Celengan Ayam dan Langkah Kilat Membungkus Rumah Idaman
Kamis, 18 Februari 2021 - 20:34 WIB
SURABAYA - Saat senja yang hangat memeluk meja, Siti Juwariyah (33) masih duduk di balik jendela rumah kos yang ada kawasan Medaeng. Kendaraan lalu lalang begitu ramai, terasa gaduh seperti suasana hatinya di penghujung sore yang hangat.
Kegundahan itu dirasakannya selama tiga tahun terakhir. Bersama suaminya, Yitno (38), ia mencoba untuk merantau ke Surabaya 16 tahun silam. Di sebuah kamar kos yang berukuran 4 x 4 meter, ia terus memunguti impian untuk bisa memiliki rumah sendiri .
Sehari-hari ia bekerja di Langeng, sebuah pabrik yang memproduksi panci dan peralatan dapur. Gajinya sebagai buruh pabrik memang terbatas, namun ia dan suami tak pernah memupuskan asa untuk bisa memiliki rumah sendiri dari kerja keras mereka.
Di rumah kos itu, Siti juga harus berpikir keras karena anaknya sudah beranjak dewasa, bulan depan Salwa, buah hatinya sudah berumur tujuh tahun. Dirinya sadar betul dari keinginan kuat mimpi-mimpi untuk bisa sukses harus terus diwujudkan. Mereka ingin memiliki wujud dari hasil jerih payahnya bekerja jauh dari kampung halamannya di Kabupaten Nganjuk.
Siti bersama Yitno memiliki kebiasaan memecahkan celengan ayam tiap awal bulan. Mereka memang punya kebiasaan menabung, dari beberapa lembar uang sisa di kantong celana yang dimasukan dalam lubang celengan yang diletakan di ujung lemari, dekat dengan pintu kamar mandi. Sebuah celengan berbentuk ayam jago yang terlihat kokoh dan gemuk. "Setelah dipecahkan, uang itu kami kumpulkan dan dijadikan satu dengan sisa gaji untuk dimasukan ke bank ," katanya, Kamis (18/2/2021).
Tiga tahun terakhir ini mereka terus berjuang untuk mengumpulkan uang yang dipakai untuk membeli rumah. Menempati kamar kos sempit yang sudah tak mampu lagi menampung perabotannya dan aktifitas buah hatinya yang terbatas. Hanya ada sebuah jendela kecil yang kacanya sudah mulai berjamur.
Keinginan kuat itu seperti didukung oleh alam semesta. Uang di tabungannya sudah mencukupi untuk dijadikan uang muka pembelian rumah . Tabungan yang dikumpulkannya tiap bulan. "Daripada habis untuk bayar kos tiap bulan, mendingan untuk bayar cicilan rumah ," kata Siti.
Kegundahan itu dirasakannya selama tiga tahun terakhir. Bersama suaminya, Yitno (38), ia mencoba untuk merantau ke Surabaya 16 tahun silam. Di sebuah kamar kos yang berukuran 4 x 4 meter, ia terus memunguti impian untuk bisa memiliki rumah sendiri .
Sehari-hari ia bekerja di Langeng, sebuah pabrik yang memproduksi panci dan peralatan dapur. Gajinya sebagai buruh pabrik memang terbatas, namun ia dan suami tak pernah memupuskan asa untuk bisa memiliki rumah sendiri dari kerja keras mereka.
Di rumah kos itu, Siti juga harus berpikir keras karena anaknya sudah beranjak dewasa, bulan depan Salwa, buah hatinya sudah berumur tujuh tahun. Dirinya sadar betul dari keinginan kuat mimpi-mimpi untuk bisa sukses harus terus diwujudkan. Mereka ingin memiliki wujud dari hasil jerih payahnya bekerja jauh dari kampung halamannya di Kabupaten Nganjuk.
Siti bersama Yitno memiliki kebiasaan memecahkan celengan ayam tiap awal bulan. Mereka memang punya kebiasaan menabung, dari beberapa lembar uang sisa di kantong celana yang dimasukan dalam lubang celengan yang diletakan di ujung lemari, dekat dengan pintu kamar mandi. Sebuah celengan berbentuk ayam jago yang terlihat kokoh dan gemuk. "Setelah dipecahkan, uang itu kami kumpulkan dan dijadikan satu dengan sisa gaji untuk dimasukan ke bank ," katanya, Kamis (18/2/2021).
Tiga tahun terakhir ini mereka terus berjuang untuk mengumpulkan uang yang dipakai untuk membeli rumah. Menempati kamar kos sempit yang sudah tak mampu lagi menampung perabotannya dan aktifitas buah hatinya yang terbatas. Hanya ada sebuah jendela kecil yang kacanya sudah mulai berjamur.
Keinginan kuat itu seperti didukung oleh alam semesta. Uang di tabungannya sudah mencukupi untuk dijadikan uang muka pembelian rumah . Tabungan yang dikumpulkannya tiap bulan. "Daripada habis untuk bayar kos tiap bulan, mendingan untuk bayar cicilan rumah ," kata Siti.
tulis komentar anda