Dosen UGM Sebut Masker Kain Tak Efektif Cegah Virus
Selasa, 14 April 2020 - 13:39 WIB
YOGYAKARTA - Kepala Departemen Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Bambang Udji Djoko
Rianto mengatakan, penggunaan masker kain kurang efektif dalam mencegah penularan Covid-19 dan hanya bisa dipakai sebagai alternatif terakhir. Sebab masker kain tidak dapat memproteksi masuknya partikel atau dengan kata lain bisa ditembus partikel.
“Kalau pakai masker kain partikel yang masuk mencapai 97% sehingga perlindungannya hanya 3%. Jadi masker kain menjadi pilihan alternatif di tengah kelangkaan masker bedah dalam upaya melindungi diri dari virus corona jenis baru Covid-19,” kata Bambang dalam keterangannya secara daring, Selasa (14/4/2020).
Bambang menjelaskan mekanisme penularan virus di antaranya melalui percikan air ludah (droplet) dan airbone (partikel kecil yang terbawa udara). Masker kain tidak memiliki perlindungan layaknya masker bedah yang terdiri dari tiga lapis.
Tiga lapisan pada masker bedah yakni lapisan luar anti air untuk melindungi droplet, lapisan tengah sebagai filter kuman, dan lapisan dalam untuk menyerap cairan yang keluar dari mulut pemakai. Tingkat perlindungan masker bedah ini sekitar 56% bagi partikel droplet berukuran nanometer.
“Ketiganya tidak didapat dari masker kain biasa dan ini bahaya. Sebab, begitu virus nempel bisa menembus di sela pori-pori kain,” tutur dokter THT RSUP Dr Sardjito ini.
Sedangkan masker N95 memang memiliki tingkat efektivitas pencegahan penularan terbaik karena memiliki kerapatan yang lebih padat dibanding masker bedah dan masker kain. Masker jenis ini mempunyai proteksi yang baik untuk droplet maupun aerosol. Masker ini banyak digunakan tenaga kesehatan yang melakukan kontak langsung dengan pasien.
“Efektivitas pencegahan masker N95 ini paling baik, tetapi tidak disarankan untuk penggunaan sehari-hari bagi orang sehat karena bisa menyebabkan kesulitan nafas,” terangnya.
Menurut Bambang virus corona jenis baru memiliki ukaran kecil dalam ukuran 0,125 mikrometer atau 125 nanometer. Sementara itu pada kain tidak memiliki kerapatan yang cukup dalam menyaring partikel yang sangat kecil.
Rianto mengatakan, penggunaan masker kain kurang efektif dalam mencegah penularan Covid-19 dan hanya bisa dipakai sebagai alternatif terakhir. Sebab masker kain tidak dapat memproteksi masuknya partikel atau dengan kata lain bisa ditembus partikel.
“Kalau pakai masker kain partikel yang masuk mencapai 97% sehingga perlindungannya hanya 3%. Jadi masker kain menjadi pilihan alternatif di tengah kelangkaan masker bedah dalam upaya melindungi diri dari virus corona jenis baru Covid-19,” kata Bambang dalam keterangannya secara daring, Selasa (14/4/2020).
Bambang menjelaskan mekanisme penularan virus di antaranya melalui percikan air ludah (droplet) dan airbone (partikel kecil yang terbawa udara). Masker kain tidak memiliki perlindungan layaknya masker bedah yang terdiri dari tiga lapis.
Tiga lapisan pada masker bedah yakni lapisan luar anti air untuk melindungi droplet, lapisan tengah sebagai filter kuman, dan lapisan dalam untuk menyerap cairan yang keluar dari mulut pemakai. Tingkat perlindungan masker bedah ini sekitar 56% bagi partikel droplet berukuran nanometer.
“Ketiganya tidak didapat dari masker kain biasa dan ini bahaya. Sebab, begitu virus nempel bisa menembus di sela pori-pori kain,” tutur dokter THT RSUP Dr Sardjito ini.
Sedangkan masker N95 memang memiliki tingkat efektivitas pencegahan penularan terbaik karena memiliki kerapatan yang lebih padat dibanding masker bedah dan masker kain. Masker jenis ini mempunyai proteksi yang baik untuk droplet maupun aerosol. Masker ini banyak digunakan tenaga kesehatan yang melakukan kontak langsung dengan pasien.
“Efektivitas pencegahan masker N95 ini paling baik, tetapi tidak disarankan untuk penggunaan sehari-hari bagi orang sehat karena bisa menyebabkan kesulitan nafas,” terangnya.
Menurut Bambang virus corona jenis baru memiliki ukaran kecil dalam ukuran 0,125 mikrometer atau 125 nanometer. Sementara itu pada kain tidak memiliki kerapatan yang cukup dalam menyaring partikel yang sangat kecil.
tulis komentar anda