Bawaslu Tangani 104 Laporan Dugaan Politik Uang, NTB di Sumbawa dan Mataram
Selasa, 15 Desember 2020 - 23:40 WIB
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menangani 104 laporan kasus dugaan politik uang selama masa tenang Pilkada Serentak 2020. Laporan yang ditindaklanjuti Bawaslu di antaranya di Nusa Tenggara Barat (NTB) yakni di di Kabupaten Sumbawa dan Mataram.
"Untuk NTB itu terjadi di Mataram dan Sumbawa. Itu yang sedang ditangani, berdasarkan laporan selama minggu tenang," kata anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo kepada wartawan, Senin (14/12/2020).
(Baca juga: Bawaslu Jateng Endus Dugaan Politik Uang di Pilkada Serentak)
Sejumlah daerah lain yang ada laporan dugan terjadinya politik uang saat Pilkada yakni di Purworejo, Magelang, Purbalingga serta Pemalang dan di Lampung.
(Baca juga: Bawaslu Banten Ungkap 10 Pengawas TPS di Serang Positif COVID-19)
Mengenai dugaan pelanggaran pilkada di Sumbawa yang ditangani, Ratna menolak menjelaskan lebih detail. "Saya belum bisa kasih penjelasan secara detail," ujarnya.
Sejak awal Bawaslu sudah menduga masa tenang akan dimanfaatkan untuk politik uang. Makanya hal ini segera diantisipasi dengan program patrol pengawasan. "Dari pengawasan ada 43 kasus ditemukan dan berproses," ujar Ratna.
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati menyampaikan, dugaan politik uang selama ini sulit dibuktikan. Meski begitu, Bawaslu tetap diingatkannya untuk bergerak cepat mengusut tuntas semua laporan dugaan politik uang yang diterimanya.
"Di UU Pilkada terkait politik uang itu ada sanksi yang memberi dan menerima, itu bisa sama-sama dijerat pidana. Tapi itu sulit sekali untuk bisa diusut tuntas, karena ada batas waktu pelaporan. Kalau tidak salah pelaporan itu 7 hari setelah ditemukan," jelasnya.
Selain sanksi pidana, paslon yang didapati melakukan praktik politik uang disebut Khoirunnisa juga dapat dikenakan sanksi administrasi maksimal berupa diskualifikasi. Hal ini disampaikannya merujuk UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 73 ayat 2. "Tapi memang jauh sekali untuk bisa sampai ke diskualifikasi, karena kadang di kepolisian berhenti, Bawaslu juga berhenti karena laporannya kadaluarsa," sebutnya.
Bawaslu juga dimintanya tidak mengendurkan pengawasan, terutama saat proses rekapitulasi suara belum usai. "Karena biasanya proses rekap terkadang ada manipulasi, pergeseran suara. Itu jangan sampai terjadi," ujarnya.
"Untuk NTB itu terjadi di Mataram dan Sumbawa. Itu yang sedang ditangani, berdasarkan laporan selama minggu tenang," kata anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo kepada wartawan, Senin (14/12/2020).
(Baca juga: Bawaslu Jateng Endus Dugaan Politik Uang di Pilkada Serentak)
Sejumlah daerah lain yang ada laporan dugan terjadinya politik uang saat Pilkada yakni di Purworejo, Magelang, Purbalingga serta Pemalang dan di Lampung.
(Baca juga: Bawaslu Banten Ungkap 10 Pengawas TPS di Serang Positif COVID-19)
Mengenai dugaan pelanggaran pilkada di Sumbawa yang ditangani, Ratna menolak menjelaskan lebih detail. "Saya belum bisa kasih penjelasan secara detail," ujarnya.
Sejak awal Bawaslu sudah menduga masa tenang akan dimanfaatkan untuk politik uang. Makanya hal ini segera diantisipasi dengan program patrol pengawasan. "Dari pengawasan ada 43 kasus ditemukan dan berproses," ujar Ratna.
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati menyampaikan, dugaan politik uang selama ini sulit dibuktikan. Meski begitu, Bawaslu tetap diingatkannya untuk bergerak cepat mengusut tuntas semua laporan dugaan politik uang yang diterimanya.
"Di UU Pilkada terkait politik uang itu ada sanksi yang memberi dan menerima, itu bisa sama-sama dijerat pidana. Tapi itu sulit sekali untuk bisa diusut tuntas, karena ada batas waktu pelaporan. Kalau tidak salah pelaporan itu 7 hari setelah ditemukan," jelasnya.
Selain sanksi pidana, paslon yang didapati melakukan praktik politik uang disebut Khoirunnisa juga dapat dikenakan sanksi administrasi maksimal berupa diskualifikasi. Hal ini disampaikannya merujuk UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 73 ayat 2. "Tapi memang jauh sekali untuk bisa sampai ke diskualifikasi, karena kadang di kepolisian berhenti, Bawaslu juga berhenti karena laporannya kadaluarsa," sebutnya.
Bawaslu juga dimintanya tidak mengendurkan pengawasan, terutama saat proses rekapitulasi suara belum usai. "Karena biasanya proses rekap terkadang ada manipulasi, pergeseran suara. Itu jangan sampai terjadi," ujarnya.
(shf)
tulis komentar anda