Karomah dan Siasat Jenderal Sudirman Lolos dari Kepungan Belanda serta Pengkhianatan
Jum'at, 17 September 2021 - 05:00 WIB
Menurut Teguh, Sarbini bercerita kepada ibunya, Siti Alfiah, petani itu hendak mengembalikan cundrik Sudirman yang dititipkan kepadanya sewaktu gerilya.
"Cundrik itu kami titipkan di Museum Sudirman di Bintaran Timur, Yogya," ujar Teguh. "Tapi sekarang hilang."
Kepercayaan dan kegemaran Sudirman pada supranatural tak hanya saat gerilya, tapi juga dalam diplomasi formal dengan Belanda.
Muhammad Roem punya kisah menarik tentang klenik Sudirman. Syahdan, suatu pagi beberapa hari menjelang perundingan Renville di Yogyakarta pada 17 Januari 1948, Roem dipanggil Presiden Sukarno.
Presiden meminta Ketua Delegasi Indonesia dalam perundingan itu menemui Soedirman di rumahnya. "Sebagai ketua delegasi, jiwa Saudara harus diperkuat," kata Presiden. "Temuilah segera Panglima Sudirman."
Meski awalnya menolak, Roem, yang tak mengerti urusan klenik, menuruti saran itu. Di rumahnya, Soedirman sudah menunggu. Sang Panglima ditemani seorang anak muda yang ia kenalkan kepada Roem sebagai "orang pintar".
Rupanya, anak muda yang dikenal Roem tak punya pekerjaan tetap itu, yang akan "memperkuat jiwa" Menteri Dalam Negeri ini (saat itu).
Dukun itu kemudian memberinya secarik kertas. "Jimat ini tak boleh terpisah dari Saudara," kata Sudirman. "Kalau hilang, kekuatannya bisa berbalik. Jagalah sebaik-baiknya," timpalnya.
Jimat itu menemani Roem menghadapi delegasi Belanda yang keras kepala tak mau hengkang dari Indonesia. Seorang diplomat Amerika Serikat yang jadi penengah rundingan itu memuji Roem dan delegasi Indonesia.
"Saya sudah kesal karena Belanda begitu legalistik, tapi kalian bisa melawannya dengan legalistik juga. You are wonderful," katanya, seperti ditulis Roem dalam Jimat Diplomat.
"Cundrik itu kami titipkan di Museum Sudirman di Bintaran Timur, Yogya," ujar Teguh. "Tapi sekarang hilang."
Kepercayaan dan kegemaran Sudirman pada supranatural tak hanya saat gerilya, tapi juga dalam diplomasi formal dengan Belanda.
Muhammad Roem punya kisah menarik tentang klenik Sudirman. Syahdan, suatu pagi beberapa hari menjelang perundingan Renville di Yogyakarta pada 17 Januari 1948, Roem dipanggil Presiden Sukarno.
Presiden meminta Ketua Delegasi Indonesia dalam perundingan itu menemui Soedirman di rumahnya. "Sebagai ketua delegasi, jiwa Saudara harus diperkuat," kata Presiden. "Temuilah segera Panglima Sudirman."
Meski awalnya menolak, Roem, yang tak mengerti urusan klenik, menuruti saran itu. Di rumahnya, Soedirman sudah menunggu. Sang Panglima ditemani seorang anak muda yang ia kenalkan kepada Roem sebagai "orang pintar".
Rupanya, anak muda yang dikenal Roem tak punya pekerjaan tetap itu, yang akan "memperkuat jiwa" Menteri Dalam Negeri ini (saat itu).
Dukun itu kemudian memberinya secarik kertas. "Jimat ini tak boleh terpisah dari Saudara," kata Sudirman. "Kalau hilang, kekuatannya bisa berbalik. Jagalah sebaik-baiknya," timpalnya.
Jimat itu menemani Roem menghadapi delegasi Belanda yang keras kepala tak mau hengkang dari Indonesia. Seorang diplomat Amerika Serikat yang jadi penengah rundingan itu memuji Roem dan delegasi Indonesia.
"Saya sudah kesal karena Belanda begitu legalistik, tapi kalian bisa melawannya dengan legalistik juga. You are wonderful," katanya, seperti ditulis Roem dalam Jimat Diplomat.
tulis komentar anda