Perlu Solusi Jangka Panjang dan Kesadaran Masyarakat Atasi Banjir di Bekasi
Senin, 10 Maret 2025 - 14:08 WIB
Banjir yang melanda Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/3/2025). Foto/Istimewa
JAKARTA - Untuk mengatasi bencana banjir di wilayah Jabodetabek, termasuk Kabupaten Bekasi , dibutuhkan solusi jangka panjang dan kesadaran masyarakat. Hal itu dikatakan Maulana Ibrahim Rau, Water Network Initiative & Researcher di Kajima Technical Research Institute, Jepang.
Menurut Maulana, banjir yang melanda Kabupaten Bekasi sejak 3 Maret 2025 di 24 desa di 13 kecamatan mencerminkan dampak dari beberapa faktor, di antaranya perubahan tata guna lahan dan fenomena perubahan iklim yang semakin ekstrem. Proses konversi lahan menjadi area terbangun, seperti permukiman dan kawasan industri, mengurangi kapasitas resapan air yang seharusnya mengalir ke tanah.
"Akibatnya, aliran air menjadi jauh lebih besar dan tidak dapat ditampung oleh sistem drainase atau sungai, yang menyebabkan banjir dengan ketinggian air mencapai 2 meter di beberapa titik, terutama di DAS Kali Bekasi yang saat ini menjadi sorotan," ujarnya, Senin (10/3/2025).
Diketahui, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ), curah hujan ekstrem yang tercatat sekitar 232 mm di Katulampa (terkategori sebagai hujan ekstrem karena di atas 150 mm) telah meningkatkan limpasan air secara signifikan, melebihi kapasitas tampungan sungai.
Menurut kajian Maulana yang dilakukan pada 2021, curah hujan desain di DAS Kali Bekasi yang mencapai lebih dari 230 mm dalam sehari tergolong dalam periode ulang hujan 100 tahun. Ini bukan berarti peristiwa tersebut hanya terjadi sekali dalam 100 tahun, melainkan menunjukkan bahwa probabilitas kejadiannya dalam satu tahun adalah 1%, layaknya peluang dalam permainan dadu.
"Dengan kata lain, meskipun kemungkinannya kecil, kejadian seperti ini tetap bisa terjadi kapan saja, terutama dengan adanya perubahan iklim yang semakin meningkatkan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia," katanya.
Maulana mengatakan, penting untuk diingat bahwa perubahan iklim mempengaruhi seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Akibatnya, peristiwa hujan ekstrem semakin sering terjadi. Tentunya diperlukan solusi jangka panjang untuk mengurangi dampaknya.
"Salah satu langkah yang dapat diambil adalah membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga area resapan air, memastikan kebersihan drainase dari sampah, serta memanfaatkan area floodplain sesuai peruntukannya agar dapat berfungsi sebagai wilayah penampungan air alami."
Menurut Maulana, banjir yang melanda Kabupaten Bekasi sejak 3 Maret 2025 di 24 desa di 13 kecamatan mencerminkan dampak dari beberapa faktor, di antaranya perubahan tata guna lahan dan fenomena perubahan iklim yang semakin ekstrem. Proses konversi lahan menjadi area terbangun, seperti permukiman dan kawasan industri, mengurangi kapasitas resapan air yang seharusnya mengalir ke tanah.
"Akibatnya, aliran air menjadi jauh lebih besar dan tidak dapat ditampung oleh sistem drainase atau sungai, yang menyebabkan banjir dengan ketinggian air mencapai 2 meter di beberapa titik, terutama di DAS Kali Bekasi yang saat ini menjadi sorotan," ujarnya, Senin (10/3/2025).
Diketahui, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ), curah hujan ekstrem yang tercatat sekitar 232 mm di Katulampa (terkategori sebagai hujan ekstrem karena di atas 150 mm) telah meningkatkan limpasan air secara signifikan, melebihi kapasitas tampungan sungai.
Menurut kajian Maulana yang dilakukan pada 2021, curah hujan desain di DAS Kali Bekasi yang mencapai lebih dari 230 mm dalam sehari tergolong dalam periode ulang hujan 100 tahun. Ini bukan berarti peristiwa tersebut hanya terjadi sekali dalam 100 tahun, melainkan menunjukkan bahwa probabilitas kejadiannya dalam satu tahun adalah 1%, layaknya peluang dalam permainan dadu.
Baca Juga
"Dengan kata lain, meskipun kemungkinannya kecil, kejadian seperti ini tetap bisa terjadi kapan saja, terutama dengan adanya perubahan iklim yang semakin meningkatkan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia," katanya.
Maulana mengatakan, penting untuk diingat bahwa perubahan iklim mempengaruhi seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Akibatnya, peristiwa hujan ekstrem semakin sering terjadi. Tentunya diperlukan solusi jangka panjang untuk mengurangi dampaknya.
"Salah satu langkah yang dapat diambil adalah membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga area resapan air, memastikan kebersihan drainase dari sampah, serta memanfaatkan area floodplain sesuai peruntukannya agar dapat berfungsi sebagai wilayah penampungan air alami."
Lihat Juga :
tulis komentar anda