Iuran BPJS Kesehatan Naik, Rakyat Makin Sekarat
Kamis, 14 Mei 2020 - 13:13 WIB
JAKARTA - Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang berisi kenaikan iuran BPJS Kesehatan terus dikritisi publik.
Direktur Eksekutif Center for Budjet Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menganggap, kebijakan menaikkan iuran BPJS ini benar-benar menunjukkan bahwa masyarakat oleh pemerintah hanya dijadikan sebagai komoditi penghasil uang.
Padahal, saat ini banyak rakyat tidak punya uang karena habis di-PHK, masih nganggur belum dapat kerja, yang berdampak pada daya beli masyarakat juga rendah. (BACA JUGA: Secara Hukum Perpres Kenaikan Iuran BPJS Bermasalah)
"Kenaikan iuran BPJS benar-benar beban yang sangat berat bagi rakyat dan mengisap darah rakyat sendiri. Karena pemerintah begitu teganya menaikkan BPJS tanpa peduli saat kondisi ekonomi masyarakat sedang sekarat," ujar Uchok saat dihubungi SINDOnews, Kamis (14/5/2020).
Selain itu, kata Uchok, kenaikan BPJS ini memperlihatkan bahwa lembaga-lembaga seperti DPR dan MA sama sekali tidak punya kekuasaan apa-apa lagi yang bisa diharapkan untuk membantu dan melindungi rakyat.
"Padahal, kenaikan itu sudah dibatalkan oleh MA per Februari karena dianggap tidak sesuai dengan UU dan UUD 1945. Berarti perpres kenaikan BPJS ini tidak menghormati putusan MA," pungkas dia.
Menurutnya, pada era Pemerintahan Jokowi ini listrik naik, angka kriminalitas naik, dolar naik, jumlah kematian akibat Covid-19 naik, dan BPJS Kesehatan juga ikutan naik .(BACA JUGA: PHK Pekerja di Sumut, Perusahaan Diminta Tetap Bayarkan THR)
"Yang susah naik atau pemerintahan tidak mau menaikkan, hanya harga diri rakyatnya sendiri," tegas Uchok.
Direktur Eksekutif Center for Budjet Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menganggap, kebijakan menaikkan iuran BPJS ini benar-benar menunjukkan bahwa masyarakat oleh pemerintah hanya dijadikan sebagai komoditi penghasil uang.
Padahal, saat ini banyak rakyat tidak punya uang karena habis di-PHK, masih nganggur belum dapat kerja, yang berdampak pada daya beli masyarakat juga rendah. (BACA JUGA: Secara Hukum Perpres Kenaikan Iuran BPJS Bermasalah)
"Kenaikan iuran BPJS benar-benar beban yang sangat berat bagi rakyat dan mengisap darah rakyat sendiri. Karena pemerintah begitu teganya menaikkan BPJS tanpa peduli saat kondisi ekonomi masyarakat sedang sekarat," ujar Uchok saat dihubungi SINDOnews, Kamis (14/5/2020).
Selain itu, kata Uchok, kenaikan BPJS ini memperlihatkan bahwa lembaga-lembaga seperti DPR dan MA sama sekali tidak punya kekuasaan apa-apa lagi yang bisa diharapkan untuk membantu dan melindungi rakyat.
"Padahal, kenaikan itu sudah dibatalkan oleh MA per Februari karena dianggap tidak sesuai dengan UU dan UUD 1945. Berarti perpres kenaikan BPJS ini tidak menghormati putusan MA," pungkas dia.
Menurutnya, pada era Pemerintahan Jokowi ini listrik naik, angka kriminalitas naik, dolar naik, jumlah kematian akibat Covid-19 naik, dan BPJS Kesehatan juga ikutan naik .(BACA JUGA: PHK Pekerja di Sumut, Perusahaan Diminta Tetap Bayarkan THR)
"Yang susah naik atau pemerintahan tidak mau menaikkan, hanya harga diri rakyatnya sendiri," tegas Uchok.
(vit)
tulis komentar anda