Progres 80 Persen, Rumusan Kelas Standar Rawat Inap BPJS Rampung 2020
Jum'at, 13 November 2020 - 15:58 WIB
Dia menyebutkan, pihak rumah sakit swasta membutuhkan waktu sedikitnya enam bulan sejak revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial yang bakal menjadi dasar hukum penerapan kelas standar rawat inap.
"Sementara pihak rumah sakit pemerintah, setidaknya membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan setelah APBD ditetapkan. Mereka butuh waktu untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian infrastruktur dan kriteria. Jadi, paling tidak, kita tidak mungkin kan di awal 2021 ini jalan," katanya.
Dia juga mengakui, pembahasan terkait besaran iuran memang masih cukup alot. Menurutnya, alotnya pembahasan iuran yang harus dibayarkan peserta JKN tak lepas dari perubahan paradigma masyakat. Di lain sisi, pihaknya menghendaki besaran iuran yang bakal ditetapkan mendukung keberlanjutan program JKN.
"Kita ingin konsep dari amanah jaminan sosial ini betul-betul dilaksanakan, tapi ini kan butuh paradigma di masyarakat, nah itu yang masih perlu kita diskusikan. Secara prinsip, kita ingin bagaimana iuran itu membangun kelanjutan program JKN lebih jauh lagi," jelasnya.
"Iuran masih kami bahas terus, sampai hari ini belum selesai. Kalau sudah final, nanti kita akan hitung kira-kira bagaimana dampaknya terhadap program JKN. Jadi, kita berharap setelah ini dampaknya makin kuat, berlanjut, dan berkualitas," sambung Muttaqien.
Muttaqien juga menegaskan bahwa dalam kebijakan kelas standar rawat inap, perubahan hanya terjadi dalam manfaat akomodasi, sedangkan manfaat medis yang bakal diterima peserta JKN tidak akan berubah.
Menurut Muttaqien, dengan penerapan kelas standar rawat inap, setiap peserta JKN nantinya bakal menerima manfaat baru. Penentuan manfaat baru tersebut akan disesuaikan dengan tarif dan iuran yang bakal ditetapkan . (Baca juga: Transaksi Gaya Baru Narkoba dengan Sistem Tempel Digagalkan Satnarkoba Polresta Tasikmalaya Dibantu Warga)
"Manfaat baru ini kita lihat bagaimana dampaknya dengan tarif. Nah, ketemu tarif, baru muncul di iuran. Jadi, ada beberapa tahapan yang sedang dijalankan. Setelah iuran selesai, bagaimana mekanisme koordinasi antar-penyelenggara, seperti soal layanan bagi peserta yang ingin naik kelas," paparnya.
Pihaknya menargetkan, pembahasan rumusan kelas standar rawat inap rampung tahun 2020 ini. Kemudian, disusupi dengan sosialisasi secara masif kepada masyarakat dan diakhiri dengan penyusunan revisi Perpres Nomor 82 Tahun 2018. (Baca juga: Zona Sebaran Berubah, Kawasan Padat Penduduk Sumbang Kasus COVID-19 Terbanyak)
"Kita harapkan, target 2020 selesai semua kajian, lalu sosialisasi masyarakat lebih besar lagi, ini kan baru konsultasi publik. Setelah sosialisasi, kita susun perpres karena kita kan butuh revisi perpres. Perpres (yang berlaku saat) ini kan revisi perpres kedua. Nanti revisi ketiga Perpres Nomor 82 Tahun 2018," tandasnya.
"Sementara pihak rumah sakit pemerintah, setidaknya membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan setelah APBD ditetapkan. Mereka butuh waktu untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian infrastruktur dan kriteria. Jadi, paling tidak, kita tidak mungkin kan di awal 2021 ini jalan," katanya.
Dia juga mengakui, pembahasan terkait besaran iuran memang masih cukup alot. Menurutnya, alotnya pembahasan iuran yang harus dibayarkan peserta JKN tak lepas dari perubahan paradigma masyakat. Di lain sisi, pihaknya menghendaki besaran iuran yang bakal ditetapkan mendukung keberlanjutan program JKN.
"Kita ingin konsep dari amanah jaminan sosial ini betul-betul dilaksanakan, tapi ini kan butuh paradigma di masyarakat, nah itu yang masih perlu kita diskusikan. Secara prinsip, kita ingin bagaimana iuran itu membangun kelanjutan program JKN lebih jauh lagi," jelasnya.
"Iuran masih kami bahas terus, sampai hari ini belum selesai. Kalau sudah final, nanti kita akan hitung kira-kira bagaimana dampaknya terhadap program JKN. Jadi, kita berharap setelah ini dampaknya makin kuat, berlanjut, dan berkualitas," sambung Muttaqien.
Muttaqien juga menegaskan bahwa dalam kebijakan kelas standar rawat inap, perubahan hanya terjadi dalam manfaat akomodasi, sedangkan manfaat medis yang bakal diterima peserta JKN tidak akan berubah.
Menurut Muttaqien, dengan penerapan kelas standar rawat inap, setiap peserta JKN nantinya bakal menerima manfaat baru. Penentuan manfaat baru tersebut akan disesuaikan dengan tarif dan iuran yang bakal ditetapkan . (Baca juga: Transaksi Gaya Baru Narkoba dengan Sistem Tempel Digagalkan Satnarkoba Polresta Tasikmalaya Dibantu Warga)
"Manfaat baru ini kita lihat bagaimana dampaknya dengan tarif. Nah, ketemu tarif, baru muncul di iuran. Jadi, ada beberapa tahapan yang sedang dijalankan. Setelah iuran selesai, bagaimana mekanisme koordinasi antar-penyelenggara, seperti soal layanan bagi peserta yang ingin naik kelas," paparnya.
Pihaknya menargetkan, pembahasan rumusan kelas standar rawat inap rampung tahun 2020 ini. Kemudian, disusupi dengan sosialisasi secara masif kepada masyarakat dan diakhiri dengan penyusunan revisi Perpres Nomor 82 Tahun 2018. (Baca juga: Zona Sebaran Berubah, Kawasan Padat Penduduk Sumbang Kasus COVID-19 Terbanyak)
"Kita harapkan, target 2020 selesai semua kajian, lalu sosialisasi masyarakat lebih besar lagi, ini kan baru konsultasi publik. Setelah sosialisasi, kita susun perpres karena kita kan butuh revisi perpres. Perpres (yang berlaku saat) ini kan revisi perpres kedua. Nanti revisi ketiga Perpres Nomor 82 Tahun 2018," tandasnya.
tulis komentar anda