Mabar Milenial Terselip Gerakan Radikal
Senin, 14 September 2020 - 13:05 WIB
Septian pernah bercerita, pada satu malam ia pernah mabar dengan empat orang. Dalam keseruan bermain game itu, percakapan-percakapan keluar. Mulai dari senjata, langkah sembunyi sampai strategi pertempuran yang dipakai.
"Lha, di sela-sela mabar itu pernah ada yang berucap kalimat-kalimat jihad dan tak suka pada negara," katanya, Senin (14/9/2020). (Baca juga: Risma Minta Jembatan Joyoboyo Bisa Kelar November, Ada Apa? )
Waktu itu ia tak begitu menaruh curiga. Karena ketika mabar suasana begitu gayeng dan terbawa emosi. "Fokusnya ya di permainan, tapi beragam percakapan keluar," ungkapnya.
Ia pun baru menyadari kalimat-kalimat itu setelah selesai bermain. Kata-kata yang disampaikan provokatif . Saat bermain terkadang lupa dan menjadi ikut terbawa suasana. Terkadang dirinya tertawa, kadang juga mendendam karena kalah.
"Awalnya sih nggak pernah curiga. Tapi kalau dicermati akan terlihat dengan kebiasaanya. Cuma sekarang lebih berhati-hati saja kalau pilih teman mabar," sambungnya.
Septian tak pernah menaruh curiga, akun yang dipilih pun tak ada yang mencurigakan dari namanya. Waktu yang dipilih untuk mabar juga acak, tapi paling sering malam hari sampai Subuh menjelang.
"Ketika awal masuk masih normal saja, semua yang dibicarakan adalah permainan. Di tengah percakapan, terutama ketika bertarung kadang emosi kita diaduk. Ada kata-kata yang tak biasa seperti ajakan jihad ," ungkapnya.
Eks napiter yang juga penulis Buku Internetistan Arif Budi Setiawan menjelaskan, berbagai cara dilakukan kelompok radikal untuk membangun narasi yang tujuannya mempengaruhi masyarakat. Pola yang dipakai beragam serta sistemik.
Mereka juga masuk ke ruang-ruang digital untuk mempengaruhi dan menyebar ideologi . Kelompok radikal mencari cela yang bisa dilakukan untuk masuk ke kemunitas atau individu yang bisa dipengaruhi. Apalagi masa pandemi saat ini yang intensitas seseorang dengan internet lebih panjang drasinya. "Setiap hari mereka membangun narasi dan menyebar ideologi itu lewat internet," katanya.
Berbagai tahapan, katanya, juga dilakukan untuk memecah belah sasaran. Mulai dari perang fisik serta narasi yang terus diproduksi. Semua disesuaikan dengan sasaran yang didampingi. Model narasi yang digunakan pun beragam, ada yang masuk propaganda ideologi , narasi kegelisahan, sampai pada narasi perlawan.
"Lha, di sela-sela mabar itu pernah ada yang berucap kalimat-kalimat jihad dan tak suka pada negara," katanya, Senin (14/9/2020). (Baca juga: Risma Minta Jembatan Joyoboyo Bisa Kelar November, Ada Apa? )
Waktu itu ia tak begitu menaruh curiga. Karena ketika mabar suasana begitu gayeng dan terbawa emosi. "Fokusnya ya di permainan, tapi beragam percakapan keluar," ungkapnya.
Ia pun baru menyadari kalimat-kalimat itu setelah selesai bermain. Kata-kata yang disampaikan provokatif . Saat bermain terkadang lupa dan menjadi ikut terbawa suasana. Terkadang dirinya tertawa, kadang juga mendendam karena kalah.
"Awalnya sih nggak pernah curiga. Tapi kalau dicermati akan terlihat dengan kebiasaanya. Cuma sekarang lebih berhati-hati saja kalau pilih teman mabar," sambungnya.
Septian tak pernah menaruh curiga, akun yang dipilih pun tak ada yang mencurigakan dari namanya. Waktu yang dipilih untuk mabar juga acak, tapi paling sering malam hari sampai Subuh menjelang.
"Ketika awal masuk masih normal saja, semua yang dibicarakan adalah permainan. Di tengah percakapan, terutama ketika bertarung kadang emosi kita diaduk. Ada kata-kata yang tak biasa seperti ajakan jihad ," ungkapnya.
Eks napiter yang juga penulis Buku Internetistan Arif Budi Setiawan menjelaskan, berbagai cara dilakukan kelompok radikal untuk membangun narasi yang tujuannya mempengaruhi masyarakat. Pola yang dipakai beragam serta sistemik.
Mereka juga masuk ke ruang-ruang digital untuk mempengaruhi dan menyebar ideologi . Kelompok radikal mencari cela yang bisa dilakukan untuk masuk ke kemunitas atau individu yang bisa dipengaruhi. Apalagi masa pandemi saat ini yang intensitas seseorang dengan internet lebih panjang drasinya. "Setiap hari mereka membangun narasi dan menyebar ideologi itu lewat internet," katanya.
Berbagai tahapan, katanya, juga dilakukan untuk memecah belah sasaran. Mulai dari perang fisik serta narasi yang terus diproduksi. Semua disesuaikan dengan sasaran yang didampingi. Model narasi yang digunakan pun beragam, ada yang masuk propaganda ideologi , narasi kegelisahan, sampai pada narasi perlawan.
tulis komentar anda