Pilkada Serentak, Politik Dinasti Tidak Melanggar Konstitusi

Sabtu, 07 November 2020 - 07:28 WIB
Foto/dok
MAKASSAR - Politik dinasti di pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak bukan lagi rahasia umum. Fenomena orang-orang dekat politikus lokal, nasional, dan petahana di daerah yang maju dalam pilkada merupakan pergulatan pemikiran tradisi di masyarakat Indonesia dan menjadi hal yang lumrah.

Di sisi lain, ada juga sejumlah pihak yang berpandangan politik dinasti hanya bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Namun, pastinya, politik dinasti tidak melanggar konstitusi. Pengamat politik asal Sulawesi Selatan Andi Ali Armunanto bahkan memandang dinasti politik ialah sebuah keniscayaan. Pandangannya ini dikemukakannya saat menjawab pandangan miring sejumlah pihak atas majunya anggota keluarga Bupati Pasangkayu Agus Ambo Djiwa sebagai salah satu pasangan calon (paslon) di Pilkada Pasangkayu 2020. (Baca: Di Manakah Tempat Sifat Ikhlas Itu?)

Paslon dimaksud adalah kakak kandung Agus Ambo Djiwa dan istrinya sendiri, yakni Yaumil Ambo Djiwa-Herny Agus (YES). Sekadar diketahui, pada hasil survei LSI, Agustus 2020, paslon YES menempati elektabilitas tertinggi dibanding dua paslon penantangnya. Paket ini memperoleh angka 43,6% di angka elektabilitas. Disusul Abdullah-Yusri di posisi kedua dengan angka 20,9%, dan Saal-Musawir 17,4%, serta sebanyak 18,1% belum menjawab atau tidak tahu.



“Tidak ada masalah sama politik dinasti karena memang yang dilihatkan bukan dari persoalan keturunan, tapi dari kualitas anggota keluarga,” kata Anto–sapaannya–kepada KORAN SINDO kemarin.

Akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini menerangkan, dari dulu politik dinasti tidak hanya ada di Indonesia, melainkan sudah terjadi di negara lain seperti Filipina, India, bahkan Amerika Serikat. “Di India ada dan Amerika juga ada. Dinasti Bush, Kennedy, dan masih banyak lagi. Kalau kita ambil positifnya bahwa politik dinasti ini, ialah politisi yang terlatih,” ucapnya. (Baca juga: Kampus Merdeka Siapkan Mahasiswa Hadapi Tantangan Global)

Anto menjelaskan, sepanjang anggota keluarga atau calon kepala daerah yang diusung mumpuni dan teruji, serta sudah sesuai mekanisme atau aturan berlaku, politik dinasti tidak perlu dipermasalahkan. “Kan bisa dilihat bagaimana pola pengasuhan dalam keluarga itu. Bagaimana mereka membentuk keluarganya. Apakah dia membangunnya sebagai politisi, atau hanya memanfaatkan kesempatan politik yang ada,” jelas Anto.

Pengamat politik lainnya, Abdi mengatakan, jika seorang kepala daerah dinilai berhasil dalam membangun daerahnya, maka paslon dari politik dinasti memiliki kans menang. Apalagi selama menjabat kepala daerah tersebut tak memiliki sandungan kasus korupsi.

“Sepanjang dia berhasil (memimpin) di suatu wilayah, ya sah-sah saja (membangun politik dinasti). Kepemimpinannya bisa dilanjutkan. Apa lagi, semasa dia memimpin pembangunan yang dilakukan berjalan baik, tidak korupsi, pemerataan sosialnya baik. Jadi, tidak ada masalah,” tegas Abdi. (Lihat videonya: Pemda DKI Jakarta berencana Perpanjang PSBB Transisi)

“Sisi baiknya, kita bisa melihat sejauh mana tingkat penerimaan bupati terhadap sisi kinerja dan tingkat keberhasilan. Apakah dia berhasil atau diterima dengan baik sama masyarakat atau tidak. Itu akan semakin mengokohkan keberhasilan itu, dan tentu juga berpengaruh dengan anggota keluarga yang mencalonkan,” sambung Abdi. (Muhaimin)
(ysw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content