Kisah Denmas Mendung yang Obati Soekarno Kecil dengan Metode Ganti Nama

Sabtu, 15 Juli 2023 - 09:33 WIB


Apalagi, Koesno baru sembuh dan membutuhkan pemulihan kondisi tubuh. Lingkungan dan udara di Wates cukup bersih karena berada di kaki Gunung Kelud sangat baik untuk Koesno.

Soekeni setuju meski harus bolak-balik Jombang-Kediri untuk menjenguk anak istrinya. Tapi, Soekeni semringah sebab Koesno kecil makin sehat dan berotot, tidak seperti sebelumnya, kurus.

Ditambah halaman Ndalem Pojok yang luas memungkinkan Koesno kecil bergerak lincah. ”Saat kecil Bung Karno suka berebut jangkrik, sering makan ubi bakar pembarian teman sepermainan,” ungkap Suratmi.

Salain itu, Bung Karno kecil suka menaiki kerbau peliharaan Eyang Panji. Sebenarnya kerbau itu liar, tapi Bung Karno berhasil mendekati dan akhirnya menaklukkannya dengan cara lembut, dielus-elus.

”Itu salah satu kelebihan Bung Karno dibanding anak lain seusianya," tuturnya.



Menginjak usia lima tahun, Koesno yang sudah berganti nama Soekarno diboyong kembali Soekeni ke Ploso, Jombang. Kondisi perekonomian Soekeni lebih bagus. Mereka pun menempati rumah lebih bagus di kompleks Kantor Wedana Ploso.

Sebelumnya, Soekeni harus tinggal di rumah papan. Meski tinggal bersama orangtuanya di Ploso, Jombang. Soekarno tidak begitu saja melupakan Ndalem Pojok Wates. Setiap liburan Soekarno selalu menyempatkan diri datang ke Wates bermain dengan anak sebayanya.

Yang paling digemari bermain lumpur di sawah, naik kerbau dan mandi di sungai. ”Itu permainan khas anak desa. Sungainya masih ada sampai sekarang,” terang Suratmi.

Selain itu, Soekarno kecil suka main sepak bola dengan anak-anak desa di halaman Ndalem Pojok yang luas. Bakat kepemimpinan Soekarno terlihat manakala dia bercerita banyak hal di hadapan teman sebayanya sambil duduk melingkar.

Khususnya soal kepahlawanan dan cerita pewayangan. ”Itu dilakukan ya di sini. Depan Ndalem Pojok,” tambahnya.



Hingga tamat HBS di Surabaya lalu melanjutkan ke THS atau ITB Bandung sekarang , Bung Karno kerap sowan ke Ndalem Pojok. Tak jarang Soekarno mengajak gurunya seperti HOS Tjokroaminoto dan dr Soetomo ke Wates untuk berdiskusi.

Bahkan, di Ndalem Pojok itu Tjokroaminoto yang bergelar Raja Jawa Tanpa Mahkota itu mengajari Bung Karno bagaimana berpidato yang baik hingga bisa memikat khalayak ramai.

”Teriak-teriaknya di bawah pohon beringin yang sekarang sudah mati,” ungkapnya.

Selama kos di Bandung, ayah angkatnya, RM Soemosewojo, juga sering menjenguknya. Bahkan ketika melamar Inggit Garnasih, Soemosewojo yang meminangkannya mewakili Soekeni, ayahanda Soekarno.

Soekeni merasa tidak enak dengan besannya HOS Tjokroaminoto karena salah satu putrinya, Oetari, juga menjadi istri Bung Karno. Bahkan, untuk menjaga perasaan Tjokroaminoto, Soekeni tidak pernah menjenguk Bung Karno di Bandung.

Sebagai gantinya Soekeni biasanya minta tolong RM Soemosewojo atau Dimas Umo untuk menjeguknya.

Soemosewojo, ayah angkat Bung Karno, begitu setia menemani. Bahkan saat Bung Karno ditangkap dan diadili sampai Bung Karno melakukan pembelaan yang terkenal 'Indonesia Menggugat', Soemosewojo ikut hadir di persidangan.

Sebelum Bung Karno dibuang ke Ende, Soemosewojo meninggal dunia.

Kembali ke Ndalem Pojok, Suratmi setuju dijadikan cagar budaya seperti yang diusulkan banyak orang. Sebab, Ndalem Pojok terkait perjalanan sejarah Indonesia dan para tokohnya. Termasuk kiprah Bung Karno dalam memproklamirkan Republik Indonesia.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More