Kisah Empu Sidi Mantra, Naga Besukih dan Selat Bali
Minggu, 18 April 2021 - 05:07 WIB
“Hai, Manik Angkeran! Ada apa engkau memanggilku dengan genta yang kau curi dari bapamu itu?” tanya Naga Besukih.
Manik Angkeran pun menyampaikan maksud kedatangannya. Ia mengiba kepada Naga Besukih agar ia diberikan harta yang melimpah untuk membayar hutang-hutangnya.
“Naga! Kasihanilah Aku! Orang-orang akan membunuhku jika tidak segera membayar hutangku kepada mereka,” Manik Angkeran kembali mengiba.
Melihat kesedihan Manik Angkeran, sang Naga pun merasa kasihan kepadanya.
“Baiklah! Aku akan membantumu, tapi kamu harus berjanji untuk berhenti berjudi,” ujar Naga Besukih.
Setelah itu, sang Naga segera membalikkan badannya hendak mengeluarkan emas dan intan melalui sisik ekornya. Begitu ia hendak menyetakkan ekornya, tiba-tiba Manik Angkeran segera menghunus kerisnya dan memotong ekor naga itu. Tak ayal lagi, Naga Besukih pun meronta-ronta dan menjerit kesakitan.
Ketika ia membalikkan badannya, Manik Angkeran telah pergi membawa ekornya yang penuh dengan emas dan intan itu. Ia berusaha untuk mengejarnya, namun putra Empu Sidi Mantra itu sudah menghilang entah ke mana. Ia hanya menemukan bekas tapak kakinya. Maka dengan kesaktiannya, ia membakar tapak kaki itu. Manik Angkeran yang telah pergi jauh meninggalkan kawah Gunung Agung pun merasakan kedua telapak kaki terasa panas, dan lama-kelamaan seluruh tubuhnya terbakar hingga akhirnya menjadi abu.
Sementara itu, di Kerajaan Daha, Empu Sidi Mantra dan istrinya sedang gelisah, karena anak semata wayang mereka menghilang. Mereka sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tidak juga menemukannya.
“Pa! Ke mana perginya putra kita? Kita sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tak seorang pun warga yang tahu keberadaannya?” tanya istri Empu Sidi Mantra dengan perasaan cemas.
Empu Sidi Mantra hanya terdiam sambil berpikir. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia tersentak kaget.
Manik Angkeran pun menyampaikan maksud kedatangannya. Ia mengiba kepada Naga Besukih agar ia diberikan harta yang melimpah untuk membayar hutang-hutangnya.
“Naga! Kasihanilah Aku! Orang-orang akan membunuhku jika tidak segera membayar hutangku kepada mereka,” Manik Angkeran kembali mengiba.
Melihat kesedihan Manik Angkeran, sang Naga pun merasa kasihan kepadanya.
“Baiklah! Aku akan membantumu, tapi kamu harus berjanji untuk berhenti berjudi,” ujar Naga Besukih.
Setelah itu, sang Naga segera membalikkan badannya hendak mengeluarkan emas dan intan melalui sisik ekornya. Begitu ia hendak menyetakkan ekornya, tiba-tiba Manik Angkeran segera menghunus kerisnya dan memotong ekor naga itu. Tak ayal lagi, Naga Besukih pun meronta-ronta dan menjerit kesakitan.
Ketika ia membalikkan badannya, Manik Angkeran telah pergi membawa ekornya yang penuh dengan emas dan intan itu. Ia berusaha untuk mengejarnya, namun putra Empu Sidi Mantra itu sudah menghilang entah ke mana. Ia hanya menemukan bekas tapak kakinya. Maka dengan kesaktiannya, ia membakar tapak kaki itu. Manik Angkeran yang telah pergi jauh meninggalkan kawah Gunung Agung pun merasakan kedua telapak kaki terasa panas, dan lama-kelamaan seluruh tubuhnya terbakar hingga akhirnya menjadi abu.
Sementara itu, di Kerajaan Daha, Empu Sidi Mantra dan istrinya sedang gelisah, karena anak semata wayang mereka menghilang. Mereka sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tidak juga menemukannya.
“Pa! Ke mana perginya putra kita? Kita sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tak seorang pun warga yang tahu keberadaannya?” tanya istri Empu Sidi Mantra dengan perasaan cemas.
Empu Sidi Mantra hanya terdiam sambil berpikir. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia tersentak kaget.
tulis komentar anda