Jumlah Karyawan Terbatas, Tembus hingga Mancanegara
A
A
A
MOJOKERTO - Empat perempuan paruh baya duduk tekun menghadap empat lembaran kain putih. Tangan mereka tampak memegang canting. Dengan seksama para ibu rumah tangga ini menggoreskan canting tepat di garis-garis pola yang sudah dibuat sebelumnya.
Sesekali ujung canting didekatkan ke mulut mereka agar tinta batik tidak terlalu banyak keluar. Keempat perempuan itu adalah pekerja di sebuah home industry batik tulis di Dusun Jasem, Desa Dinoyo, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Tak banyak memang pekerja di home industry milik Heni Yunina itu. Selain para pembatik, hanya ada beberapa pekerja lainnya yang memiliki tugas membuat pola dan pewarnaan.
Tugas mengepak produk juga hanya dilakukan orang yang sama. Sudah tujuh tahun ini Heni Yunina menggeluti usaha kerajinan batik tulis. Berbeda dengan perajin batik tulis lainnya di Mojokerto, Heni konsisten dengan desain dan motif khas Majapahit. Dari sini pula perempuan berumur 51 tahun itu mampu menumbuhkan ekonomi warga sekitar. “Kalau khusus untuk pembuatan batik, hanya ada delapan pekerja,” tutur Heni.
Baginya batik tulis masih memiliki peluang pasar cukup besar. Usaha ini tak mengenal sepi order maupun banjir order. Stabil itu istilah yang pas dia sebut. Kendati tak pernah banjir order, namun hasil yang didapat cukup menjanjikan. Justru ia mendapati tantangan saat merekrut tenaga kerja. Khususnya untuk pembatik. Mencari tenaga ini yang susah,” ujarnya.
Tidak terhitung berapa pembatik yang berhasil ia cetak. Namun saat sudah memasuki tahap mahir, mereka justru membuat usaha sendiri. Kendati mengaku kerap kecewa, tapi ia tetap merasa bersyukur. “Senang juga melihat karyawan yang sudah mentas dan membuat usaha sendiri. Artinya, mereka sudah lebih berdaya,” ujarnya.
Batik tulis khas Majapahit buatan Heni kini telah mendunia. Tak jarang pembeli dari mancanegara mendatangi workshop yang berada di belakang rumahnya itu. Dari hanya sekadar ingin mengetahui proses pembuatan batik hingga mereka yang memborong sebagai oleh-oleh khas dan suvenir. “Sekaligus kami ingin mengenalkan kebesaran Majapahit kepada warga negara asing,” tutur perempuan yang juga sebagai desainer produknya sendiri ini.
Ada beberapa alasan kenapa Heni masih konsisten membawa konsep Majapahitan untuk produk batik tulisnya itu. Selain menghargai sejarah, peminat batik motif ini juga banyak, baik dari Mojokerto maupun kota lainnya. Karena itu, tak terhitung lagi motif Majapahitan yang sudah berhasil dia buat. “Ada ribuan motif. Semuanya (motif) berkaitan dengan Majapahit. Mulai dari para tokoh, bangunan kuno, tumbuhan hingga lambang-lambang Kerajaan Majapahit,” kata Heni.
Untuk mempertahankan peminat, Heni memang tak banyak mencetak motif yang sama. Satu motif buatannya hanya digandakan 10 lembar kain. Karena menurutnya salah satu keunggulan membeli batik adalah motifnya yang tak dibuat massal. “Satu motif untuk 10 lembar kain. Lalu membuat motif baru lagi. Karena itu, sudah ribuan motif yang sudah saya buat,” ucapnya.
Heni tak hanya menyasar pasar atas. Pasar menengah juga ia sentuh dengan produkproduk berharga terjangkau. Selain batik tulis, ia juga memproduksi batik cap namun dengan motif tak keluar dari pakem, yakni Majapahitan.
“Untuk batik tulis, kami menyediakan harga mulai dari Rp200 ribu hingga Rp1,5 juta,” katanya dan menyebut jika dalam sebulan mampu menghasilkan batik tulis 150 lembar.
Tritus Julan
Sesekali ujung canting didekatkan ke mulut mereka agar tinta batik tidak terlalu banyak keluar. Keempat perempuan itu adalah pekerja di sebuah home industry batik tulis di Dusun Jasem, Desa Dinoyo, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Tak banyak memang pekerja di home industry milik Heni Yunina itu. Selain para pembatik, hanya ada beberapa pekerja lainnya yang memiliki tugas membuat pola dan pewarnaan.
Tugas mengepak produk juga hanya dilakukan orang yang sama. Sudah tujuh tahun ini Heni Yunina menggeluti usaha kerajinan batik tulis. Berbeda dengan perajin batik tulis lainnya di Mojokerto, Heni konsisten dengan desain dan motif khas Majapahit. Dari sini pula perempuan berumur 51 tahun itu mampu menumbuhkan ekonomi warga sekitar. “Kalau khusus untuk pembuatan batik, hanya ada delapan pekerja,” tutur Heni.
Baginya batik tulis masih memiliki peluang pasar cukup besar. Usaha ini tak mengenal sepi order maupun banjir order. Stabil itu istilah yang pas dia sebut. Kendati tak pernah banjir order, namun hasil yang didapat cukup menjanjikan. Justru ia mendapati tantangan saat merekrut tenaga kerja. Khususnya untuk pembatik. Mencari tenaga ini yang susah,” ujarnya.
Tidak terhitung berapa pembatik yang berhasil ia cetak. Namun saat sudah memasuki tahap mahir, mereka justru membuat usaha sendiri. Kendati mengaku kerap kecewa, tapi ia tetap merasa bersyukur. “Senang juga melihat karyawan yang sudah mentas dan membuat usaha sendiri. Artinya, mereka sudah lebih berdaya,” ujarnya.
Batik tulis khas Majapahit buatan Heni kini telah mendunia. Tak jarang pembeli dari mancanegara mendatangi workshop yang berada di belakang rumahnya itu. Dari hanya sekadar ingin mengetahui proses pembuatan batik hingga mereka yang memborong sebagai oleh-oleh khas dan suvenir. “Sekaligus kami ingin mengenalkan kebesaran Majapahit kepada warga negara asing,” tutur perempuan yang juga sebagai desainer produknya sendiri ini.
Ada beberapa alasan kenapa Heni masih konsisten membawa konsep Majapahitan untuk produk batik tulisnya itu. Selain menghargai sejarah, peminat batik motif ini juga banyak, baik dari Mojokerto maupun kota lainnya. Karena itu, tak terhitung lagi motif Majapahitan yang sudah berhasil dia buat. “Ada ribuan motif. Semuanya (motif) berkaitan dengan Majapahit. Mulai dari para tokoh, bangunan kuno, tumbuhan hingga lambang-lambang Kerajaan Majapahit,” kata Heni.
Untuk mempertahankan peminat, Heni memang tak banyak mencetak motif yang sama. Satu motif buatannya hanya digandakan 10 lembar kain. Karena menurutnya salah satu keunggulan membeli batik adalah motifnya yang tak dibuat massal. “Satu motif untuk 10 lembar kain. Lalu membuat motif baru lagi. Karena itu, sudah ribuan motif yang sudah saya buat,” ucapnya.
Heni tak hanya menyasar pasar atas. Pasar menengah juga ia sentuh dengan produkproduk berharga terjangkau. Selain batik tulis, ia juga memproduksi batik cap namun dengan motif tak keluar dari pakem, yakni Majapahitan.
“Untuk batik tulis, kami menyediakan harga mulai dari Rp200 ribu hingga Rp1,5 juta,” katanya dan menyebut jika dalam sebulan mampu menghasilkan batik tulis 150 lembar.
Tritus Julan
(ftr)