Kisah Sentot Ali, Panglima Muda Pasukan Pangeran Diponegoro yang Cerdas Tapi Suka Hidup Boros
Sabtu, 31 Agustus 2024 - 06:32 WIB
Sentot Ali menjadi satu dari beberapa tokoh muda dilibatkan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda, pada Perang Jawa. Seperti diketahui Perang Jawa merupakan perang yang terberat dihadapi Belanda, karena membutuhkan waktu lama dan memakan banyak biaya.
Sentot demikian namanya, menjadi panglima atau pemimpin pasukan di usianya yang remaja. Dirinya bergabung di pasukan Pangeran Diponegoro di Selarong pada usia 17 tahun. Ia bergabung dengan satu bangsawan muda bergelar Ali Basah Abdul Mustopo Prawirodirjo.
Sosok Sentot memang menorehkan nama harum, sebab memiliki keberanian dan kecerdasan ketika bertempur. Ia konon merupakan putra Raden Ronggo Prawirodirjo III dari istri selir yang berasal dari Madiun.
Dikutip dari buku "Takdir : Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855" dari Peter Carey, sosok Sentot sendiri digambarkan sebagai anak muda yang brilian, pemberani, dan berapi-api di segala hal. Di penghujung 1828, saat Sentot memasuki usia 20 tahun, sudah tampil sebagai panglima militer, ahli strategi yang terkenal, dan memiliki keberanian luar biasa.
Di bawah sosok Sentot pulalah pasukannya berhasil memenangkan pertempuran dengan pasukan Gerak Cepat ke-8 yang dipimpin Mayor H.F. Buschkens di Kroya, Bagelen Timur, pada awal Oktober 1828. Tetapi di sisi lain dinamika jalannya perang ini mulai tidak menguntungkan bagi Pangeran Diponegoro.
Pada Desember 1828, Sentot meminta agar diberi kuasa untuk memimpin seluruh kekuatan pasukan Diponegoro di medan tempur, sekaligus diizinkan untuk menarik pajak langsung, yang berarti mengabaikan patih. Hal ini akhirnya mengganggu batin sang pangeran, yang sadar bahwa perannya sebagai Ratu Adil, mestilah menjamin kebijakan pajak yang ringan, dan tersedianya sandang pangan murah.
Pangeran Diponegoro takut jangan - jangan rakyat kebanyakan bakal ditindas, jika Sentot yang terkenal suka hidup boros itu diizinkan memegang dalam satu tangan tanggung jawab militer dan pemerintahan. Pangeran lalu meminta pendapat para komandan yang lain, juga bertanya pada pamannya, Pangeran Ngabehi.
Sentot demikian namanya, menjadi panglima atau pemimpin pasukan di usianya yang remaja. Dirinya bergabung di pasukan Pangeran Diponegoro di Selarong pada usia 17 tahun. Ia bergabung dengan satu bangsawan muda bergelar Ali Basah Abdul Mustopo Prawirodirjo.
Sosok Sentot memang menorehkan nama harum, sebab memiliki keberanian dan kecerdasan ketika bertempur. Ia konon merupakan putra Raden Ronggo Prawirodirjo III dari istri selir yang berasal dari Madiun.
Dikutip dari buku "Takdir : Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855" dari Peter Carey, sosok Sentot sendiri digambarkan sebagai anak muda yang brilian, pemberani, dan berapi-api di segala hal. Di penghujung 1828, saat Sentot memasuki usia 20 tahun, sudah tampil sebagai panglima militer, ahli strategi yang terkenal, dan memiliki keberanian luar biasa.
Di bawah sosok Sentot pulalah pasukannya berhasil memenangkan pertempuran dengan pasukan Gerak Cepat ke-8 yang dipimpin Mayor H.F. Buschkens di Kroya, Bagelen Timur, pada awal Oktober 1828. Tetapi di sisi lain dinamika jalannya perang ini mulai tidak menguntungkan bagi Pangeran Diponegoro.
Pada Desember 1828, Sentot meminta agar diberi kuasa untuk memimpin seluruh kekuatan pasukan Diponegoro di medan tempur, sekaligus diizinkan untuk menarik pajak langsung, yang berarti mengabaikan patih. Hal ini akhirnya mengganggu batin sang pangeran, yang sadar bahwa perannya sebagai Ratu Adil, mestilah menjamin kebijakan pajak yang ringan, dan tersedianya sandang pangan murah.
Pangeran Diponegoro takut jangan - jangan rakyat kebanyakan bakal ditindas, jika Sentot yang terkenal suka hidup boros itu diizinkan memegang dalam satu tangan tanggung jawab militer dan pemerintahan. Pangeran lalu meminta pendapat para komandan yang lain, juga bertanya pada pamannya, Pangeran Ngabehi.
(hri)
tulis komentar anda