Buku Bersampul Mahyeldi, Pengamat: Itu Langgar Undang-Undang

Rabu, 22 Juli 2020 - 10:13 WIB
Beredarnya buku LKS bahasa Inggris untuk kelas VIII SMP dengan sampul Wali Kota Padang Mahyeldi dianggap melanggar Pasal 280 ayat 1 huruf h UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menurut pengamat pendidikan Fitri Asih. (Ist)
PADANG - Beredarnya buku LKS bahasa Inggris untuk kelas VIII SMP dengan sampul Wali Kota Padang Mahyeldi dianggap melanggar Pasal 280 ayat 1 huruf h UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menurut pengamat pendidikan Fitri Asih.

Larangan penggunaan tempat-tempat pendidikan untuk kegiatan kampanye diatur dalam Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang berbunyi, "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan."

Menurut Fitri yang juga dosen dari Universitas Negeri Padang, dunia pendidikan harus bebas dari segala unsur politik. Sebab pendidikan harus fokus mendidik siswa agar memiliki karatkter, pengetahuan, dan keterampilan. Sehingga harus bebas dari unsur Politik. "Kan sudah jelas di UU itu ya. Harus bebas dari unsur kepentingan organisasi dan partai politik tertentu. tidak boleh seharusnya," ucap fitri.



Sebagai seorang pendidik, Fitri menyayangkan beredarnya buku LKS tersebut. Sebab Pendidikan tak boleh diboncengi dan harus terbebas dari kepentingan politik mana pun.

"Bagi kami, pendidikan jangan diboncengi dengan kepentingan politik dari partai mana pun. Jika sosok tersebut untuk kepentingan tertentu, rasanya kurang elok,” ujar Fitri

Selain itu, gambar Mahyeldi sebagai sampul buku LKS bahasa Inggris, dinilai Fitri tidak cocok. Seharusnya buku LKS itu dapat memasang gambar-gambar yang relevan dan terkait isi buku tersebut. Bukannya memasang foto yang taka da hubungannya.

"Baiknya cover buku itu seharusnya mencirikan isi buku, Gambaran isi buku. Cover seharusnya menggambarkan isi buku yg mewakili isi buku karena mewakili identitas buku.'

Lebih lanjut, Fitri mengatakan sejatinya pendidikan memang membutuhkan tokoh. Sehingga dapat menumbuhkan semangat belajar dari siswa dan meneladani sikap tokoh tersebut, asal bebas dari kepentingan politik. (Baca: Menikmati Eksotika Danau Singkarak dari Ketinggian Aur Serumpun).

"Jika memasang gambar sosok pemuka agama, pemuka masyarakat yang bebas dari unsur-unsur politik itu boleh. karena pendidikan membutuhkan figur. Hal itu untuk memberikan gambaran kepada siswa, bahwa tokoh ini patut ditiru dengan keteladanan sikap, perilaku, mental yang perlu dilakukan untuk proses pendidikan," tutup Fitri.
(nag)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content