Lokalisasi Kaliungu Ditutup Paksa Tanpa Ganti Rugi

Jum'at, 08 Mei 2015 - 14:23 WIB
Lokalisasi Kaliungu Ditutup Paksa Tanpa Ganti Rugi
Lokalisasi Kaliungu Ditutup Paksa Tanpa Ganti Rugi
A A A
TULUNGAGUNG - Pemerintah Tulungagung menutup paksa lokalisasi Kaliwungu, Kecamatan Ngunut dan Ngujang, Kecamatan Kedungwaru tanpa kompensasi ganti rugi. Sebab kegiatan prostitusi itu dianggap ilegal.

“Tidak ada kompensasi ganti rugi. Mulai hari ini semuanya harus tutup, “ ungkap Wakil Bupati Tulungagung Maryoto Bhirowo kepada wartawan di lokalisasi Ngunut, Jumat (8/5/2015).

Ada sebanyak 69 wisma berkedok hiburan kafe dan karaoke. Di setiap kafe, pengelola menyediakan perempuan pemandu lagu (purel) yang rata rata bisa diajak kencan.

Informasi yang dihimpun, jumlah total purel di lokalisasi Ngunut kurang lebih 100 orang. Purel tidak hanya menemani tamu bernyanyi. Mereka juga menyediakan layanan esek-esek di dalam maupun luar kafe.

Sebab selain ruang bernyanyi, kafe juga menyedikan 3-4 bilik asmara. Keadaan itu juga berlangsung di lokalisasi Ngujang Kedungwaru.

“Karena itu penutupan ini dalam rangka penertiban, “ kata Maryoto. Penutupan mendapat pengawalan aparat Kepolisian dan TNI. Bahkan Kapolres dan Dandim Tulungagung juga terjun langsung ke lokasi.

Penutupan berlangsung tertib dan aman. Petugas dengan pengeras suara di tangan mengumumkan secara door to door. Tidak ada perlawanan dari para pengurus maupun pengelola kafe dan karaoke Ngunut.

Pada era Bupati Tulungagung Heru Tjahjono dua lokalisasi itu pernah ditutup. Saat itu ada sebanyak 176 pekerja seks komersial (PSK) di Kompleks Ngunut dan 205 PSK di Kompleks Ngujang yang dibina, diberi ganti rugi (kompensasi) dan dipulangkan. Masing masing eks PSK menerima santunan material Rp3-5 juta.

Pemkab juga memberi santunan ganti rugi kepada 123 orang eks mucikari. Sebab alokasi anggaran penutupan lokalisasi dari APBD dan bantuan Kementerian Sosial (APBN) mencapai Rp14,3 miliar.

Saat itu Bupati Heru yang kini menjabat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur berjanji menyulap bekas lokalisasi menjadi lapangan futsal, wahana permancingan dan pasar burung.

Bahkan pasca penutupan yang berlangsung 19 Juli 2012 itu Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri menyempatkan diri meninjau eks lokalisasi Ngujang.

Namun janji itu hanya isapan jempol belaka. Alih alih terwujudkan, lokalisasi kembali hidup dan disiasati menjadi kafe dan karaoke.

Wabup Maryoto menegaskan, bahwa penutupan Pemkab Tulungagung kali ini lebih serius dari pemerintah sebelumnya.

Pemerintah tidak hanya menghentikan total aktivitas kafe dan karaoke, tetapi juga meminta pengelola untuk meninggalkan lokasi.

Mengenai wacana meratakan eks bangunan wisma yang berdiri diatas tanah bengkok Desa Kaliwungu itu, Maryoto mengatakan masih akan berkoordinasi dengan DPRD.

“Yang pasti meski tidak ada ganti rugi, kami juga berkoordinasi dengan para pemilik modal untuk memikirkan lapangan pekerjaan baru buat mereka semua, “ pungkasnya.

Kapolres Tulungagung AKBP Bastoni Purnama mengatakan akan mendirikan posko penjagaan di dua eks lokalisasi.

Selama dua bulan, bersama aparat TNI, polisi akan melakukan pengawasan langsung di lapangan. Saat ini tenda besar untuk posko penjagaan telah didirikan.

“Bagi yang bandel tetap nekat beroperasi kita akan berikan pembinaan terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan pemberikan sanksi, “ ujarnya.

Sementara itu Puryanto, salah satu pengurus karaoke dan kafe di eks lokalisasi Ngunut menyatakan menolak penutupan.

Sebab, di kawasan yang dia istilahkan Kafe Brantas itu tidak ada lagi praktik prostitusi. “Lagian kalau ditutup kami terus makan apa. Kalau hanya ditertibkan kami setuju. Sebab setahu saya sebagai pengurus, disini tidak ada lagi prostitusi. Kalau melakukanya di luar saya tidak tahu, “ kilahnya.

Saat penutupan pada 19 Juli 2012 silam, seluruh aktivitas di eks lokalisasi Ngunut telah beralih menjadi kawasan kafe dan karaoke.

Wisma dengan sewa Rp100 ribu per tahun yang sebelumnya menjadi tempat esek-esek langsung mengurangi jumlah biliknya. Tidak ada aktivitas seksual.

Yang ada, kata Puryanto hanya pengunjung yang menikmati kopi dan menyanyi. Menurut dia pengalihan fungsi itu merupakan usulan komunitas eks lokalisasi yang telah disetujui Pemkab Tulungagung.

“Bahkan seluruh jalan di kawasan ini dipaving. Kabarnya pavingisasi itu dapat bantuan dari Provinsi Jawa Timur. Tapi kenapa masih juga ditutup, “ keluhnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6366 seconds (0.1#10.140)