JPKP Minta Polisi Anulir Status Tersangka 9 Warga Kelompok Tani Saloloang
Rabu, 20 Maret 2024 - 17:50 WIB
Maret Samuel juga menyebut, Kelompok Tani Saloloang tidak pernah setuju dengan keinginan Pj Bupati Penajam Paser Utara untuk menerima relokasi yang hanya berpedoman dengan PerPres No 62 Tahun 2018 dan PerPres No 78 Tahun 2023 karena lahan mereka bukan Tanah Terlantar.
“Mereka pemilik lahan turun temurun puluhan tahun sebelum ada TKA, sebelum ada HGU sehingga pendekatan payung hukumnya berdasarkan Undang-Undang Reforma Agraria yang tepat adalah PerPres No. 86 tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan umum,” kata Maret Samuel.
Dia menambahkan, persoalan menjadi lebih rumit tatkala munculnya nama-nama fiktif di atas Peta Bidang lahan milik Kelompok Tani Saloloang, sedangkan nama Petani sendiri dihilangkan.
Dari awal bergulirnya isu pembangunan Bandara VVIP IKN, Kelompok Tani Saloloang tidak pernah diundang dalam sosialisasi.
“Kecuali yang terakhir kali dikumpulkan oleh Bupati ratusan orang korban terdampak. Saat itu warga sempat menyuarakan apa yang dialami tetapi tidak juga dihiraukan,” tutur Maret Samuel.
Dia menyebut, nama-nama fiktif yg di plot di atas lahan warga sebagian yang sudah membuat pernyataan kalau mereka sendiri tidak pernah merasa memiliki, membeli atau berkebun di lahan tersebut, bahkan mereka tidak tahu di mana tempat akan di bangun Bandara VVIP dimaksud.
“Warga tidak ingin Pemerintah membayar sesuatu kepada orang yang salah, membayar kepada nama-nama fiktif yang adalah orang yang sebenarnya tidak punya hak. Kekeliruan ini justru kami berusaha menjaga agar aparat negara tidak terperangkap dan melanggar hukum memperkaya orang lain menggunakan uang Negara untuk kepentingannya.”
Karena itu JPKP mendesak aparat terkait untuk mengusut siapa yang berada di balik kekisruhan ini.
“Saya kira aparat harus meluruskan kekacauan ini. Siapa dalang di balik kekacauan ini harus diungkap,” pungkas Maret Samuel.
“Mereka pemilik lahan turun temurun puluhan tahun sebelum ada TKA, sebelum ada HGU sehingga pendekatan payung hukumnya berdasarkan Undang-Undang Reforma Agraria yang tepat adalah PerPres No. 86 tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan umum,” kata Maret Samuel.
Dia menambahkan, persoalan menjadi lebih rumit tatkala munculnya nama-nama fiktif di atas Peta Bidang lahan milik Kelompok Tani Saloloang, sedangkan nama Petani sendiri dihilangkan.
Dari awal bergulirnya isu pembangunan Bandara VVIP IKN, Kelompok Tani Saloloang tidak pernah diundang dalam sosialisasi.
“Kecuali yang terakhir kali dikumpulkan oleh Bupati ratusan orang korban terdampak. Saat itu warga sempat menyuarakan apa yang dialami tetapi tidak juga dihiraukan,” tutur Maret Samuel.
Dia menyebut, nama-nama fiktif yg di plot di atas lahan warga sebagian yang sudah membuat pernyataan kalau mereka sendiri tidak pernah merasa memiliki, membeli atau berkebun di lahan tersebut, bahkan mereka tidak tahu di mana tempat akan di bangun Bandara VVIP dimaksud.
“Warga tidak ingin Pemerintah membayar sesuatu kepada orang yang salah, membayar kepada nama-nama fiktif yang adalah orang yang sebenarnya tidak punya hak. Kekeliruan ini justru kami berusaha menjaga agar aparat negara tidak terperangkap dan melanggar hukum memperkaya orang lain menggunakan uang Negara untuk kepentingannya.”
Karena itu JPKP mendesak aparat terkait untuk mengusut siapa yang berada di balik kekisruhan ini.
“Saya kira aparat harus meluruskan kekacauan ini. Siapa dalang di balik kekacauan ini harus diungkap,” pungkas Maret Samuel.
(shf)
tulis komentar anda