Sepi Penumpang, Kru Bus AKDP Kerap Pulang Tak Bawa Uang
Sabtu, 24 April 2021 - 15:28 WIB
SEMARANG - Semenjak pandemi COVID-19, trayek bus antar kota dalam provinsi (AKDP) jurusan Semarang - Solo sepi penumpang. Bahkan pada Ramadan ini, jumlah penumpang jauh di bawah rata-rata hari biasa sebelum pandemi COVID-19.
Kondisi ini mengakibatkan, pendapatan kru bus AKPD turun drastis. Bahkan, mereka kerap pulang tidak membawa hasil (uang). "Sekarang kondisi jasa transportasi lesu. Penumpang sepi, cari 15 orang penumpang saja susah. Ya, kami tidak ada pemasukan," kata seorang sopir bus jurusan Semarang - Solo, Wawan (45) di Terminal Bawen, Kabupaten Semarang.
Baca juga: 48 Tunanetra dan Lansia Jalani Program Vaksinasi COVID-19
Dia menuturkan, selama pandemi COVID-19 ini, dalam satu perjalanan pulang pergi Semarang - Solo untuk mendapatkan biaya operasional saja tidak bisa. Sehingga perusahaan sering nombok.
"Seperti tadi, satu PP (pulang - pergi) hanya dapat uang Rp150.000. Padahal biaya operasional mencapai sekitar Rp500.000. Untuk beli solar Rp450.000 dan lainnya untuk bayar mandor di terminal," ujarnya.
Dia mengaku tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah dalam menghadapi kondisi usaha jasa transportasi yang semakin terpuruk ini. Sebab dirinya harus tetap bekerja lantaran demi melayani masyarakat yang masih membutuhkan jasa transportasi.
"Ya mau bagaimana lagi. Meski tidak mendapatkan hasil, ya tetap bekerja. Sebab perusahaan meminta saya untuk tetap berangkat (kerja)," ujarnya.
Kondisi ini mengakibatkan, pendapatan kru bus AKPD turun drastis. Bahkan, mereka kerap pulang tidak membawa hasil (uang). "Sekarang kondisi jasa transportasi lesu. Penumpang sepi, cari 15 orang penumpang saja susah. Ya, kami tidak ada pemasukan," kata seorang sopir bus jurusan Semarang - Solo, Wawan (45) di Terminal Bawen, Kabupaten Semarang.
Baca juga: 48 Tunanetra dan Lansia Jalani Program Vaksinasi COVID-19
Dia menuturkan, selama pandemi COVID-19 ini, dalam satu perjalanan pulang pergi Semarang - Solo untuk mendapatkan biaya operasional saja tidak bisa. Sehingga perusahaan sering nombok.
"Seperti tadi, satu PP (pulang - pergi) hanya dapat uang Rp150.000. Padahal biaya operasional mencapai sekitar Rp500.000. Untuk beli solar Rp450.000 dan lainnya untuk bayar mandor di terminal," ujarnya.
Dia mengaku tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah dalam menghadapi kondisi usaha jasa transportasi yang semakin terpuruk ini. Sebab dirinya harus tetap bekerja lantaran demi melayani masyarakat yang masih membutuhkan jasa transportasi.
"Ya mau bagaimana lagi. Meski tidak mendapatkan hasil, ya tetap bekerja. Sebab perusahaan meminta saya untuk tetap berangkat (kerja)," ujarnya.
(msd)
tulis komentar anda