Mengingat Kembali Nganteuran, Budaya Sarat Makna yang Tertelan Zaman

Selasa, 19 Mei 2020 - 18:50 WIB
Biasanya hantaran makanan menggunakan pipiti atau besek dan rantang bersusun antara tiga sampai lima susun, tergantung jumlah menu olahan masakannya. Biasanya yang diutamakan adalah hantaran kepada orang-orang tua atau yang sangat dihargai, dihormati dan dicintai, semisal kepada kakek nenek, ayah ibu, ayah ibu mertua, paman bibi, kakak adik, guru-guru, ustaz atau ustazah, kepala kampung atau dusun, sanak saudara, para tetangga, para sahabat dan lain-lain.

Dahulu budaya ini pernah dilakukan di perkotaan, perdesaan dan perkampungan. Namun sejak dekade 1990-an hingga sekarang sudah jarang ditemui orang-orang yang saling hantarkan atau silih anteuran di daerah perkotaan.

(Baca: Setengah Juta Debitur di Jabar Ajukan Relaksasi Kredit Rp32 Triliun)

Demikian pula di Purwakarta, sudah sangat sulit menemukan budaya ini di kota Purwakarta, kecuali wilayah seperti Munjuljaya paling pinggir dan Citalang. Apalagi di pusat ibukota dari kabupaten sudah sangat sulit ditemukan.

“Harapan kami tentunya budaya ini harus terus dipertahankan dan dipelihara. Namun semua tergantung kepada taraf kehidupan ekonomi masyarakat, besarnya penghasilan dan tingginya daya beli masyarakat serta kepedulian sosial masyarakat,”pungkasnya.
(muh)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More