Pengalaman Iyus Selamat dari Longsor Pangalengan

Jum'at, 08 Mei 2015 - 07:39 WIB
Pengalaman Iyus Selamat dari Longsor Pangalengan
Pengalaman Iyus Selamat dari Longsor Pangalengan
A A A
BANDUNG - Iyus (51), warga Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, tak berhenti mengucap syukur karena hingga kini masih diberi kesempatan hidup oleh Yang Maha Kuasa.

Dia selamat dalam bencana longsor yang disertai ledakan pipa gas alam milik PT Geothermal Star Energy yang terjadi pada Selasa 5 Mei 2015. Saat kejadian, Iyus sedang ngopi di warung yang berada di lokasi longsor.

"Waktu itu saya lagi enak ngopi dan ngobrol sama orang-orang di warung. Tiba-tiba ada suara ledakan keras dari arah pipa gas seperti suara bom, tapi sangat keras," kata Iyus, bercerita kepada wartawan, kemarin.

Mendengar suara ledakan, secara spontan dia berteriak mengajak istrinya untuk lari. Kebetulan, istrinya sedang berada di rumah yang lokasinya tak jauh dari warung.

Iyus pun lari bersama sang istri. Tapi dia sempat memperhatikan ke arah suara ledakan. Dia melihat ada longsoran yang meluncur dengan kecepatan tinggi. "Hitungannya per detik. Pohon-pohon juga tersapu sama longsor," ungkapnya.

Menurutnya, longsor tersebut memang sudah diprediksi sejak jauh-jauh hari. Sebab bukit di sekitar lokasi sudah terlihat ada retakan sejak dua bulan terakhir.

Saat pertama mendengar ledakan, dalam pikirannya langsung terbersit terjadi longsor yang menimpa pipa gas. Dan ternyata apa yang dipikirkannya benar-benar terjadi.

"Makanya pas dengar suara ledakan, saya langsung meminta istri untuk lari," ucap Iyus.

Setelah berlari beberapa meter, Iyus teringat ada cucunya di dalam rumah. Secara spontan dia langsung balik kanan ke arah rumah. Dalam saat bersamaan, dia melihat cucunya yang masih kecil sedang berlari ke arahnya dengan wajah penuh ketakutan.

"Saya langsung gendong cucu dan lari sekuatnya," tutur pria yang berprofesi sebagai buruh tani itu.

Setelah berlari cukup jauh menghindari longsoran, dia berhenti dan melihat dari jarak jauh ke area longsor. "Saya menangis sambil berdoa. Ya Allah, kalau ada warga yang ditakdirkan meninggal, semoga mereka diampuni segala dosanya," ucap Iyus.

Selama beberapa menit, Iyus tak berhenti menangis. Peristiwa yang terjadi benar-benar membuatnya takut bukan kepalang, longsor dahsyat yang tak pernah dilihatnya.

Dia pun merenung sesaat kemudian. Dia teringat apa yang dilakukannya pada Senin 4 Mei 2015 malam. Saat itu, dia dan beberapa warga kebagian piket malam memantau di area retakan yang diperkirakan akan terjadi longsor.

Kebetulan, hal itu rutin dilakukan dalam dua bulan terakhir. Mereka yang piket bertugas melaporkan pada warga jika akan terjadi longsor melalui kentongan.

"Pas malam itu enggak tahu kenapa rasanya betah di lokasi, enggak seperti biasanya. Saya di sana sampai sekira pukul 23.00 WIB," jelasnya.

Teringat hal itu, Iyus mengaku kembali menangis saat melihat lokasi longsor. Dia tak kuasa membayangkan jika longsor terjadi pada malam saat dia kebagian piket malam.

"Mungkin kalau longsornya terjadi malam itu, saya akan jadi salah seorang yang pertama terseret longsor. Mungkin sekarang enggak ada di sini," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Meski bersyukur, pengalaman itu masih menyisakan sisi trauma pada diri Iyus. Peristiwa itu masih terbayang jelas di benaknya, suara ledakan keras dan longsor yang melaju dengan kecepatan tinggi.

Dia pun ogah kembali ke rumahnya, meski rumahnya tidak terkena longsor. "Enggak kalau balik lagi ke sana. Masih kebayang-bayang dan takut terjadi longsor lagi," ujarnya.

Iyus pun berharap, pihak terkait memberi solusi tempat tinggal yang aman. "Mudah-mudahan ada solusi," pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8709 seconds (0.1#10.140)