Soal Data Orang Miskin, Menunggu Si Miskin Menggugat Kemensos
Selasa, 28 April 2020 - 20:51 WIB
Padahal, bila mengacu kepada UU Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (FKM), demikian jelas diatur bagaimana kewenangan Kemensos dalam menangani masyarakat miskin.
Kewenangan Kemensos diawali dari penetapan kriteria fakir miskin sebagai dasar penanganan masyarakat miskin. Dalam melakukan penetapan kriteria fakir miskin, Kemensos berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Kriteria itulah yang kemudian yang menjadi acuan bagi pihak yang melakukan pendataan (Badan Pusat Statistik-BPS) dalam melakukan pendataan orang miskin.
Hasil pendataan tersebut, kemudian diverifikasi dan divalidasi. Sesuai pasal 8 ayat (4), verifikasi dan validasi data tersebut merupakan kewenangan menteri (dalam hal ini Mensos), dengan memberdayakan potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan, kelurahan atau desa. Selanjutnya, hasil verifikasi dan validasi data masyarakat miskin itu, diserahkan kepada bupati/walikota dan gubernur untuk selanjutnya diserahkan kepada Mensos.
Pada ayat 5 begitu tegas disebutkan, bahwa verifikasi dan validasi data tersebut, dilakukan secara berkala sekurang kurangnya satu kali dalam dua tahun. Ini artinya, dalam setiap dua tahun, harus dilakukan kembali verifikasi dan validasi data base terpadu yang menjadi data masyarakat miskin di Indonesia.
Sebetulnya, verifikasi dan validasi inilah yang tidak dilakukan selama ini dengan baik dan benar. Tidak heran bila data masyarakat miskin tidak pernah berubah dari tahun ke tahun. Padahal, bisa saja ada warga yang awalnya masuk dalam katagori miskin, tapi setahun kemudian ekonominya sudah membaik dan tidak layak lagi mendapatkan bantuan sosial.
Begitu juga sebaliknya. Yang sebelumnya tidak masuk sebagai warga miskin, tapi setahun kemudian mengalami ekonomi susah sehingga masuk dalam katagori warga miskin. Tapi, data inilah yang tidak pernah diverifikasi dan divalidasi ulang.
Seringnya aksi protes warga miskin terhadap distribusi bantuan sosial, menjadi bukti kuat bahwa verifikasi dan validasi data tersebut tidak dilakukan dengan benar. Atau jangan jangan tidak pernah dilakukan selama ini. Atau mungkin saja dilaksanakan, tapi tidak sesuai dengan ketentuan. Pendataan dilakukan dengan faktor kedekatan.
Inilah yang membuat masyarakat miskin "berteriak". Mereka protes, diperlakukan tidak adil. Hak mereka diberikan kepada yang tidak berhak. Itulah sebabnya, di awal tukisan ini saya mengatakan, menunggu adanya gugatan masyarakat miskin kepada Mensos, Gubernur atau Bupati walikota. Tujuannya, agar para pejabat yang berwenang itu, sadar atas kelalaian mereka. Semoga. Kita tunggu....!
Abyadi Siregar
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut
Kewenangan Kemensos diawali dari penetapan kriteria fakir miskin sebagai dasar penanganan masyarakat miskin. Dalam melakukan penetapan kriteria fakir miskin, Kemensos berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Kriteria itulah yang kemudian yang menjadi acuan bagi pihak yang melakukan pendataan (Badan Pusat Statistik-BPS) dalam melakukan pendataan orang miskin.
Hasil pendataan tersebut, kemudian diverifikasi dan divalidasi. Sesuai pasal 8 ayat (4), verifikasi dan validasi data tersebut merupakan kewenangan menteri (dalam hal ini Mensos), dengan memberdayakan potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan, kelurahan atau desa. Selanjutnya, hasil verifikasi dan validasi data masyarakat miskin itu, diserahkan kepada bupati/walikota dan gubernur untuk selanjutnya diserahkan kepada Mensos.
Pada ayat 5 begitu tegas disebutkan, bahwa verifikasi dan validasi data tersebut, dilakukan secara berkala sekurang kurangnya satu kali dalam dua tahun. Ini artinya, dalam setiap dua tahun, harus dilakukan kembali verifikasi dan validasi data base terpadu yang menjadi data masyarakat miskin di Indonesia.
Sebetulnya, verifikasi dan validasi inilah yang tidak dilakukan selama ini dengan baik dan benar. Tidak heran bila data masyarakat miskin tidak pernah berubah dari tahun ke tahun. Padahal, bisa saja ada warga yang awalnya masuk dalam katagori miskin, tapi setahun kemudian ekonominya sudah membaik dan tidak layak lagi mendapatkan bantuan sosial.
Begitu juga sebaliknya. Yang sebelumnya tidak masuk sebagai warga miskin, tapi setahun kemudian mengalami ekonomi susah sehingga masuk dalam katagori warga miskin. Tapi, data inilah yang tidak pernah diverifikasi dan divalidasi ulang.
Seringnya aksi protes warga miskin terhadap distribusi bantuan sosial, menjadi bukti kuat bahwa verifikasi dan validasi data tersebut tidak dilakukan dengan benar. Atau jangan jangan tidak pernah dilakukan selama ini. Atau mungkin saja dilaksanakan, tapi tidak sesuai dengan ketentuan. Pendataan dilakukan dengan faktor kedekatan.
Inilah yang membuat masyarakat miskin "berteriak". Mereka protes, diperlakukan tidak adil. Hak mereka diberikan kepada yang tidak berhak. Itulah sebabnya, di awal tukisan ini saya mengatakan, menunggu adanya gugatan masyarakat miskin kepada Mensos, Gubernur atau Bupati walikota. Tujuannya, agar para pejabat yang berwenang itu, sadar atas kelalaian mereka. Semoga. Kita tunggu....!
Abyadi Siregar
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut
tulis komentar anda