Carut Marut Corona Dalam Monolog Gegeh B Setiadi

Selasa, 21 April 2020 - 15:49 WIB
Gegeh B. Setiadi melakukan isolasi mandiri dalam Monolog Pandemi di Balai Pemuda Surabaya, Selasa (21/4/2020). Foto/SINDOnews/Ali Masduki
Corona Virus Disease (Covid) 19, sejak 17 November 2019 muncul di Wuhan, China. Lalu, membuat gempar dunia, karena kini wabah itu telah menyebar di 213 negara dengan jumlah korban positif lebih dari 2,1 juta orang, dengan jumlah kematian lebih dari 146 ribu orang.

Banyak langkah mitigasi diambil oleh tiap negara terjangkit. Namun, carut marut penanganan menjadikan virus berkembang semakin masif, termasuk di Indonesia. Menyikapi fenomena wabah itu, sekelompok seniman muda asal Surabaya dari Komunitas MASTER (Masih Suka Berteater) menyuguhkan pertunjukan pementasan drama Monolog berjudul Pandemi.

"Virus Corona yang bergerak cepat membuat dunia bergerak seolah melambat. Banyak negara di dunia yang semakin kewalahan menangani Pandemi. Amerika, China, Italia, Spanyol, Jerman, dan banyak negara lain di dunia harus lockdown berjamaah. Termasuk Indonesia yang kini belum tuntas menghambat penyebaran Covid 19," kata Penulis Naskah Pandemi, M. Afrizal Akbar, Selasa (21/4/2020).



Pementasan Monolog itu, kata dia, sebagai bentuk evaluasi dan kritik tentang kegagapan dunia menyikapi Pandemi. Bahkan, lanjut dia, perdebatan banyak pihak tentang teori konspirasi atas senjata biologis menggunakan virus yang banyak menjadi wacana di pelbagai negara itu dibahas pula dalam pertunjukan.

"Kegagapan penanganan Pandemi ini juga terjadi di Indonesia. Sejak awal Covid 19 ini dianggap lelucon oleh para pemimpin bangsa ini. Mitigasi virus dengan doa qunut, nasi kucing, susu kuda liar, minum jamu menjadi lelucon saat penyebaran Covid 19 masih belum terdeteksi.

Walau sudah diingatkan WHO berulang kali, saat menyebar dan mewabah, pemerintah menjadi gagap dalam penanganannya," kata pria yang juga menjabat Sekjen IKA Stikosa AWS tersebut.

Selain itu, lanjut dia, dampak Pandemi juga melumpuhkan banyak sendi kehidupan di masyarakat. "Banyak pekerja dirumahkan hingga di PHK. Orang miskin baru mulai bertumbuh. Program bantuan pemerintah juga mulai digulirkan, dari dana bantuan bagi korban dan masyarakat terdampak. Namun tak sedikit pula yang belum bisa merasakan bantuan. Ini menjadi kritik juga yang kami sampaikan melalui pertunjukan," jelasnya.

Terkait rasa kemanusiaan, Monolog Pandemi ini menyuguhkan pesan tentang kekuatan masyarakat dalam bergotongroyong, peduli sesama, hingga ciptakan lumbung pangan mandiri tanpa sentuhan pemerintah.

Di sisi lain, fakta satire juga disuguhkan saat banyak korban meninggal harus dicekal, rasa saling curiga, hingga tiba-tiba ada yang mati, setiap orang berlomba mengklaim itu Corona, seolah bergaya layaknya petugas medis yang jago mendiagnosa.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content