Tokoh Agama dan Pemuda: Otsus Adalah Berkat untuk Papua, Lanjutkan dan Evaluasi
Senin, 12 Oktober 2020 - 23:04 WIB
JAYAPURA - Tokoh agama Nasrani dan tokoh Pemuda di Papua sepakat pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua terus dilanjutkan. Dukungan ini muncuat di tengah isu penolakan Otsus oleh beberapa kelompok masyarakat.
Dukungan untuk melanjutkan Otsus Papua disampaikan dalam diskusi bersama tokoh-tokoh agama dari Gereja Kristen Injil (GKI) di Tanah Papua, Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), Persatuan Gereja-gereja Papua (PGGP), Persatuan Gereja Gereja Kabupaten Jayapura (PGGJ) dan Gerakan Pemuda Papua (Gapura) yang difasilitasi DPD Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Papua di Abepura, Senin (12/10/2020). (Baca juga: Revisi Otsus, DPR Papua Harus Menunggu Keputusan MRP)
Kesepakatan Otsus Papua berlanjut tersebut setelah melihat berbagai capaian positif selama pemberlakukan UU Otsus tersebut berlangsung dari tahun 2001 hingga saat ini. (Baca juga: Mahfud MD Sebut Pemerintah Keluarkan Dana Lebih Banyak untuk Papua)
Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jayapura, Pendeta Alberth Yoku, S.Th mengatakan, Otsus sejatinya adalah berkat yang diberikan kepada Orang Asli Papua (OAP). Pelaksanaan Otsus yang telah berumur 20 tahun perlu dievaluasi untuk perbaikan.
"Kenapa jika berkat mesti ditolak. Hanya perlu dievaluasi, di mana kurang-kurangnya. Supaya rakyat juga tahu itu dana Otsus digunakan untuk apa-apa saja. Dan ini sudah dilakukan oleh pemerintah se-Tanah Adat Tabi dan Seireri," kata Pendeta Alberth.
Dia meminta kepada para kelompok yang menuding Otsus gagal agar turut hadir dalam berbagai forum yang membahas Otsus. "Jangan tidak pernah mengikuti forum, lalu menyimpulkan sendiri Otsus itu gagal. Tidak mengikuti hasil evaluasi Tabi dan Seireri atau kegiatan-kegiatan seperti ini (diskusi Otsus) tapi sudah bicara tolak Otsus. Itu sama seperti yang demo sekarang, belum baca Undang Undang Cipta Kerja tapi sudah demo hancur-hancuran," katanya.
Sementara terkait penolakan Otsus yang lebih dilakukan oleh masyarakat akar rumput, pendeta Alberth Yoku mengatakan, sebetulnya masyarakat Papua telah merasakan dana Otsus tersebut. Hanya saja oleh pemerintah daerah setempat tidak dijelaskan penggunaanya itu. Termasuk keterwakilan di Majelis Rakyat Papua dan 14 Kursi DPR Papua perwakilan adat.
"Sebetulnya sudah ada keterwakilan MRP dan 14 Kursi adat di DPR Papua, tambah lagi dana Otsus yang untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur itu sudah turun lewat pemerintah daerah," katanya. Sehingga pemerintah daerah yang harus menjelaskan.
Dukungan untuk melanjutkan Otsus Papua disampaikan dalam diskusi bersama tokoh-tokoh agama dari Gereja Kristen Injil (GKI) di Tanah Papua, Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), Persatuan Gereja-gereja Papua (PGGP), Persatuan Gereja Gereja Kabupaten Jayapura (PGGJ) dan Gerakan Pemuda Papua (Gapura) yang difasilitasi DPD Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Papua di Abepura, Senin (12/10/2020). (Baca juga: Revisi Otsus, DPR Papua Harus Menunggu Keputusan MRP)
Kesepakatan Otsus Papua berlanjut tersebut setelah melihat berbagai capaian positif selama pemberlakukan UU Otsus tersebut berlangsung dari tahun 2001 hingga saat ini. (Baca juga: Mahfud MD Sebut Pemerintah Keluarkan Dana Lebih Banyak untuk Papua)
Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jayapura, Pendeta Alberth Yoku, S.Th mengatakan, Otsus sejatinya adalah berkat yang diberikan kepada Orang Asli Papua (OAP). Pelaksanaan Otsus yang telah berumur 20 tahun perlu dievaluasi untuk perbaikan.
"Kenapa jika berkat mesti ditolak. Hanya perlu dievaluasi, di mana kurang-kurangnya. Supaya rakyat juga tahu itu dana Otsus digunakan untuk apa-apa saja. Dan ini sudah dilakukan oleh pemerintah se-Tanah Adat Tabi dan Seireri," kata Pendeta Alberth.
Dia meminta kepada para kelompok yang menuding Otsus gagal agar turut hadir dalam berbagai forum yang membahas Otsus. "Jangan tidak pernah mengikuti forum, lalu menyimpulkan sendiri Otsus itu gagal. Tidak mengikuti hasil evaluasi Tabi dan Seireri atau kegiatan-kegiatan seperti ini (diskusi Otsus) tapi sudah bicara tolak Otsus. Itu sama seperti yang demo sekarang, belum baca Undang Undang Cipta Kerja tapi sudah demo hancur-hancuran," katanya.
Sementara terkait penolakan Otsus yang lebih dilakukan oleh masyarakat akar rumput, pendeta Alberth Yoku mengatakan, sebetulnya masyarakat Papua telah merasakan dana Otsus tersebut. Hanya saja oleh pemerintah daerah setempat tidak dijelaskan penggunaanya itu. Termasuk keterwakilan di Majelis Rakyat Papua dan 14 Kursi DPR Papua perwakilan adat.
"Sebetulnya sudah ada keterwakilan MRP dan 14 Kursi adat di DPR Papua, tambah lagi dana Otsus yang untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur itu sudah turun lewat pemerintah daerah," katanya. Sehingga pemerintah daerah yang harus menjelaskan.
tulis komentar anda