Perlawanan Heroik Rakyat Sappe Tanete Sulawesi Selatan Tewaskan Perwira Belanda
Sabtu, 15 Februari 2025 - 05:46 WIB
Belanda memperluas wilayah kekuasaan di Sulawesi Selatan (Sulsel). Foto/Ilustrasi/Istimewa
BELANDAmemperluas wilayah kekuasaan di Sulawesi Selatan (Sulsel). Pada 1824, Belanda memang mengirimkan ekspedisi militernya ke daerah-daerah tersebut. Pada 1824, Belanda mengirimkan ekspedisi militernya ke wilayah Suppa dan Tanete.
Belanda berusaha untuk menaklukkan negara-negara ini dengan kekerasan. Kehendak yang demikian disambut oleh Tanete di bawah pimpinan Rajanya La Patau. Pada 16 Juli 1824, pasukan Belanda di bawah pimpinan de Stuers, telah mendarat di dekat Ance, sebuah tempat di sebelah utara muara Sungai Pancana.
Rakyat Tanete di bawah pimpinan Raja La Patau mencoba mempertahankan wilayah kerajaannya dari serangan tersebut, tetapi mereka gagal karena kekuatan yang tidak seimbang, dan alat persenjataan Belanda yang lebih baik, sebagaimana dikutip dari "Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia".
Di dalam pertempuran itu, tiga orang serdadu Belanda tewas, salah seorang di antaranya bernama Burger dengan pangkat letnan. Ketika Raja La Patau mengetahui ketidakseimbangan kekuatannya dengan pasukan Belanda, beliau mengundurkan diri ke daerah pedalaman yang lebih aman.
Tahta kerajaan diserahkannya kepada seorang saudara perempuannya yang bernama Da Eng Tanningsanga. Raja ini diakui kekuasaannya oleh Belanda karena bersedia menandatangani perubahan Perjanjian Bongaya seperti yang dikehendaki oleh Belanda.
Dengan demikian, negara Tanete dikuasai oleh Belanda. Untuk menjaga perlawanan yang mungkin timbul lagi, Belanda mendirikan pos-pos di tempat-tempat yang strategis, seperti di pantai sebelah selatan Sungai Pancana, dan benteng-benteng di Manle, Segeri.
Bekas Raja La Patau kemudian mendapat pengampunan, bahkan kemudian diangkat kembali sebagai Arung Matoa. Akan tetapi, raja ini tidak dapat dikendalikan oleh Belanda. Kemudian beliau kembali melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda.
Kemudian timbul lagi bentrokan antara La Patau dengan Belanda. Penentangan La Patau berlangsung terus sampai pada saat dia harus meninggalkan daerahnya, karena tidak mampu menghadapi kekuatan Belanda yang dibantu oleh beberapa orang raja lainnya. Dia kemudian digantikan oleh Larumpung Megga Dulung Lamuru' yang diangkat oleh Belanda.
Belanda berusaha untuk menaklukkan negara-negara ini dengan kekerasan. Kehendak yang demikian disambut oleh Tanete di bawah pimpinan Rajanya La Patau. Pada 16 Juli 1824, pasukan Belanda di bawah pimpinan de Stuers, telah mendarat di dekat Ance, sebuah tempat di sebelah utara muara Sungai Pancana.
Rakyat Tanete di bawah pimpinan Raja La Patau mencoba mempertahankan wilayah kerajaannya dari serangan tersebut, tetapi mereka gagal karena kekuatan yang tidak seimbang, dan alat persenjataan Belanda yang lebih baik, sebagaimana dikutip dari "Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia".
Baca Juga
Di dalam pertempuran itu, tiga orang serdadu Belanda tewas, salah seorang di antaranya bernama Burger dengan pangkat letnan. Ketika Raja La Patau mengetahui ketidakseimbangan kekuatannya dengan pasukan Belanda, beliau mengundurkan diri ke daerah pedalaman yang lebih aman.
Tahta kerajaan diserahkannya kepada seorang saudara perempuannya yang bernama Da Eng Tanningsanga. Raja ini diakui kekuasaannya oleh Belanda karena bersedia menandatangani perubahan Perjanjian Bongaya seperti yang dikehendaki oleh Belanda.
Dengan demikian, negara Tanete dikuasai oleh Belanda. Untuk menjaga perlawanan yang mungkin timbul lagi, Belanda mendirikan pos-pos di tempat-tempat yang strategis, seperti di pantai sebelah selatan Sungai Pancana, dan benteng-benteng di Manle, Segeri.
Bekas Raja La Patau kemudian mendapat pengampunan, bahkan kemudian diangkat kembali sebagai Arung Matoa. Akan tetapi, raja ini tidak dapat dikendalikan oleh Belanda. Kemudian beliau kembali melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda.
Kemudian timbul lagi bentrokan antara La Patau dengan Belanda. Penentangan La Patau berlangsung terus sampai pada saat dia harus meninggalkan daerahnya, karena tidak mampu menghadapi kekuatan Belanda yang dibantu oleh beberapa orang raja lainnya. Dia kemudian digantikan oleh Larumpung Megga Dulung Lamuru' yang diangkat oleh Belanda.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda