Kisah Perseteruan Masyumi dan PKI, Kian Meruncing Jelang Pemilu 1955
Rabu, 06 September 2023 - 05:14 WIB
PKI melawan semua serangan itu, dengan meragukan sikap Masyumi terhadap penerimaan dasar negara Pancasila. Itu dilakukan PKI setelah membuat keputusan pada November 1954, yakni menerima Pancasila sebagai dasar politik republik sambil mengusulkan perbaikan.
Masyumi yang dipandang kebarat-baratan oleh PKI, juga dituding memiliki hubungan erat dengan peristiwa gerakan Darul Islam (DI/TII) Kartosuwiryo, yang mencoba makar terhadap republik.
Dalam situasi itu PKI diuntungkan posisi politik Masyumi, yakni yang bersama PSI menjadi oposisi pemerintah. Oposisi dicap sebagai golongan yang tidak setia sekaligus memiliki kepentingan dengan perkebunan dan pertambangan asing. Hal ini, membantu menghilangkan noda yang melekat pada PKI setelah peristiwa Madiun 1948, dan memberi partai ini keuntungan penting dalam debatnya dengan Masyumi.
Menjelang Pemilu 1955, PKI yang tak berhenti melakukan perang opini dengan Masyumi secara massif, mengkampanyekan diri sebagai satu-satunya partai rakyat. Pada media Harian Rakyat, para juru bicara PKI menyebut Masyumi dan NU sebagai partai santri, dan PNI sebagai partai priyayi.
Peneliti asing Herbert Feith dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia menyebut, sesungguhnya bagian terbesar dari persoalan antara Komunis (PKI) dan Masyumi, adalah berkaitan dengan upaya masing-masing pihak untuk memberi cap miring pihak lainnya.
Yakni cap ekstremis, asing dan bertentangan dengan inti sikap nasionalis yang diterima bersama. "Karena itu kaum komunis cepat mendukung setiap upaya partai-partai pemerintah untuk menggambarkan oposisi sebagai golongan yang tidak setia," tulisnya.
Dalam sejarah Pemilu 1955 (parlemen) tercatat, Masyumi secara nasional menempati posisi dua besar dengan perolehan 7.903.886 suara. Sedangkan PKI menempati posisi empat besar dengan perolehan 6.176.914 suara.
Sementara NU yang berdiri sendiri sebagai partai politik setelah ke luar dari Masyumi, menempati tiga besar dengan perolehan 6.955.141 suara. Adapun perolehan suara terbesar pertama diraih oleh PNI yang meraup 8.434.653 suara. Dalam perjalanan sejarah politik Indonesia, Masyumi dan PKI kemudian sama-sama dibubarkan oleh pemerintah, sekaligus ditetapkan sebagai partai terlarang.
Masyumi yang dipandang kebarat-baratan oleh PKI, juga dituding memiliki hubungan erat dengan peristiwa gerakan Darul Islam (DI/TII) Kartosuwiryo, yang mencoba makar terhadap republik.
Dalam situasi itu PKI diuntungkan posisi politik Masyumi, yakni yang bersama PSI menjadi oposisi pemerintah. Oposisi dicap sebagai golongan yang tidak setia sekaligus memiliki kepentingan dengan perkebunan dan pertambangan asing. Hal ini, membantu menghilangkan noda yang melekat pada PKI setelah peristiwa Madiun 1948, dan memberi partai ini keuntungan penting dalam debatnya dengan Masyumi.
Menjelang Pemilu 1955, PKI yang tak berhenti melakukan perang opini dengan Masyumi secara massif, mengkampanyekan diri sebagai satu-satunya partai rakyat. Pada media Harian Rakyat, para juru bicara PKI menyebut Masyumi dan NU sebagai partai santri, dan PNI sebagai partai priyayi.
Peneliti asing Herbert Feith dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia menyebut, sesungguhnya bagian terbesar dari persoalan antara Komunis (PKI) dan Masyumi, adalah berkaitan dengan upaya masing-masing pihak untuk memberi cap miring pihak lainnya.
Yakni cap ekstremis, asing dan bertentangan dengan inti sikap nasionalis yang diterima bersama. "Karena itu kaum komunis cepat mendukung setiap upaya partai-partai pemerintah untuk menggambarkan oposisi sebagai golongan yang tidak setia," tulisnya.
Dalam sejarah Pemilu 1955 (parlemen) tercatat, Masyumi secara nasional menempati posisi dua besar dengan perolehan 7.903.886 suara. Sedangkan PKI menempati posisi empat besar dengan perolehan 6.176.914 suara.
Sementara NU yang berdiri sendiri sebagai partai politik setelah ke luar dari Masyumi, menempati tiga besar dengan perolehan 6.955.141 suara. Adapun perolehan suara terbesar pertama diraih oleh PNI yang meraup 8.434.653 suara. Dalam perjalanan sejarah politik Indonesia, Masyumi dan PKI kemudian sama-sama dibubarkan oleh pemerintah, sekaligus ditetapkan sebagai partai terlarang.
tulis komentar anda