Polda Jatim Tetapkan 14 Tersangka Aksi Rusuh di Surabaya dan Malang
Jum'at, 09 Oktober 2020 - 18:36 WIB
SURABAYA - Polda Jatim telah mengamankan 634 pengunjuk rasa anarkistis dalam aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja diamankan polisi. Rinciannya, 505 orang berasal dari Surabaya.
Massa itu diamankan polisi dari tiga lokasi demonstrasi, yakni Gedung Negara Grahadi, Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim) dan Gedung DPRD Surabaya. Kemudian 129 orang lainnya dari Kota Malang, tepatnya di bundaran Tugu, depan gedung DPRD dan Balai Kota Malang.(Baca juga : Rusuh di Malang, 31 Pelajar Turut Diperiksa Polresta Malang Kota )
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, sebanyak 14 orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka. Sisanya, sekitar 620 orang dilepas dan diserahkan terimakan pada keluarga masing-masing. Proses serah terima digelar di halaman Mapolda Jatim Jalan Ahmad Yani, Surabaya. Suasana haru tampak menyelimuti proses serah terima tersebut. Beberapa diantaranya bahkan ada yang berurai air setelah bertemu dengan keluarganya.
“Adik-adik pelajar, mahasiswa dan teman-teman buruh yang kemarin unjuk rasa, akan saya pulangkan. Saya ingin mengedukasi. Silahkan menyampaikan aspirasi, pendapat, kami polisi akan mengawal. Tapi kami tidak akan mentoleransi siapapun yang melakukan tindakan anarkis,"kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Fadil Imran dihadapan keluarga pendemo yang diamankan Polda Jatim, Jumat (9/10/2020).
"Membakar fasilitas umum, merusak kendaraan milik Polri maupun masyarakat. Bagi mereka yang anarkis, kami akan kami proses. Ini sebagai pembelajaran kalau mereka melakukan hal yang sama akan jadi pelajaran,” tambah Kapolda.
Jenderal bintang dua ini meyakini, pelaku perusakan fasilitas umum dalam aksi Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja bukan berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa maupun buruh. Tapi mereka secara sengaja berniat untuk melakukan perusakan.(Baca juga : Terungkap! Omnibus Law Dibikin untuk Mengamankan Aset Ibu Kota Baru )
“Saya sangat sayang dengan Kota Surabaya, dengan Jawa Timur. Saya kira kita semua tidak ingin Kota Surabaya yang indah ini dirusak orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Saya titip ini, adik-adik kepada bapak-bapak keluarganya. Nanti setelah sampai di rumah, nuwun sewu tolong dinasehati supaya lain kali kalau diajak melakukan unjuk rasa, kalau tidak jelas, tidak usah ikut,” ujar Fadil.
Sementara itu, terkait latar belakang 14 pendemo yang ditetapkan sebagai tersangka, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko enggan untuk memberi penjelasan. Dia menegaskan bahwa, polisi menetapkan seseorang sebagai tersangka bukan karena latar belakangnya, tapi karena tindakannya.
“Kita tidak melihat dari apa yang melatarbelakangi status sosialnya. Tapi apa yang lebih pada esensi cukup bukti bahwasanya yang bersangkutan merupakan pelaku perusakan,” imbuh Truno.
Dia menambahkan, pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut melakukan perusakan fasilitas umum di sekitar Gedung Negara Grahadi. Diantaranya, penjebolan pintu gerbang Gedung Negara Grahadi dan mobil polisi yang ada tak jauh dari gedung tersebut. Dalam perkara ini, tersangka dijerat Pasal 170 KUHP.
Pasal ini berbunyi “Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.
“Terhadap 14-nya (tersangka), kami yakinkan kami melakukan proses penyelidikan secara prosedural, profesional dan menjunjung nilai-nilai tujuan dari hukum itu sendiri. Pada proses selanjutnya, penahanan ini masih menjadi otoritas penyidik,” katanya.
Massa itu diamankan polisi dari tiga lokasi demonstrasi, yakni Gedung Negara Grahadi, Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim) dan Gedung DPRD Surabaya. Kemudian 129 orang lainnya dari Kota Malang, tepatnya di bundaran Tugu, depan gedung DPRD dan Balai Kota Malang.(Baca juga : Rusuh di Malang, 31 Pelajar Turut Diperiksa Polresta Malang Kota )
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, sebanyak 14 orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka. Sisanya, sekitar 620 orang dilepas dan diserahkan terimakan pada keluarga masing-masing. Proses serah terima digelar di halaman Mapolda Jatim Jalan Ahmad Yani, Surabaya. Suasana haru tampak menyelimuti proses serah terima tersebut. Beberapa diantaranya bahkan ada yang berurai air setelah bertemu dengan keluarganya.
“Adik-adik pelajar, mahasiswa dan teman-teman buruh yang kemarin unjuk rasa, akan saya pulangkan. Saya ingin mengedukasi. Silahkan menyampaikan aspirasi, pendapat, kami polisi akan mengawal. Tapi kami tidak akan mentoleransi siapapun yang melakukan tindakan anarkis,"kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Fadil Imran dihadapan keluarga pendemo yang diamankan Polda Jatim, Jumat (9/10/2020).
"Membakar fasilitas umum, merusak kendaraan milik Polri maupun masyarakat. Bagi mereka yang anarkis, kami akan kami proses. Ini sebagai pembelajaran kalau mereka melakukan hal yang sama akan jadi pelajaran,” tambah Kapolda.
Jenderal bintang dua ini meyakini, pelaku perusakan fasilitas umum dalam aksi Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja bukan berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa maupun buruh. Tapi mereka secara sengaja berniat untuk melakukan perusakan.(Baca juga : Terungkap! Omnibus Law Dibikin untuk Mengamankan Aset Ibu Kota Baru )
“Saya sangat sayang dengan Kota Surabaya, dengan Jawa Timur. Saya kira kita semua tidak ingin Kota Surabaya yang indah ini dirusak orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Saya titip ini, adik-adik kepada bapak-bapak keluarganya. Nanti setelah sampai di rumah, nuwun sewu tolong dinasehati supaya lain kali kalau diajak melakukan unjuk rasa, kalau tidak jelas, tidak usah ikut,” ujar Fadil.
Sementara itu, terkait latar belakang 14 pendemo yang ditetapkan sebagai tersangka, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko enggan untuk memberi penjelasan. Dia menegaskan bahwa, polisi menetapkan seseorang sebagai tersangka bukan karena latar belakangnya, tapi karena tindakannya.
“Kita tidak melihat dari apa yang melatarbelakangi status sosialnya. Tapi apa yang lebih pada esensi cukup bukti bahwasanya yang bersangkutan merupakan pelaku perusakan,” imbuh Truno.
Dia menambahkan, pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut melakukan perusakan fasilitas umum di sekitar Gedung Negara Grahadi. Diantaranya, penjebolan pintu gerbang Gedung Negara Grahadi dan mobil polisi yang ada tak jauh dari gedung tersebut. Dalam perkara ini, tersangka dijerat Pasal 170 KUHP.
Pasal ini berbunyi “Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.
“Terhadap 14-nya (tersangka), kami yakinkan kami melakukan proses penyelidikan secara prosedural, profesional dan menjunjung nilai-nilai tujuan dari hukum itu sendiri. Pada proses selanjutnya, penahanan ini masih menjadi otoritas penyidik,” katanya.
(nun)
tulis komentar anda