Mengingat Kembali Nganteuran, Budaya Sarat Makna yang Tertelan Zaman

Selasa, 19 Mei 2020 - 18:50 WIB
Mulyati memberikan rantang makanan kepada tetangganya, Supriati, mengingatkan budaya nganteuran (mengantar makanan) yangh sudah jarang terlihat menjelang Ramadhan. Foto : SINDOnews/Asep Supiandi
PURWAKARTA - Waktu buka puasa yang tinggal beberapa menit lagi telah membuat seorang ibu muda berjalan tergesa-gesa. Sambil menenteng rantang plastik bersusun dua, dia mempercepat langkah menuju rumah yang dituju.

Perempuan itu tidak bermaksud ikut bersantap buka puasa di rumah yang ditujunya. Dia hanya ingin mengantarkan rantang yang berisi makanan itu tepat waktu, supaya si pemilik rumah bisa berbuka puasa begitu azan magrib berkumandang. ”Saya takut keburu azan,” ujar perempuan bernama Mulyati, warga RW13 Ciseureuh, Purwakarta, tersebut.

Ya, itulah nganteuran (mengantar makanan). Budaya turun temurun masyarakat Sunda, khususnya di Kabupaten Purwakarta yang menghilang, mendadak muncul kembali menjelang lebaran tahun ini.



Nganteuran memang sudah tidak tampak sejak 1990-an. Budaya yang sarat akan makna dan keluhuran nilai-nilai ini tergerus waktu dan nyaris sirna oleh zaman. Budaya seperti ini tidak lagi populer di tengah masyarakat yang sedang dininabobokan para milenial di era digital.

(Baca: Yummy, Cokelat-Cokelat Genting dari Jatiwangi Ini Bikin Lidah Lumer)

Sejarahwan Purwakarta, Ahmad Said Widodo, menyebutkan budaya nganteuran sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bahkan jauh sebelum masuknya Islam ke Nusantara. Dia menyebut budaya ini telah menjadi kearifan lokal sejak zaman Hindu dan Budha.

Biasanya, anak-anak yang sudah menikah memasak beragam makanan yang lezat. Makanan yang dibuat biasanya juga jarang dikonsumsi. Sebab makanan itu khusus disantap menjelang hari-hari besar umat Hindu dan Budha, maupun hari suci umat Islam, terutama menjelang Ramadhan atau Idul Fitri .

“Awalnya hanya sebatas mengirimkan bahan nyeupah (pinang sirih) atau dalam Bahasa Jawa disebut nyuruh. Kemudian hantaran berkembang menjadi makanan khas sesuai adat istiadat dan budaya setempat,” ungkap Widodo kepada SINDOnews, Selasa (19/5/2020) sore.

(Baca: Laris Manis, Lapak Takjil Iron Man di Jalur Pantura Cirebon)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content