Petambak Nekat Operasi
A
A
A
BANTUL - Penutupan area tambak udang vaname di pesisir selatan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) DIY mulai awal tahun ini ternyata tak berjalan efektif.
Hingga kemarin, hampir semua tambang di kawasan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) tetap nekat beroperasi. Para pemilik tambak berdalih mereka terpaksa tetap membuka tambak udang karena menanggung utang yang cukup besar. Sumadi, salah seorang petambak di kawasan Pantai Kuwaru mengungkapkan, sikap para pemilik tambak untuk beroperasi didasari harus mendapatkan dana untuk membayar utang di bank yang mereka gunakan sebagai modal pembuatan tambak.
Jika tidak, maka harta benda mereka akan disita oleh bank. “Kami tetap beroperasi. Jika tak beroperasi, terus dari mana kami mendapat uang untuk mengangsur pinjaman di bank,” kata Sumadi, kemarin. Selain nekat beroperasi, para petambak juga mengaku enggan untuk dipindah alias direlokasi. Alasannya, untuk membangun tambak yang baru memerlukan dana besar.
Setidaknya, untuk membuat sepetak tambak udang, petani harus mengeluarkan dana minimal Rp100 juta. Hal ini karena beberapa peralatan tambak yang lama sudah tidak bisa digunakan lagi. Peralatan-peralatan yang dipastikan rusak ketika tambak lama mereka dibongkar antara lain seperti asbes yang digunakan untuk menutup dindingdinding tambak.
Selain itu, beberapa pipa juga harus dibongkar dari bawah tanah dan tidak bisa digunakan lagi. Mereka juga harus membuat sumur baru yang digunakan untuk mengalirkan air ke tambak yang baru. “Pokoknya biayanya lebih banyak,” tandasnya.
Bahkan, para pemilik tambak udang di Kabupaten Bantul tak akan menggubris rencana pemberian sanksi oleh Pemerintah DIY menyusul akan disahkannya peraturan daerah (perda) tentang pemberian sanksi kepada pemilik tambak oleh DPRD DIY. Mereka tetap ngotot akan jalan terus sampai ada kepastian dari Pemkab Bantul.
Ketua Paguyuban Petambak Udang Bantul Sudarno menegaskan, para petambak udang tidak akan takut dengan ancaman sanksi pidana yang diterapkan dalam perda terbaru tersebut. Meski sudah disahkan perda-nya, mereka tidak akan menghentikan usahanya dan tetap melakukan budidaya udang Vaname seperti yang sudah mereka lakukan selama ini. “Kami tidak akan menutup usaha yang sudah jalan ini,” kata Sudarno.
Menurut Sudarno, mereka tetap ngotot menjalankan usaha karena Pemkab Bantul pernah berjanji akan melakukan relokasi tambak udang mereka ke tempat yang dianggap tidak menyalahi aturan. Mereka tetap menunggu realisasi janji tersebut, dan sembari menunggu mereka tetap akan menebar benih dan tidak akan terganggu dengan perda dari DIY.
Menyikapi perda tersebut, pihaknya akan meminta bantuan dari Bupati Bantul Sri Suryawidati untuk memfasilitasi para petambak berkomunikasi dengan Pemerintah DIY. Para petambak tetap meminta mereka diberi kesempatan menjalankan usahanya sampai relokasi di tempat baru siap dijalankan. Sebab, tambak yang mereka jalankan tidak menimbulkan kerusakan atau efek lainnya. “Kami tetap ingin berusaha tambak udang,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala DKP Bantul Edy Mahmud menandaskan, 39 tambak yang sudah ditutup awal tahun ini tidak boleh buka lagi. Mereka diberi kesempatan tetap beroperasi sampai Maret lalu, yang bertepatan dengan panen terakhir terhitung sejak dikeluarkannya aturan penutupan tambak.
Jika masih ada yang beroperasi, maka sama artinya mereka melanggar kesepakatan dan melanggar hukum. “Itu sudah ada ketetapan harus ditutup. Kalau masih buka, artinya ngeyel itu,” ucapnya.
Erfanto linangkung
Hingga kemarin, hampir semua tambang di kawasan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) tetap nekat beroperasi. Para pemilik tambak berdalih mereka terpaksa tetap membuka tambak udang karena menanggung utang yang cukup besar. Sumadi, salah seorang petambak di kawasan Pantai Kuwaru mengungkapkan, sikap para pemilik tambak untuk beroperasi didasari harus mendapatkan dana untuk membayar utang di bank yang mereka gunakan sebagai modal pembuatan tambak.
Jika tidak, maka harta benda mereka akan disita oleh bank. “Kami tetap beroperasi. Jika tak beroperasi, terus dari mana kami mendapat uang untuk mengangsur pinjaman di bank,” kata Sumadi, kemarin. Selain nekat beroperasi, para petambak juga mengaku enggan untuk dipindah alias direlokasi. Alasannya, untuk membangun tambak yang baru memerlukan dana besar.
Setidaknya, untuk membuat sepetak tambak udang, petani harus mengeluarkan dana minimal Rp100 juta. Hal ini karena beberapa peralatan tambak yang lama sudah tidak bisa digunakan lagi. Peralatan-peralatan yang dipastikan rusak ketika tambak lama mereka dibongkar antara lain seperti asbes yang digunakan untuk menutup dindingdinding tambak.
Selain itu, beberapa pipa juga harus dibongkar dari bawah tanah dan tidak bisa digunakan lagi. Mereka juga harus membuat sumur baru yang digunakan untuk mengalirkan air ke tambak yang baru. “Pokoknya biayanya lebih banyak,” tandasnya.
Bahkan, para pemilik tambak udang di Kabupaten Bantul tak akan menggubris rencana pemberian sanksi oleh Pemerintah DIY menyusul akan disahkannya peraturan daerah (perda) tentang pemberian sanksi kepada pemilik tambak oleh DPRD DIY. Mereka tetap ngotot akan jalan terus sampai ada kepastian dari Pemkab Bantul.
Ketua Paguyuban Petambak Udang Bantul Sudarno menegaskan, para petambak udang tidak akan takut dengan ancaman sanksi pidana yang diterapkan dalam perda terbaru tersebut. Meski sudah disahkan perda-nya, mereka tidak akan menghentikan usahanya dan tetap melakukan budidaya udang Vaname seperti yang sudah mereka lakukan selama ini. “Kami tidak akan menutup usaha yang sudah jalan ini,” kata Sudarno.
Menurut Sudarno, mereka tetap ngotot menjalankan usaha karena Pemkab Bantul pernah berjanji akan melakukan relokasi tambak udang mereka ke tempat yang dianggap tidak menyalahi aturan. Mereka tetap menunggu realisasi janji tersebut, dan sembari menunggu mereka tetap akan menebar benih dan tidak akan terganggu dengan perda dari DIY.
Menyikapi perda tersebut, pihaknya akan meminta bantuan dari Bupati Bantul Sri Suryawidati untuk memfasilitasi para petambak berkomunikasi dengan Pemerintah DIY. Para petambak tetap meminta mereka diberi kesempatan menjalankan usahanya sampai relokasi di tempat baru siap dijalankan. Sebab, tambak yang mereka jalankan tidak menimbulkan kerusakan atau efek lainnya. “Kami tetap ingin berusaha tambak udang,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala DKP Bantul Edy Mahmud menandaskan, 39 tambak yang sudah ditutup awal tahun ini tidak boleh buka lagi. Mereka diberi kesempatan tetap beroperasi sampai Maret lalu, yang bertepatan dengan panen terakhir terhitung sejak dikeluarkannya aturan penutupan tambak.
Jika masih ada yang beroperasi, maka sama artinya mereka melanggar kesepakatan dan melanggar hukum. “Itu sudah ada ketetapan harus ditutup. Kalau masih buka, artinya ngeyel itu,” ucapnya.
Erfanto linangkung
(ftr)