PB Paguyuban Pasundan Desak KPU Tunda Pilkada Serentak 2020
Rabu, 23 September 2020 - 15:30 WIB
BANDUNG - Paguyuban Pasundan mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang akan digelar pada 9 Desember 2020 mendatang. Hal tersebut dikarenakan terus meningkatnya angka positif Covid-19 di tanah air, termasuk di Jawa Barat.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Paguyuban Pasundan Prof Dr HM Didi Turmudzi MSi mengatakan, sangat prihatin dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini. (BACA JUGA: Sebagian Besar Peserta Pilkada Belum Miliki Aturan Disiplin Protokol Kesehatan )
Seharusnya, kata Prof Didi, dengan kondisi pandemik seperti ini, KPU dan pemerintah bisa lebih bijak dalam pelaksanaan pilkada mendatang. Tidak memaksakan untuk tetap diselenggarakan pemilu, ketika jumlah positif COVID-19, terus melonjak setiap hari. (BACA JUGA: Pilkada Tetap Lanjut, KPU Jangan Sampai Jadi Komisi Penyiksa Umum )
"Tidak ada jaminan baik dari KPU maupun permintah daerah dalam pelaskanaannya tidak berkumpul atau bergerombol. Ini mengkhawatirkan jika tetap dipaksanakan untuk dilaksanakan,” kata Prof Didi di Bandung, Rabu(23/9/2020). (BISA DIKLIK: Pilkada di tengah Pandemi, Pemerintah Tak Boleh Abaikan Suara Publik )
Prof Didi mengemukakan, PB Paguyuban Pasundan sudah berkonsultasi kebeberapa dokter ahli, khususnya dari Fakultas Kedokteran Universitas Pasundan (FK Unpas) yang mengatakan pelaksanaan pilkada justru akan meningkatkan risiko penularan COVID-19.
“Bayangkan jika pilkada dipaksakan pelaksanaannya. Bagiamana orang dengan mudah tertular COVID-19. Sekarang aja, sudah ada PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), sehari bisa tembus 4.000 orang (positif tertular COVID-19). Apalagi dalam pilkada biasanya ada kampanye dan lainnya yang jelas–jelas mengundang warga berkumpul dan berkerumun,” ujar Ketum PB Paguyuban Pasundan.
Karena itu, tutur Prof Didi, PB Paguyuban Pasundan berharap KPU akan kembali meninjau pelaksanaan pilkada agar ditunda hingga kondisi pandemi membaik.
“Usulan penundaan pilkada ini akan kami sempaikan melalui surat terbuka kepada KPU Jabar dan pusat. Semoga mereka bisa lebih bijak. Karena nyawa manusia saat ini sedang dipertaruhkan, jangan sampai dianggap main-main khususnya di Jawa Barat, umumnya warga Indonesia,” pungkas Prof Didi.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Paguyuban Pasundan Prof Dr HM Didi Turmudzi MSi mengatakan, sangat prihatin dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini. (BACA JUGA: Sebagian Besar Peserta Pilkada Belum Miliki Aturan Disiplin Protokol Kesehatan )
Seharusnya, kata Prof Didi, dengan kondisi pandemik seperti ini, KPU dan pemerintah bisa lebih bijak dalam pelaksanaan pilkada mendatang. Tidak memaksakan untuk tetap diselenggarakan pemilu, ketika jumlah positif COVID-19, terus melonjak setiap hari. (BACA JUGA: Pilkada Tetap Lanjut, KPU Jangan Sampai Jadi Komisi Penyiksa Umum )
"Tidak ada jaminan baik dari KPU maupun permintah daerah dalam pelaskanaannya tidak berkumpul atau bergerombol. Ini mengkhawatirkan jika tetap dipaksanakan untuk dilaksanakan,” kata Prof Didi di Bandung, Rabu(23/9/2020). (BISA DIKLIK: Pilkada di tengah Pandemi, Pemerintah Tak Boleh Abaikan Suara Publik )
Prof Didi mengemukakan, PB Paguyuban Pasundan sudah berkonsultasi kebeberapa dokter ahli, khususnya dari Fakultas Kedokteran Universitas Pasundan (FK Unpas) yang mengatakan pelaksanaan pilkada justru akan meningkatkan risiko penularan COVID-19.
“Bayangkan jika pilkada dipaksakan pelaksanaannya. Bagiamana orang dengan mudah tertular COVID-19. Sekarang aja, sudah ada PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), sehari bisa tembus 4.000 orang (positif tertular COVID-19). Apalagi dalam pilkada biasanya ada kampanye dan lainnya yang jelas–jelas mengundang warga berkumpul dan berkerumun,” ujar Ketum PB Paguyuban Pasundan.
Karena itu, tutur Prof Didi, PB Paguyuban Pasundan berharap KPU akan kembali meninjau pelaksanaan pilkada agar ditunda hingga kondisi pandemi membaik.
“Usulan penundaan pilkada ini akan kami sempaikan melalui surat terbuka kepada KPU Jabar dan pusat. Semoga mereka bisa lebih bijak. Karena nyawa manusia saat ini sedang dipertaruhkan, jangan sampai dianggap main-main khususnya di Jawa Barat, umumnya warga Indonesia,” pungkas Prof Didi.
(awd)
tulis komentar anda