Buruh Serabutan Sawit di Pesisir Barat Keluhkan Bansos Pemerintah
Senin, 22 Februari 2021 - 00:05 WIB
Mengacu aturan Kemensos tentang PKH, kasus yang dialami Dewi Sartika adalah exclusion error dimana mereka tidak ditetapkan sebagai penerima manfaat meski sebenarnya memenuhi syarat. Hal ini tentu disebabkan buruknya pendataan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) di Kabupaten Pesisir Barat. Meski banyak kriteria penyandang FM-OTM ditemukan dalam keluarga ini, faktanya mereka tidak masuk DTKS. Keadaan ini adalah ironi mengingat sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa ada perbaikan.
Selain menimpa Muhammad Toha sekeluarga, dugaan exclusion error juga terlihat dialami beberapa rumah tangga lainnya di Pekon Sukanegara.
Kontras dengan itu, di pekon yang sama ditemukan sejumlah kasus inclusion error dimana negara menetapkan orang yang tidak memenuhi syarat sebagai penerima manfaat. Satu diantaranya adalah rumah tangga Suwandi dan Winda.
Pria yang berprofesi sebagai tukang ini mengaku sudah tujuh tahun lebih menikmati dana PKH. “Ngambilnya tiga bulan sekali. Setiap ngambil dapat enam ratus ribu,” ujar pasutri ini saling bersahutan.
Saat dikonfirmasi, Suwandi tengah sibuk merenovasi rumahnya bersama sejumlah pekerja. Tampak jelas bapak tiga anak ini hidup berkecukupan. Selain memiliki rumah yang jelas mewah, keluarga ini juga memiliki beberapa unit kendaraan bermotor.
Sejumlah tetangga lain di lingkungan tersebut yang diakui Suwandi sebagai penerima PKH, rerata memiliki rumah tembok bercat rapih dan berlantai keramik. Meski nyata terlihat kondisi kehidupan mereka jauh lebih baik dari Muhammad Toha, namun kelompok warga di Dusun Sukanegara ini semuanya masuk dalam DTKS Kemensos.
Semrawutnya DTKS selalu memakan korban sekaligus memanjakan warga yang rakus. FM-OTM yang tidak masuk DTKS pasti dijauhkan sejauh-jauhnya dari semua bentuk bansos. Sebaliknya, warga yang tidak memenuhi syarat malah mengangkangi bantuan yang bukan hak mereka.
Jika tidak segera diperbaiki, triliunan rupiah uang negara akan tetap salah sasaran sehingga upaya mengentaskan kemiskinan akan selalu bermasalah.
Selain menimpa Muhammad Toha sekeluarga, dugaan exclusion error juga terlihat dialami beberapa rumah tangga lainnya di Pekon Sukanegara.
Kontras dengan itu, di pekon yang sama ditemukan sejumlah kasus inclusion error dimana negara menetapkan orang yang tidak memenuhi syarat sebagai penerima manfaat. Satu diantaranya adalah rumah tangga Suwandi dan Winda.
Pria yang berprofesi sebagai tukang ini mengaku sudah tujuh tahun lebih menikmati dana PKH. “Ngambilnya tiga bulan sekali. Setiap ngambil dapat enam ratus ribu,” ujar pasutri ini saling bersahutan.
Saat dikonfirmasi, Suwandi tengah sibuk merenovasi rumahnya bersama sejumlah pekerja. Tampak jelas bapak tiga anak ini hidup berkecukupan. Selain memiliki rumah yang jelas mewah, keluarga ini juga memiliki beberapa unit kendaraan bermotor.
Sejumlah tetangga lain di lingkungan tersebut yang diakui Suwandi sebagai penerima PKH, rerata memiliki rumah tembok bercat rapih dan berlantai keramik. Meski nyata terlihat kondisi kehidupan mereka jauh lebih baik dari Muhammad Toha, namun kelompok warga di Dusun Sukanegara ini semuanya masuk dalam DTKS Kemensos.
Semrawutnya DTKS selalu memakan korban sekaligus memanjakan warga yang rakus. FM-OTM yang tidak masuk DTKS pasti dijauhkan sejauh-jauhnya dari semua bentuk bansos. Sebaliknya, warga yang tidak memenuhi syarat malah mengangkangi bantuan yang bukan hak mereka.
Jika tidak segera diperbaiki, triliunan rupiah uang negara akan tetap salah sasaran sehingga upaya mengentaskan kemiskinan akan selalu bermasalah.
(msd)
tulis komentar anda