pangkat Letnan Muda, meski tak pernah menyandang pangkatnya di pundak maupun lengan bajunya.
Bertugas sebagai pasukan pengawal, Sanjoto pernah mendapatkan perintah mengawal dan menyeberangkan Panglima Besar Jenderal Soedirman saat bergerilya di wilayah Wonogiri hingga masuk Jawa Timur.
Gerilya dengan keluar-masuk hutan dilakukan bertahun-tahun saat pendudukan Belanda. Dia memimpin pasukan hingga pernah melakukan peledakan bom yang di jalan yang dilintasi konvoi panser Belanda.
Sanjoto kemudian masuk dalam barisan Corps Polisi Militer dengan pangkat Sersan Satu. “Berulang kali saya juga melakukan pengawalan sampai pada Jenderal Ahmad Yani. Saat membentuk Batalyon Banteng Raiders di Bulakamba Tegal pun saya juga ikut terlibat pengawalan. Sampai kedatangan Bung Karno saya juga yang mengawalnya,” ceritanya.
Sementara itu, terkait kondisi rumah saat itu, ungkap Sanjoto, memang rusak parah. Di dinding terdapat peta yang ditujukan bagi pengikut petinggi PKI DN Aidit untuk kabur.
Lihat Juga :
tulis komentar anda