Polemik Lahan Natumingka, Kadishut Provinsi Sumut: Bukan Tanah Adat
Rabu, 09 Juni 2021 - 20:13 WIB
SIMALUNGUN - Polemik lahan di Natumingka yang kini dikelola oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL), dipastikan oleh Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), merupakan lahan terbuka dan bukan merupakan tanah adat.
Kepala Dishut Provinsi Sumut, Herianto mengatakan, berdasarkan Surat keputusan Kementerian Pertanian No. 23, tentang peta kawasan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) itu merupakan hutan produksi terbatas. "Saya tidak mengetahui dasar masyarakat adat Natumingka, mengkalim tanah seluas 53,39 hektar sebagai tanah adat," ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan SK 44 itu, TGHK tahun 1982, kalau register tahun 1934 merupakan jelas kawasan hutan , tidak pernah ada data-data yang menyebutkan lahan di Natumingka, merupakan tanah adat, tidak ada datanya.
Herianto menambahkan, berdasarkan SK 44 tanggal 24 Juni tahun 2005, lahan tersebut merupakan kawasan hutan produksi terbatas sebagian, dan sebagian lagi lanjutnya, berada di kawasan hutan lindung . "Itu statusnya dicek lagi berdasarkan SK 579, semuanya berada di hutan produksi. Kami tidak punya data yang menyatakan Natumingka, itu tanah adat masyarakat," sebutnya.
Namun demikian dia berharap persoalan yang terjadi antara masyarakat adat Natumingka, dan PT TPL harus dilihat berdasarkan azas keadilan. Sebab, masyarakat juga punya hak untuk mendapatkan manfaat dari dalam kawasan hutan . "Tapi perusahannya juga, karena dia punya izin harus ada perlindunganlah, kedua belah pihak baik masyarakat dan perusahaan sebenarnya bisa kita beri kesempatan, dengan duduk bersama-sama," kata Herianto.
Lebih lanjut, Herianto menyebutkan, Dinas Kehutanan Sumut juga sudah menurunkan tim secara langsung ke Natumingka. Ia menyampaikan dari hasil itu, pihaknya menemukan secara fakta adanya masyarakat yang menuntut. "Kalau saya melihatnya kita pakai azas legalitas dululah, kemudian PT TPL juga kan merupakan aset negara, proyek sterategis nasional, jika ada yang keliru yang dilakukan perusahaan akan ditinjau dan dilakukan pembinaan," ujarnya.
Kepala Dishut Provinsi Sumut, Herianto mengatakan, berdasarkan Surat keputusan Kementerian Pertanian No. 23, tentang peta kawasan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) itu merupakan hutan produksi terbatas. "Saya tidak mengetahui dasar masyarakat adat Natumingka, mengkalim tanah seluas 53,39 hektar sebagai tanah adat," ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan SK 44 itu, TGHK tahun 1982, kalau register tahun 1934 merupakan jelas kawasan hutan , tidak pernah ada data-data yang menyebutkan lahan di Natumingka, merupakan tanah adat, tidak ada datanya.
Baca Juga
Herianto menambahkan, berdasarkan SK 44 tanggal 24 Juni tahun 2005, lahan tersebut merupakan kawasan hutan produksi terbatas sebagian, dan sebagian lagi lanjutnya, berada di kawasan hutan lindung . "Itu statusnya dicek lagi berdasarkan SK 579, semuanya berada di hutan produksi. Kami tidak punya data yang menyatakan Natumingka, itu tanah adat masyarakat," sebutnya.
Baca Juga
Namun demikian dia berharap persoalan yang terjadi antara masyarakat adat Natumingka, dan PT TPL harus dilihat berdasarkan azas keadilan. Sebab, masyarakat juga punya hak untuk mendapatkan manfaat dari dalam kawasan hutan . "Tapi perusahannya juga, karena dia punya izin harus ada perlindunganlah, kedua belah pihak baik masyarakat dan perusahaan sebenarnya bisa kita beri kesempatan, dengan duduk bersama-sama," kata Herianto.
Lebih lanjut, Herianto menyebutkan, Dinas Kehutanan Sumut juga sudah menurunkan tim secara langsung ke Natumingka. Ia menyampaikan dari hasil itu, pihaknya menemukan secara fakta adanya masyarakat yang menuntut. "Kalau saya melihatnya kita pakai azas legalitas dululah, kemudian PT TPL juga kan merupakan aset negara, proyek sterategis nasional, jika ada yang keliru yang dilakukan perusahaan akan ditinjau dan dilakukan pembinaan," ujarnya.
(eyt)
tulis komentar anda