Kisah Mbah Harjo Suwito, Pengungsi Gunung Merapi Tertua yang Pernah Ikut Romusha

Rabu, 11 November 2020 - 20:19 WIB
Mbah Harjo meski sudah berusia lebih dari satu abad, namun ingatan, pendengaran dan penglihatannya belum ada gangguan. Terbukti, ia masih dapat mengingat dengan jelas bagaimana kehidupannya saat masih muda, yaitu ketika Jepang berkuasa. Saat pendudukan Jepang, ia bersama para pemuda lain di Kalitengah Lor harus mengikuti kerja paksa (romusha).

“Jumlah pemuda yang ikut romusaha ada 70 orang, termasuk dirinya. Dari 70 orang itu saat ini hanya saya yang masih hidup dan yang paling tua di Kalitengah Lor,” ungkapnya.

Saat romusha itu, ia bersama pemuda lain dikerjakan di dua tempat. Pertama di Pentingsari, Umbulharjo, Cangkringan dan di Plawangan, Turgo, Pakem. Dalam romusha tersebut harus mencangkul tanah kemudian ditanami ketela. Harjo sendiri tidak tahu mengapa para pemuda diminta menaman ketela.

Untuk romusha ini, ia ke lokasi pada pagi hari. Setelah pekerjaaan selesai sore harinya pulang ke rumah. Karena saat itu belum ada kendaraan, bersama pemuda lainnya saat pulang ke rumah dengan jalan kaki. “Itulah kehidupan saat romusha. Untuk makan sendiri dijatah oleh Jepang. Namun diberi upah 10 gelo,” paparnya.

Selama di barak pengungsian, Mbah Harjo tidak memiliki keluhan kesehatan maupun makanan. Untuk makaman diberi 3 kali sehari, yaitu pagi siang dan sore. Menu yang diberikan beragam, kadang ayam, tahu dan lainnya. Mbah Harjo berharap aktivitas Merapi segera kembali normal sehingga bisa kembali ke rumah. “Ya lebih enak tinggal di rumah sendiri,” ungkapnya.

Alasan Mbah Harjo tetap bertahan di daerah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi kaarena lahir, besar dan tumbuh di tempat itu. Termasuk tidak memiliki tempat tinggal di lain tempat. Sehingga apapun kondisinya tetap bertahap di Kalitengah Lor, Cangkringan.
(shf)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More